02. Kalula Chandani

221 66 236
                                    


Happy reading 🖤

.

Gadis bersurai sebahu itu baru saja melepaskan ikat rambutnya lantas juga melepas jas navy dengan logo kebesaran Damara di saku dadanya.

Dia Kalula, menyampirkan jas wajib di saat bersekolah itu di tangan kiri sedangkan tangan satunya meletakkan setangkai mawar putih di atas meja.

Jika kalian bertanya meja apa itu, maka jawabannya adalah meja peringatan kematian satu Minggu salah satu siswi yang bahkan Lula sendiri tak pernah tahu rupanya, namun sanggup membawa rasio ketenaran sekolah Damara melambung tinggi.

Tamara Sofiya. Kini, hanya membayangkan namanya saja sanggup membuat gadis 17 tahun itu sempoyongan.

Kenapa? Pertanyaan yang sama. Bahkan Kalula sendiri tengah mencari jawabannya sekarang, yang membuat dirinya berdiri ikut menempelkan tulisan bela sungkawa di dinding khusus peringatan kematian Tamara, yang sudah disiapkan di berbagai sudut SMA Damara.

Kalula menghela napas ringan. Menunduk sejenak mencoba tak acuh, seperti hari-hari sebelumnya ia bertingkah seolah tak peduli bahkan tak memberikan atensi secuil pun pada kasus yang saat ini masih dalam masa penyeledikan itu.

Entah kapan akan berakhir. Nyatanya yang ditetapkan "tersangka" masih dalam pengejaran.

Fiuh..

"Permisi!"

Sebuah tepukan kecil menyentuh bahu Kalula dari arah samping. Membuat gadis itu mendongak, mengerjapkan matanya beberapa kali pada sosok jangkung yang harus ia akui, cukup membuatnya membeku karena proporsi badannya hanya sampai pada dada pemuda tersebut.

Pemuda, ya... orang yang mengucapkan "permisi" barusan adalah seorang laki-laki. Dan bukan hal asing bagi Kalula, bahkan dalam sehari bisa lebih dari tujuh cowok yang sok akrab dengan dirinya.

"Hmm," gumam gadis yang sering dipanggil Lula itu malas, kembali memandang foto polaroid Tamara yang tertempel pada dinding.

"Sebenarnya... gue... eh, maksudnya, aku, mau minta tolong," jawab lelaki berponi ikal itu terbata. Mungkin canggung, lelaki tersebut menggigit bibirnya sejenak.

"Minta tolong apa?" tanya Lula ketus.

Lelaki yang juga menyampirkan jas navy di bahu kiri itu menghela napas lembut. Tersenyum kecil. "Ruang Guru di lantai mana? Maksud aku, di mana? Soalnya... udah dua kali ini bolak-balik belum juga--"

"Lo gak tanya anak lain?" serobot Kalula. Gadis itu dengan angkuh menunjuk ke arah segerombolan manusia yang tengah bermain futsal di lapangan. Lantas merotasi penglihatannya lagi pada manusia-manusia lain yang lebih dari kata "banyak", berlalu lalang di sekitarnya.

"Udah tadi. Cuma, malah disasarin sampe toilet cewek," sahut si lelaki lirih.

Kalula yang memang mempunyai selera humor rendahan tak kuasa menahan kikikannya lagi. Berakhir dengan ia yang tertawa lepas sembari memegangi perut dan menepuk dada lelaki di hadapannya berulang kali tanpa sadar.

"Oke oke..." Kalula menghentikan tawa renyahnya setelah dirasa lelaki jangkung dengan andeng-andeng kecil di sudut bibir itu bergeming menggaruk pelipisnya. Oke, ini adalah kesan memalukan di pertemuan pertama.

Class Is Overحيث تعيش القصص. اكتشف الآن