MUNCULNYA NYAI MUTIK

9.6K 1K 20
                                    


Anggara kini bagai si Ande-Ande Lumut. Banyak sekali perempuan yang menginginkannya. Rumor ketampanannya dengan cepat menyebar keseluruh pelosok desa Kalimas. 

Anggara tidak terbuai, dirinya datang ke desa Kalimas bukan untuk mencari kekasihnya seperti si Ande-ande Lumut yang mencari Klenting Kuning. Dirinya datang ke desa Kalimas dengan misi peninggalan dari kakek buyutnya yang sangat penting.

" Pertama aku harus membereskan masalah masjid tiban. Ada yang aneh disana"

Anggara terus berfikir sambil menyesap teh hangat diruang tamu rumahnya.

Pikirannya sedang sibuk memikirkan apa dan bagaimana yang sebaiknya dia lakukan.

Ijin sudah dirinya dapatkan dari pak Purnomo selaku kepala desa. Juga ijin dari beberapa sesepuh desa kalimas juga sudah dirinya dapatkan walaupun harus dengan negosiasi yang sedikit alot. Para sesepuh ngotot agar adat istiadat yang ada di desa tidak boleh diubah. Anggara menyetujuhi asal tidak ada unsur syirik didalamnya.

Awalnya para sesepuh desa ingin mengusir Anggara karena melarang warga menggunakan sesajen, menyan dan sebagainya. Namun dengan kepintaran yang dimilikinya, kini perlahan Anggara mampu menggeser segala hal kegiatan yang berbau sirik, diganti dengan sholawatan dan pembacaan ayat-ayat suci Al-quran yang dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai dengan suasana Jawa tanpa mengambil unsur syirik sedikitpun.

Terhitung sudah 6 bulan Anggara disini. Adzan kembali dikumandangkan, sholat kembali didirikan. Namun bukan di masjid tiban. Anggara mendirikan sebuah langgar sederhana disebelah masjid tiban. 

Entah mengapa jika ada yang masuk ke halaman masjid tiban, seekor ular welang seukuran bambu wulung dengan panjang 3 meter selalu melingkar dihalaman masjid. Sehingga warga pun takut untuk adzan maupun sholat didalam masjid tiban.

Anehnya jika Anggara yang datang, ular tersebut hilang entah kemana. Jika Anggara datang dengan warga maka akan muncul ular welang kecil yang berjumlah puluhan ekor di halaman masjid.

" Baiklah!"

Anggara berdiri, lalu melangkah keluar rumah untuk pergi ke masjid tiban.

" Mas Anggara! Kangmas mau kemana?"

Terlihat Lastri yang memanggilnya dengan suara yang dibuat manja menyapa Anggara. Lastri hanya memakai kemben sehingga bahu mulusnya terlihat jelas. Perlahan Lastri mendekati Anggara. Tangannya menenteng rantang berisi makanan.

" Ini dari biyung kangmas"

Lastri menyodorkan apa yang dia bawa, Anggara menerimanya dengan sungkan.

" Tunggulah sebentar, jangan ikut masuk kerumah. Aku ada sesuatu untukmu!"

Lastri yang bahagia menurut saja, membiarkan Anggara masuk kembali kedalam rumahnya.

" Ini rantangnya Lastri, bilang ke biyungmu terima kasih"

Lastri menerima kembali rantangnya yang telah kosong. Dirinya masih berdiri, menunggu kira-kira apa yang akan diberikan Anggara untuknya.

Sreeeeeekk.....

Anggara membuka selembar selendang hijau muda yang lebar dan tebal lalu menaruhnya dikepala Lastri sehingga terjulur menutupi rambut, bahu, dan dadanya yang terbuka.

" Jika kau menemuiku pakailah!"

Lastri tersentak, apa ini? Dirinya bagai lontong yang ditutupi oleh daun pisang. Lastri bukannya senang justru memasang wajah cemberut. Belum sempat dirinya menolak, Anggara sudah berpamitan pergi sambil mengucap salam.

Anggara adalah lelaki normal yang pasti tergoda dengan indahnya tubuh gadis muda seperti Lastri. Jika bukan karena pertolongan dari Allah Swt dirinya pasti telah terjerumus dalam dosa goda wanita karena setiap hari pengelihatannya disuguhi pesona moleknya tubuh perawan.

Terlebih kini pikiran Anggara sedikit banyak terganggu oleh bayangan perempuan muda yang tanpa sengaja dia temui dipinggir sungai tempo hari.

" Sumirah!"

Tanpa sadar Anggara menyebut namanya. Buru-buru sesaat dirinya tersadar Anggara menggelengkan kepalanya, memegang dadanya yang berdegub kencang dan beristigfar.

Anggara sudah memasuki masjid tiban. Salah satu keanehan yang terjadi ditempat ini adalah masjid yang selalu bersih. Padahal tak ada satupun warga yang berani masuk untuk membersihkannya.

Anggara duduk bersila didalam masjid sambil memejamkan matanya. Ini kesekian kalinya Anggara duduk berdoa didalam masjid, dan tak ada hal apapun yang terjadi.

Tapi nampaknya hari ini akan berbeda. Saat Anggara tengah sibuk berdzikir dengan tasbihnya tiba-tiba angin dingin berhembus kencang. Tak berapa lama Anggara merasakan seseorang berdiri dibelakangnya.

" Jangan menoleh ke belakang!"

Terdengar suara perempuan menghentikan gerakan Anggara yang ingin membalikkan badannya.

" Kenapa kau datang ke rumahku?"

Suara perempuan itu terdengar kembali.

" Ini bukan rumahmu, tapi rumah Allah. Sang pemilik langit, bumi dan seisinya."

Sssssst......ssst....sssst...

Sssssst......ssst....sssst...

Anggara mendengar suara desisan ular. Namun dirinya tak takut sama sekali, dirinya justru semakin cepat menyebut asma Allah.

" Apa maumu!"

Kembali suara perempuan tersebut terdengar kini dengan suara sedikit bergetar.

" Lepaskan masjid ini! Biarkan hamba Allah yang mengisinya dengan menyebut asma-Nya dan mengisinya dengan ayat-ayat suci Al-qur'an!"

" Mimpi kau! Jangan harap! Tempat ini sudah 200 tahun menjadi milikku. Kau bocah bau kencur berani-beraninya mengusirku. Mati kau!"

Tangan perempuan itu mencengkeram bahu Anggara yang langung ditepis olehnya.

" Kurang ajar kau!"

Anggara berdiri dengan posisi masih membelakangi si perempuan.

" Aku diberi amanah untuk menjaga masjid ini. Tidak bisakah kita berbicara baik-baik?"

" Hemph....! Tak ada yang perlu dibicarakan. Kau pergi saja dari sini! Tempat ini milikku!"

Lagi si perempuan menyerang, namun tangannya dicekal oleh seorang kakek tua yang ditemui oleh Anggara tempo hari. 

Sang kakek berada tepat dihadapan Anggara, tangannya terulur mencekal tangan perempuan yang hendak mencekik Anggara dari belakang"

" Ingat perjanjian kita! Jangan kotori tempat ini. Bagianmu diluar masjid! Jika ingin bertarung carilah tempat yang lain. Mutik!"

SUSUK TERATAI PUTIH ( Tersedia Bentuk Novel)Where stories live. Discover now