06. Kertas meja duka

146 59 137
                                    


Happy reading 🖤

.

Terhitung baru 48 jam lelaki jangkung yang saat ini tengah menatap bagan kepengurusan OSIS sekolah barunya, atau yang lebih tepat sekolah tempat pertukaran pelajarnya, di depan Mading kaca saksama.

Tak jarang, Bumi menyahuti berbagai sapaan murid perempuan yang memang berusaha mencuri atensinya sedari kemarin ia masuk ke kelas baru. 12 IPA-1. Bukannya sombong, tapi perlu kalian tahu--sekedar informasi--bahwa Bumi juga termasuk populer di sekolahnya yang asli.

Jika perawakan tubuh yang proporsional sudah bukan rahasia lagi menjadi daya tarik dirinya. Maka Bumi akan menawarkan sesuatu yang lebih dahsyat, selain senyuman ramah yang tak pernah luntur ia sematkan setiap berjalan.

Ingin tahu? Sayangnya rahasia.

"Mara... gue kangen..."

Sebuah gumaman lirih berhasil menerobos pendengaran Bumi dari sisi kiri padahal telinga kanannya tengah asik mencuri dengar keributan di ujung koridor. Entah ada apa, tapi teman sekelasnya bilang princess Damara tengah berada di lantai ini.

Sejenak Bumi tak indahkan, suara yang berangsur-angsur menjadi isak tangis seorang perempuan dari sebuah meja duka yang dipenuhi tangkai bunga serta berbagai tulisan bela sungkawa. Ia lebih tertarik pada sosok Princess yang dimaksud teman sekelasnya, tengah beradu bacot di ujung koridor.

"Andai gue dengerin lo hari itu, Mar. Apa lo masih hidup? Mara..."

Tidak. Tak bisa diabaikan. Nyatanya, sekeras apa telinga Bumi masih mencoba menangkap suara melengking dari gadis di ujung koridor di tengah keramaian. Kaki-kakinya berkata lain malah berjalan menghampiri meja duka di depan tetangga kelasnya.

Seorang gadis dengan tanda kelas 11 di lengan seragam yang tak dibalut almamater Damara baru saja menempelkan secarik kertas putih pada dinding peringatan. Sempat bersitatap dengan Bumi sejenak, gadis tersebut buru-buru menunduk mengusap kasar air matanya lalu berlari pergi memasuki kelas.

Bumi yang terheran-heran mendongak membaca tanda bahwa kelas di samping kelasnya adalah 11 IPA-5. Apa ia berpenampilan salah pagi ini? Padahal tak ada satu gadis pun yang bisa mengabaikan pesona si murid pertukaran ini.

Tidak, Bumi tak salah, mata gadis itu yang bermasalah.

Mengabaikan sang adik kelas, Bumi baru sadar ia belum pernah sekalipun mengucapkan bela sungkawa pada mendiang Tamara. Meski tak saling mengenal, dilihat dari setiap meja duka dan bisik-bisik teman sekelasnya, Bumi menangkap bahwa sosok Tamara mungkin seorang murid populer di angkatan. Jujur, dari foto saja gadis itu terlihat cantik.

Bumi lantas mengeluarkan sticky notes yang biasa ia bawa di saku jas untuk keperluan pelajaran ke meja duka. Mengambil pulpen di saku dadanya, lelaki itu membungkuk sebelum sebuah suara dari arah belakang berhasil menghentikan ujung tintanya menarikan saru huruf.

"Kalula makin lama boleh juga tuh. Gak kalah gede sama Shiren. Bro, gimana rasanya... lo udah pernah coba, kan?"

Entah apa maksud kalimat itu. Terucap enteng dari lelaki berbibir hitam yang tengah bersandar di kusen pintu kelas seberang Bumi. Namun berhasil membuat kertas dalam tangan Bumi teremas kuat, sampai lelaki itu lupa tujuan awalnya menuliskan kalimat bela sungkawa.

Class Is OverWhere stories live. Discover now