21

487 162 17
                                    

CELEBRITY Mall tidak terletak di Kecamatan Mekarjati

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

CELEBRITY Mall tidak terletak di Kecamatan Mekarjati. Gedung itu lebih mendekati pusat kota, bersandingan dengan pencakar langit dan kantor-kantor urban. Masih searah dengan Gang Dua Belas, rombongan Rani dkk. bertolak ke salah satu hiburan modern itu, yang dulunya bekas toserba dan dipugar habis-habisan hingga tampak secantik selebritas. Sepertinya dari situ filosofi namanya diambil.

Bangunan semikaca dipadu botani alami itu menyambut mereka berempat dengan kerumunan medium. Pepohonan kurus nan bergaya di tengah bangku bermosaik ubin menjadi ciri khas mal berkonsep street plaza ini. Pengunjung yang datang sebagian remaja seperti Arun, komunitas seni—fotografi? Videografi? Mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas proyek?—pengemudi ojek daring yang memesankan makanan, juga tamu yang lebih tua, kemungkinan besar untuk membeli barang di outlet langganannya. Meski begitu, mereka masih bisa berjalan nyaman tanpa khawatir seseorang akan memperhatikan wajah tanpa riasan Rani dan Uchi, atau sandal Haris dan kaus Arun.

"Mau ke mana dulu kita?" pimpin Rani. Mereka berhenti di persimpangan outdoor area dan eskalator. "Makan? Udah pada makan belum?"

"Nggak cukup uangnya, Ran," keluh Haris cepat.

"Jajan aja, nggak usah makan berat. Kita bisa makan bareng-bareng di bangku pohon." Rani mengusulkan. "Atau ada ide lain? Gimana, Chi?"

"Gue biasanya lihat perintilan K-Pop di sini, nggak bakalan nyambung sama kalian."

Rani cemberut, tetapi tak lama. Dia tiba-tiba menjentikkan jarinya lantang. "Aku tahu! Karaoke!"

"Suara saya sumbang," sela Arun sebelum yang lain mengemukakan pendapat.

"Ya, nggak masalah! Kita, kan, nyanyi bukan buat audisi, tapi mengeluarkan unek-unek. Nih, Haris aja yang musisi nggak pernah nyanyi."

"Itu karena dia mainin lagu instrumental, Rani."

"Sama aja." Rani berkeras. "Oh! Kalian masih ingat, nggak, waktu kelas sebelas kita pernah beli kebab enak di food court lantai tiga? Kayaknya masih ada, deh. Gimana, mau nggak?"

"Boleh," jawab Uchi.

"Ya, udah," sambung Haris, setelah melihat saldo e-wallet-nya.

Semua mata tertuju pada Arun. Dia tak begitu lapar, tapi dia jelas butuh pengalih. "Oke," tanggapnya.

"Sip!" Rani memberi Arun acungan jempolnya. "Langsung ke eskalator!"

Mereka naik, mencari kios yang dimaksud, kemudian memesan. Samar-samar, pendingin udara di dalam gedung membawa wangi sedap daging dan saus. Perut Arun mengirim sinyal meronta. Benar juga, tadi dia hanya minum bergelas-gelas, bukan makan siang. Dilahapnya kebab sesaat setelah dia menerimanya tanpa menunggu duduk di bangku yang lebih estetis. Usul Rani nyatanya tepat juga.

"Ada yang lapar," bisik Rani keras-keras.

"Yuk, makan di sini aja." Uchi mengambil duduk di bangku besi sebelah Arun.

MemoriografiWhere stories live. Discover now