PROLOG

538 83 189
                                    

Happy reading 🖤

.

Tepat pukul dua dini hari waktu Indonesia bagian barat, seorang gadis remaja ditemukan tak bernyawa di bawah jembatan yang menghubungkan asrama putri SMA Damara dengan pemukiman padat penduduk...

"Berita sampah! SMA Damara cuma dipake buat clickbait. Padahal tuh jelas-jelas jembatan dipake buat umum!" gerutu gadis berambut coklat kemerahan, yang baru saja menaruh potongan mentimun di atas matanya.

Namanya Emily. Gadis itu melempar remot TV pada lantai sedangkan dirinya berbaring di atas sofa.

Penyebab kematian adalah kehilangan banyak darah, dari pergelangan tangan yang ditemukan luka sayatan besar...

"Bunuh diri?" gumam gadis berkacamata di atas ranjang, yang sebelumnya tak menaruh atensi sedikitpun.

Aparat mengesampingkan dugaan bunuh diri, dikarenakan terdapat kondisi patah tulang seperti mempertahankan diri dari sesuatu...

Bagus. Sepertinya, Rayyina mendapatkan jawabannya.

"Diserang?" tanya Rayyina lagi, kali ini gadis bersurai hitam legam yang dikuncir kuda itu melepaskan kacamata belajarnya.

Emily yang mendengar ocehan teman sekamarnya dari arah sofa hanya berdecak dalam posisi rutinan ia perawatan wajah.

Sungguh, kenapa rata-rata anak ambis sangat tinggi tingkat keingintahuannya?

Tim forensik juga mengklaim, bahwa kasus ini adalah pembunuhan yang disamarkan menjadi sebuah kasus bunuh diri.

Ciit..

Decitan pintu kamar mandi menyela tiba-tiba, mengalun sangat lirih, namun sanggup mengejutkan Emily dan Rayyina yang terlalu fokus menonton breaking news di telivisi kamar asrama mereka. Pelakunya, hanya nyengir Pepsodent lalu ikut duduk seraya mengusap rambutnya yang basah dengan handuk.

Dugaan sementara, gadis yang baru berusia 16 tahun tersebut merupa--

Dep..

Layar benda kotak yang tertempel di dinding itu seketika mati. Emily yang melakukannya, bertepatan gadis itu membuang mentimun di matanya ke tong sampah. Kedua temannya tak ambil pusing.

"Dugaan, dugaan, dugaan. Polisi kerjanya ngapain sih?! Jangan-jangan makan gaji buta," sarkas Emily, memilih mengeluarkan ponsel berselancar di sosial media.

Gadis di atas ranjang yang kerap disapa Rayyi ikut membuka suara. "Kalau kaya gitu, mending duit pajak dibalikin lagi ke rakyat buat beli produk skincare. Supaya pada glow up, haha," selorohnya, meski terdengar sumbang di nada akhir.

Hanya keheningan yang merespon beberapa saat. Sampai Emily sanggup meng-like 3 postingan kekasihnya di Instagram, Kalula yang melempar handuknya pada keranjang baju kotor, sebelum ledakan tawa menggaung ke seisi kamar tiga penghuni itu. Memantul pada setiap sisi dindingnya yang kedap suara.

Dark joke yang mereka sukai.

Ya... mereka adalah roommate. Emily, Kalula dan Rayyina. Primadona SMA Damara, yang dipersatukan kamar yang mereka namai "the rose room" itu selama dua tahun.

Jika bertanya apa program asrama di Damara adalah hal wajib, maka jawabannya tidak. Dan tentunya, ada alasan mengapa ketiga gadis generasi Z itu memilih tinggal meski harus rela mengikuti peraturan yang lumayan ketat.

Mungkin terlalu dini memberitahu. Bahwa Kalula Chandani mempunyai banyak rumah untuk ia singgahi, Emily Delaney yang tak pernah tahu apa itu rumah, atau Rayyina Rowan, yang mempunyai semua kehangatan dalam rumah, tapi tak pernah merasakan kebebasan.

Dan jalan tengah yang ketiganya ambil... tinggal bersama di tengah perbedaan mereka di dalam gedung yang di isi ratusan manusia itu. Entah apa alasan orang lain juga tinggal. Tapi ketiganya yakin, ada banyak yang seperti mereka, atau mungkin lebih parah, hanya saja tersamarkan.

Ketiga sahabat itu baru bisa berhenti tertawa sesaat setelah sebuah ketukan terdengar dari arah luar, dengan ritme yang lama-kelamaan menjadi sebuah gedoran brutal.

Tok tok tok tok...

"Sebentar elah!!" teriak Emily, yang sebenarnya malas beranjak dari posisinya.

Namun melihat Kalula yang menyalakan hairdryer dan Rayyina yang berpura-pura memejamkan mata, membuat Emily yang tengah perawatan itu melepas rol rambutnya kasar lantas berjalan malas ke arah pintu.

Pandangan pertama yang gadis berambut kemerahan itu lihat setelah menarik gagang kayu coklat itu...

Plak..

Seorang gadis seusianya yang sangat sopan melayangkan tamparan keras, sampai dirinya termundur menubruk tembok.

Benar-benar nyaring suara tangan yang bertamu pada pipi Emily tersebut, sampai hairdryer Kalula di dalam kamar saja bisa ditembus. Dan tak ingin melebihkan, namun beberapa kepala juga menyembul keluar dari berbagai deretan pintu di samping dan depan kamar 15, kamar Emily dan dua sahabatnya.

Bisa dibayangkan seberapa kuat tangan dengan dua cincin di jemari itu menyambar pipi mulus Emily yang baru saja perawatan wajah. Denyut panasnya sanggup membangkitkan adrenalin Emily, sampai sebuah gambaran muncul dirinya yang lain membenturkan kepala gadis di depannya berulang kali ke tembok.

Sayangnya, Emily tak bisa melakukan itu secara langsung.

"Jalang murahan! Bisa-bisanya lo tidur sama cowok gue! You're such a bad BIT*H!"

.

Tbc

.

⚠️ PENTING ⚠️

Holla, dengan aku (gue) ah terserah lah, di lapak coklat ini:)

Kembali dengan cerita ketiga. And, sesuai deskripsi cerita ya, aku udah kasih trigger warning di sana. Semoga kalian baca!

So.. aku kasih himbauan mulai dari awal, kalau nanti malah disturbing atau buat kalian gak nyaman (karena pasti bakal banyak hal toxic) mending go away bestie (pake nada Elsa projen) mungkin ceritaku bukan ranah baca kalian!

Happy reading Bab 1

Class Is OverWhere stories live. Discover now