23

466 151 17
                                    

PAGI hari pasca-lunasnya tugas sebagai kurir, Arun terbangun dari mimpi absurd

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

PAGI hari pasca-lunasnya tugas sebagai kurir, Arun terbangun dari mimpi absurd. Orlin datang menjemput seperti biasa, tetapi tanpa jaket puffer atau motor berstiker, melainkan kaus band metal dan Kawasaki Ninja. Suasananya siang meski langitnya remang. Setelah meletuskan permen karetnya, Orlin mengulurkan tangan.

Maafin saya, Run, katanya. Saya udah bohongin kamu. Nggak seharusnya saya nipu rekan saya sendiri. Tanpa kamu, saya nggak bisa pastiin buketnya sampai ke Ibu Lis.

Arun mundur selangkah. Tangan Orlin masih terjulur.

Kemungkinan City kalah di semifinal UCL nyaris enam puluh tiga persen. Pep Guardiola nggak usah sok jemawa, deh, kalau timnya belum dapat gelar satu pun, lanjutnya.

Haaah??? Entah alam mimpi punya atmosfer atau kedap suara, yang jelas Arun berteriak.

Orlin masih mengoceh. Dasar miskin taktik. Fan kardus. Katanya mau bayar, mana buktinya? Nggak dengerin kata coach, sih. Huhuhuhu.

Yang benar saja—mengapa jadi begini?! Seakan belum cukup, tanah di bawah kaki Arun bergetar serasa liukan ombak yang padat. Arun berpegangan pada pagar, tetapi tiba-tiba besi itu berubah renyah kemudian membuyar seperti kue kastengel yang dipotong dua. Dia maju sedikit untuk meraih batang pohon kenanga, lantas mendengar Orlin berujar lagi—sambil melayang dengan mata bersinar.

Ayo move on. Ayo move on. Ayo move on. Ayo move on. Ayo move on.

Jeritan Arun tercekat sebelum dia membuka mata.

Dikeluarkannya umpatan spontan. Apa-apaan itu tadi? Rambut zig-zag Orlin berkelebat ke segala arah, pupilnya nyaris mengeluarkan laser; gempa bumi yang seperti jeli, juga racauan mirip video yang ditontonnya malam kemarin. Dan rasanya Arun sudah membaca doa sebelum tidur. Lantas mengapa ingatan-ingatannya seolah dimampatkan dalam satu kolase, dipecah lagi, dijahit lagi, lalu diedit dengan bantuan distorted bot? Arun tak percaya pertanda, tapi pasti ada maksudnya secara psikologis. Kelelehan? Stres? Overthinking? Dia memeriksa jam-sudah pukul lima. Apa yang sedang benar-benar dia alami di alam bawah sadar? Hampa? Mengidam? Dendam? Apa?

Argh. Pusing.

Benar-benar kurang kerjaan.

Yang jelas, dia memimpikan Orlin bukan karena merindukannya. Hanya hal menyebalkan yang Tuhan biarkan berkeliaran di mimpi buruk.

 Hanya hal menyebalkan yang Tuhan biarkan berkeliaran di mimpi buruk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MemoriografiWhere stories live. Discover now