05. Take Me Out

164 60 189
                                    


Happy reading 🖤

.

Pemikiran liar Kalula masih berlayar pada secuil adegan dirinya dengan sahabat 10 tahunnya, Gibran, malam tadi di dalam mobil. Sebuah kecupan singkat, dan pengakuan rasa yang menurut Kalula akan sangat mustahil ia dengar, bahkan ratusan tahun ia dan lelaki keras kepala itu bersahabat.

Namun harus Kalula tepis jauh-jauh sekarang. Karena pada faktanya, jika Kalula tak ingat ada label "sahabat" dan situasi pemuda itu telah terlibat dengan dua hati---salah satunya dengan teman sekamarnya---mungkin saja Kalula bisa lepas kendali dengan membalas ciuman itu menjadi semakin panjang dan berujung tak ada lagi sekat "sahabat" antara ia dan Gibran hari ini.

Ada berbagai alasan, benar-benar banyak. Kenapa Kalula tak pernah sedetik pun melirik Gibran sebagai laki-laki biasa yang bisa ia dekati seperti lelaki lain di deretan mantan pacarnya. Salah satunya, adalah 10 tahun yang membuat perasaan romantis itu hilang menjadi sebuah ikatan khawatir antara adik dan kakaknya.

Mungkin pernah. Namun terlalu sering Kalula menyangkalnya membuat perasaan itu benar-benar lenyap barang secuil pun tak ada lagi yang tersisa. Puncaknya... saat pemuda dengan nama kontak "Pangeran" dalam ponsel Lula itu mengumumkan akan menerima perjodohan dengan anak rekan bisnis ayahnya yang sama sekali tak ia cinta.

Kalula tak cemburu, mati-matian gadis itu meyakinkan dirinya sendiri, ia tak pernah cemburu. Bahkan memperkenalkan Emily, teman sekamarnya dengan lelaki itu adalah ide Lula, tulus tanpa ada pemaksaan apalagi keterpaksaan.

Tapi kenapa hari ini... setiap ucapan lelaki di mobil malam tadi, benar-benar membawa sisa kewarasan Kalula ikut lenyap seiring langkah pemuda itu memasuki asramanya tanpa mengucap sepatah kata lanjutan pada ia, yang masih bergeming meremas setir mobil.

"Gue pasti gila bentar lagi," gumam gadis itu, seraya memijit pelipis di depan meja duka.

Dan di sini Kalula sekarang. Lagi dan lagi menyia-nyiakan jam makan siang untuk hal tak menguntungkan dengan bertamu pada setiap meja duka Tamara Sofiya, yang kabarnya akan di singkirkan pulang sekolah nanti.

Bedanya, hari ini Kalula ada di lantai tiga, setelah hari kemarin selesai menyisir 20 meja duka di lantai satu dan dua. Mau atau tidak---meski sebenarnya Lula sendiri tak tahu apa yang tengah ia cari---gadis yang hari ini menata poni itu harus selesai sampai meja duka lantai lima.

Mari singkirkan sejenak tentang Gibran. Meski sekelebatan samar pemuda itu masih menghantui Lula sampai mimpi buruknya, namun mendengar ocehan Emily sebelum tidur mengenai lelaki yang katanya akan memberi kepastian hubungan mereka itu, seolah menyihir Kalula untuk tetap diam. Seperti biasanya, tak ada apa pun antara ia dengan Gibran.

Tak ada! Dan tak akan pernah ada.

"Kalula Chandani!"

Sang pemilik nama sontak berbalik refleks di tengah posisinya yang membungkuk memandang lembaran kertas yang tertempel di sekitaran foto Tamara. Dan saat itulah, sebuah tatapan sinis berhasil Kalula dapat dari gadis yang memanggilnya dengan congkak, melipat tangan di depan dadanya yang besar.

Tak ingin berpikiran jorok, tapi Lula yakin gadis bernama Shiren itu menghabiskan puluhan juta untuk dua aset berharganya.

"Baru kali ini gue liat lo di koridor lantai tiga. Ada apa gerangan, princess?"

Shiren mengambil beberapa helai rambut depan Lula yang menggantung sampai bahu. Memilinnya dengan jemari berhias kutek merah, Shiren mendekatkan wajahnya sedikit menunduk karena posisi Kalula yang kalah tinggi.

Class Is OverWhere stories live. Discover now