sang jenderal.

1.2K 130 6
                                    

[ warning : major character death, angst, graphic violence, mentions of dismembered body. ]

"Jenderal, sepertinya kita harus mengambil rencana cadangan."

Ucapan sang kaisar langsung membuat yang dipanggil 'Jenderal' itu menoleh, menatap kearah mata dengan sirat marah itu lekat-lekat. "Kerajaan Theanes sudah mengepung beberapa perbatasan kita, jikalau kita melakukan rencana pertama dan kedua itu sama saja bunuh diri." Lanjutnya.

"Hmm," Sang jenderal menggaruk pelipisnya, mengamati konstruksi istana serta peta besar dari kulit domba di hadapannya. "Yang mulia benar, tapi sepertinya kita harus menggabungkan rencana kedua dan cadangan. Karena aku tak sepenuhnya yakin akan presentase keberhasilannya, apakah Yang mulia memiliki saran?"

Sang kaisar berpikir keras, tidak biasanya Jenderal Lee meminta saran langsung dari dirinya. Karena jujur saja, sang Kaisar Raja Ethran sendiri sangat mempercayai Jenderal yang sudah lama mengabdi padanya itu—Lee Jeno. Lelaki itu memiliki daya berpikir yang amat-sangat tak terkalahkan, membawa Kerajaan Ethran pada puncak kulminasi tertinggi. Sang kaisar sebenarnya sedikit terkejut.

"Maafkan aku Yang Mulia Raja. Bukannya diriku lancang meminta anda ikut memikirkan taktik, tetapi... pergerakan mereka sedikit sulit kubaca. Mungkin, Yang Mulia yang pernah berhubungan baik dengan Kerajaan Theanes bisa memberi saran yang baik," Jelas sang Jenderal Lee yang membuat Kaisar Raja mengangguk mengerti. "Itu bukan masalah besar, Jenderal. Tapi menurutku, apakah tidak sebaiknya kita memilih rencana cadangan baru dengan memblokade pusat terlebih dahulu? Biasanya, mereka akan langsung menyerang inti secara sembunyi-sembunyi."

Sang Jenderal mengangguk mengerti. Kerajaan Theanes memang terkenal dengan kelicikannya, menusuk siapa saja tanpa pandang bulu. Lelaki itu mengambil kuas yang sudah ia celupkan pada tinta hitam di meja, mulai menggores kalimat-kalimat serta menandai beberapa bagian pada peta besar itu.

"Hmm, jikalau seperti Yang Mulia katakan tadi—mungkin kita akan memperketat pusat dan juga melancarkan serangan langsung pada batas-batas wilayah. Aku takut mereka mengancam warga-warga juga karena kudengar mereka suka menyandera warga agar kita lengah." Sang Jenderal sibuk mencoret-coret peta, menandai batas-batas wilayah dan juga menggambar beberapa bidak seperti pasukan prajurit. "Saran Yang Mulia Raja sangat membantu saya, terimakasih! Diriku ini mohon pamit untuk berkoordinasi dengan yang lain." Sang Jenderal menunduk; memberikan hormat kepada Tuannya. Raja itu tersenyum, Jenderalnya selalu paling bisa diandalkan!

Setelah Lee Jeno keluar dari ruangan sang Raja, akhirnya ia menghela nafasnya yang terasa berat. Sungguh, ia tak pernah merasa sebingung ini dalam merangkai strategi. Rasanya... seperti ada sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. Ia pun berjalan, menuju posko medis dengan gulungan peta raksasa di tangannya.

"Renjun!" Panggilnya saat melihat seorang lelaki berjongkok di depan posko sembari menancapkan sesuatu di tanah. "Jenderal!" Katanya dengan senyum manis sembari melambai kearahnya, seluruh petugas medis yang ada disana buru-buru melangkah keluar—menunduk pada sang Jenderal dengan rasa hormat sembari melirik pada lelaki manis yang namanya dipanggil tadi.

"Sedang apa kamu?" Tanya sang Jenderal yang ikut berjongkok disebelahnya, lelaki itu—Huang Renjun—menggeser dirinya dari tempatnya semula lalu menunjuk paku besi yang menancap di tanah. "Sedang mengencangkan tali tenda ini! Jenderal, ada apa?" Tanya Renjun sembari menatapnya, lantas orang-orang yang ada di posko pun melenggang pergi—membiarkan dua anak adam itu berdua tanpa diganggu.

Iya, sang Jenderal Lee dan Petugas Medis Huang Renjun memang menjalin sebuah hubungan.

Sudah lama, dan banyak yang tahu soalnya—seperti rahasia umum. Mereka tahu, tapi mereka diam soalnya, meskipun, ada beberapa yang menghina Renjun dan menanyai bagaimana selera Jeno.

telaga | noren Where stories live. Discover now