13

58 3 0
                                    

"Gimana?" itu suara abang satu-satunya yang Karen miliki. Yup, Gavin menyembulkan kepalanya di balik pintu kamar Karen.

"Apanya?"
"Ya date-nya lah?" ujar Gavin dengan nada pertanyaan yang sewot. Karen menghembuskan napas dan menaruh tasnya yang masih ia selempangi. Ia benar-benar baru saja masuk ke dalam kamar dan tidak mengira sama sekali bahwa Gavin akan membuntutinya.

"Ya kayak date pada umumnya? Lo kebanyakan balikan sama mantan sampe lupa?" sewot Karen. Gavin nggak bergeming, ia malah duduk di kasur Karen dan menunggu jawaban adiknya.

"Ugh, fine. Jadi... he's seems nice? Maksud gua tuh gimana yaa.. gua naksir dia, you know right? since.. lupa deh kapan, jadi agak kaget aja ternyata dia sebaik itu" jelas Karen.
"Sebenernya Kay, jawaban lo tuh nggak menjawab" jujur Gavin.
"Ya masa gua harus ceritain detail sihh??" sungut Karen, nggak habis pikir dengan kakaknya.
"Ya kenapa nggak deh?"
"Astagaaa, nggak lo, nggak Dinda, nggak Haris. Tuh beneran kepo abis ya?" sebal Karen.

"Dia baik, ya normal sih karena semua orang di dunia pasti baik nggak mungkin jahat kan? Nggak mau terpesona duluan tapi dia keliatan kayak gentleman? Kok lo ketawa sih?!" protes Karen saat menatap Gavin dari pantulan cermin di meja riasnya. Kakaknya tertawa mendengar seluruh ucapan Karen yang menurutnya sangat general untuk ukuran seseorang yang sedang ada dalam fase pendekatan.

"Gua bukan lo ya" protes Karen.
"Lah gua kenapa, deh?"
"Kay, gua nggak larang lo buat deket atau bahkan jadi sih sama Hanif, gua tau dia kok kayak gimana. Dia aman lahh, soalnya sama mantannya aja dia bener-bener baik kan? Yaa gua jadi bisa lah percayain lo" Gavin menepuk pundak adiknya sebelum berlenggang menuju pintu keluar.

Karen nggak menjawab, bahkan sampai Gavin sudah menutup pintu dengan rapat. Ia hanya tersenyum menatap pantulan dirinya di kaca dan terkekeh. Laki-laki ternyata memiliki penilaian yang buruk ya.

"You said the same thing years ago soal Tama, kali ini ada benernya tapi ya harus hati-hati nggak sih?" Karen bermonolog pada dirinya sendiri sambil terus mengusap wajah menggunakan kapas, membersihkan sisa makeup yang masih menempel di wajahnya.

Ponselnya terus berdering sampai ia melihat nama Dinda yang tertera di caller ID, ia memutar bola mata bosan. Benar kan? Hidupnya nggak akan tenang malam ini.

"Apa, Din?" kalimat pertama yang keluar dari mulut Karen usai men-slide 'answer'.
"Heiii gurllll, how's the date???"
Betul bukan terkaan Karen? Karena sejak ia mengatakan pada Dinda bahwa ia akan pergi dinner dengan Hanif, Dinda seperti cacing kepanasan yang sampai mau datang ke rumah Karen untuk mendadaninya. Tentu saja Karen tolak, toh ini hanya sebuah makan malam, bukan acara bertemu dengan anak presiden.

"Lo tau kan Din, kalau besok kita masih ngampus?"
"Ya iyalah, tapi ceritain dikit dong! Maksud gue ya kemarin-kemarin kan udah cerita juga, tapi kali ini kan beda nggak sih? Ini tuh kayak apology dinner karena dia tuh bertindak kayak asshole pas yang ngga sengaja ketemu para mantan itu" cerocos Dinda.

"Ok, karena udah malem, gua cuma akan bilang he's nice dan sisanya besok"
"What the hell? general amat? Gua mau tau duluan lah daripada Adri dan Haris" protes Dinda.
"Ah nanti gua capek cerita dua kali lahh" protes Karen.
"Huffft yaudah yaudah, see you besok dan harus cerita lengkap ya!"
"Iya Dinda sayang"

...

Pagi hari Karen biasanya dimulai dengan ia masih setengah sadar untuk minum susu yang sudah tersedia di atas meja. Namun, hari ini Karen langsung membuka matanya saat melihat Hanif yang secara tiba-tiba hadir di garasi rumahnya dan sedang asik nyebat dengan Gavin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 12, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Neo Broken Heart ClubWhere stories live. Discover now