secuil harapan. ⚠️

2.3K 95 8
                                    

[ warn : explicit, ambiguous relationship, suicide thoughts, suicide, bareback, implied degrading kink, harshwords. please do not take parts on their irl and if you disturbed kindly leave ]

"What’s your last hope if you’re about to die?"

Sloki gelas diangkat tinggi-tinggi, cairan yang mereka gadang-gadang 'dapat menghilangkan rasa penat' mengalir ke kerongkongan. Lelaki manis dengan wajah setengah memerah itu menoleh ke arah suara barusan, "Pertanyaan macam apa itu?"

"Bukankah kau yang menyuruhku bermain kartu ini tadi?" Seseorang yang duduk di meja bartender menatapnya, tangannya sibuk mengocok set kartu berisi pertanyaan yang memang ada di sana untuk mengisi waktu. Lelaki yang ada di bagian bartender itu terus mengocok kartunya, sebelum ada seseorang yang menyenggolnya hingga hampir terjungkal dari kursinya.

"Lee Jeno! Kenapa kau masih disini? Ini giliran kerjaku, minggir!" Seorang perempuan dengan rambut yang dicat blonde menempati tempat duduk lelaki yang bernama Lee Jeno itu. Jeno mengaduh kesakitan sembari menatap perempuan yang nampak seperti kuman berbahaya di matanya, "Sialan, tidak bisakah kau pelan sedikit, Heejin?!"

"Unfortunately, nope. Wah lihat, siapa ini? Apa dia pacarmu?" Perempuan yang dipanggil Heejin menatap lelaki manis dengan gelas whiskey di tangannya. Alisnya naik turun menggoda, sementara si Lee menampar pelan wajahnya. "Ck! Tahu apa kamu. Minggir, aku akan ke meja lainnya." Jeno mendorong perempuan itu, sementara Heejin meliriknya sebal. Lelaki itu menarik seorang lelaki lain yang keadaannya nampak sedikit tidak baik. Lelaki itu tidak meracau ataupun berbuat aneh, tapi ia hanya diam—mengisi slokinya terus menerus dan itu membuat Jeno khawatir.

"Ssh, kita di sini saja. Taruh gelasmu!" Paksa si Lee sembari merebut gelas itu. Lelaki yang lebih pendek beberapa senti darinya itu terdiam, ia duduk di salah satu kursi yang ditunjuk oleh Jeno, tetapi pandangannya kosong. "Ayo kita lanjutkan main, lupakan saja yang tadi." Jeno mengusap pipi memerah lelaki di depannya itu, lelaki itu tersenyum kecil—sebelum melirik pada set kartu yang tergeletak di meja. Ia mengambilnya, lalu mengacak kartu itu. "Ambillah."

Lelaki itu sempat diam, sebelum tangannya menunjuk Jeno. "Kamu duluan."

Si Lee menghela nafasnya, "Renjun, kau tidak memperhatikanku ya sedari kita masih duduk di tempat awal?" Lelaki yang dipanggil Renjun itu menatapnya, matanya mengerjap bingung. "Memangnya... kamu sudah bermain tadi? Kukira kau hanya membaca salah satu pertanyaan."

Lelaki itu akhirnya mengambil satu kartu, ia membaliknya—membaca isi pertanyaan itu. "Uh, ini kartu yang sama dengan yang tadi." Ujarnya setelah melihat pertanyaannya. "Tidak apa, kan kita belum menjawabnya tadi. Coba bacakan untukku?" Pinta Renjun sembari menangkupkan pipinya pada tangannya sendiri, wajahnya menatap penasaran kartu yang ada di tangan Jeno. Sementara lelaki dengan Marga Lee itu—menatap lelaki di depannya tanpa berkedip. Renjun nampak begitu indah di matanya. Namun dengan segera ia menampar segala suara-suara pujian tentang Renjun yang mengalir bagai air di kepalanya. "What’s your last hope if you’re about to die?"

Renjun tersenyum—entah kenapa itu nampak seperti seringai jahil di mata Lelaki Lee itu. "Before i die?" Ia maju, bibirnya hampir saja menabrak pipi milik Jeno. Ia dapat merasakan pundaknya meremang karena perlakuan yang tiba-tiba itu. "I wanna try to fuck you."

Bisikan itu seperti nyanyian siren pada telinga si Lee, membangkitkan sesuatu yang membara. Huang Renjun dan segala permainan miliknya—selalu sukses membuat Jeno kalah berkali-kali akibat pesonanya. "Kamu benar-benar mabuk." Jeno berusaha mendorong lelaki itu dari depannya—tetapi Renjun justru semakin maju. Lelaki manis yang nampak sober itu mengalungkan lengannya pada leher si Lee. Ia juga berpindah tempat dari yang semula duduk di kursi menjadi setengah duduk di meja.

telaga | noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang