08. Cyber bullying

142 51 198
                                    


Happy reading 🖤

.

Gadis bersurai coklat kemerahan itu membasuh tangan mulusnya di air wastafel yang mengalir. Sesekali melirik pantulan wajah ayunya di cermin, Emily mengibaskan tangan sebelum menarik tisu yang menggantung di dekat dinding.

Masih anteng dengan posisinya, Emy hanya melirik sekilas sebuah notifikasi yang berdering di ponsel saku dadanya lewat bayangan kaca. Terlalu monoton, sudah ia duga, kekasih diam-diam nya memang hanya bisa meminta maaf tapi tak pernah berniat untuk berubah.

Samar-samar Emily merasa sebuah rintihan lirih dari salah satu bilik toilet di belakangnya. Namun terlalu kacau yang ia pikirkan, gadis itu meneruskan aktivitasnya dengan dongkol sembari menguncir rambut untuk persiapan kelas di laboratorium.

Lelah. Hanya itu yang ingin Emy teriakan lantang. Nyatanya ia pengecut, atau terlalu terbutakan cinta itu beda tipis, kan?

Brak..

Sebuah bantingan pintu membuat Emy terperanjat hampir saja meloloskan umpatan kasar dari bibir ranumnya. Namun saat menilik sosok pelaku lewat cermin, Emy memutar matanya jengah tak menggubris tiga gadis yang baru saja masuk dengan brutal tersebut.

Salah satunya yang berambut curly sempat menepuk pundak Emily dari belakang. Hanya sebatas itu, tanpa respon aktif dari Emy lantas gadis bernama Alexa tersebut melanjutkan tujuannya ke salah satu bilik toilet paling pojok--asal suara rintihan sebelumnya.

Tak berselang lama, sebuah teriakan akhirnya terdengar merambat pada setiap dinding putih toilet siswa. Sanggup mengeluarkan beberapa kepala manusia dari berbagai bilik, ngacir keluar.

"Udah gue bilang, gak usah cari muka, jal*ng!"

Suara pekikan kasar menerobos pendengaran Emily yang hampir saja beranjak dari tempatnya. Menoleh pada sang sumber, si rambut kemerahan itu hanya berdecak sebal menyaksikan pemandangan familiar dari tiga gadis beberapa waktu lalu tengah melingkari satu gadis yang sudah bersimpuh di bawah mereka.

Cukup mengenaskan, karena gadis yang dirundung bak orang gila dengan kondisi basah kuyup serta rambut yang berantakan, ditambah beberapa kancing dari seragamnya yang terbuka. Tak ketinggalan, wajah bengkak lengkap dengan coretan lipstik diiringi air mata yang tak hentinya terkucur.

Emily mengeluarkan ponselnya--bukan karena aktivitas menjijikkan di pojok toilet--melainkan membalas notifikasi yang masuk dari nomor sahabatnya, Rayyina.

Suasana hatinya sedang kacau hari ini.

Sementara di sisi yang lain, Alexa, si gadis rambut curly, terlampau menikmati penderitaan bahan bullyannya yang sudah lemah tak berdaya. Di tangannya mencengkeram satu gayung berisi air penuh, mengguyurnya penuh irama pada mainannya yang terus menerus membungkuk memohon belas kasihan. Bahkan tak tanggung-tanggung, kedua tangan yang dirundung sampai mengusap-usap ujung sepatu yang dikenakan Alexa.

Semua manusia sama, yang membedakan hanya hatinya. Mungkin itu yang membuat gadis modis seperti Alexa dan dua temannya yang sibuk merekam serta tertawa di sisi yang lain bahkan tak peduli, dengan keberadaan Emily sedari tadi.

Gadis bernama Shiren yang pertama kali sadar akhirnya mematikan ponsel, menendang kaki Alexa yang terlalu asik cekikikan, sontak semua atensi termasuk gadis yang bersimpuh di lantai juga teralihkan.

Class Is OverWhere stories live. Discover now