PERTEMPURAN DUA SAUDARA

6.9K 743 49
                                    

SUSUK TERATAI-2
BAB-23
PERTEMPURAN DUA SAUDARA

"Siap nanti dhawuh Kanjeng Ratu. "

Segera Sumirah dan nyai Mutik saling berhadapan, mereka memiliki alasan masing-masing kenapa tetap melanjutkan pertarungan ini.

Sang ratu penguasa Rawang Ireng tersenyum puas melihatnya nyai Mutik dan Sumirah akan bertarung.

" Naaah, siapa yang akan tetap bertahan, menjadi dayang abadi ku. Bertarunglah kalian berdua, sampai salah satu diantara kalian berdua mati. Maka yang masih hidup dialah yang akan memiliki Masjid Tiban."
Ssssssst...... Sssssst..... Sssst...

" Maafkan aku Sumirah, aku terpaksa harus membunuhmu! "

" Ckckck, jangan terlalu percaya diri nyai Mutik. Kau sudah terlalu tua untuk bertanding melawan ku, matilah kau! "

"Waktumu tak sampai 100 hari lagi  Sumirah, minta maaf lah padaku. Maka akan aku urungkan niatku untuk mencabut nyawamu. Selamanya Masjid Tiban akan menjadi milikku. Tak akan aku serahkan padamu. Apapun alasannya itu. "

Sumirah menarik tangannya yang sedari tadi sibuk memberikan serangan demi serangan namun selalu dapat ditangkis lawannya itu.

"Aku sudah lama mati nyai Mutik, kau paham betul itu. Sejak pertama kali aku menginjakkan kaki ke Rawa Ireng aku sesungguhnya memang sudah mati, hatiku sudah mati. Namun setidaknya kali ini kematianku yang kesekian kalinya ini karena berjuang untuk membalas dendam kepada Anggara. Aku akan mati sebagai Sumirah, namun akan hidup lagi sebagai Fatimah!"

Nyai Mutik dan Sumirah dengan mata ular mereka saling beradu pandang.

Wuuuush.....

Angin berhembus dengan kencangnya, danau jelmaan Rawa Ireng yang biasanya tenang pun kini tampak riak airnya.

Huuk...
Huuk...
Huuk...

Burung hantu bertengger, mata mereka yang bulat menatap tajam ke arah pertempuran dua perempuan cantik yang sama-sama telah menggadaikan hati dan iman mereka kepada penguasa Rawa Ireng. Para penghuni Rawa Ireng juga sudah sejak tadi berkumpul menyaksikan kedua manusia yang saling beradu ilmu.

"Mati kau..! "
"Mati kau..! "

Sumirah dan nyai Mutik sama-sama berlari kearah lawan mereka tanpa ragu.

Tangan mereka saling menangkis serangan masing-masing. Saling pukul, dan menghujamkan serangan demi serangan agar mereka tak kalah. Mereka tak peduli jika salah satu dari mereka mati, yang penting mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Saling menangkis serangan dan mencari celah agar bisa menyerang balik.

Sssssst.... Sssssst....Sssssst....
Sssssst.... Sssssst....Sssssst....

Lidah bercabang nyai Mutik dan Sumirah saling menjulur. Detik  kemudian mereka berubah ke wujud ular siluman. Yang satu menjadi ular welang sementara yang satunya lagi menjadi ular hijau dengan kepala dan ujung ekornya yang runcing berwarna merah.

Duuuuuarr...
Bruuught....
Gedebuugh....

Terdengar suara yang amat keras yang berasal dari kepala ular yang saling membentur. Ekor yang saling melilit. Serta gigi taring yang saling menancap ke tubuh lawan mereka masing-masing. Tak lupa bisa beracun mereka pun masing-masing  disemburkan ke arah lawannya.
Ini adalah sebuah pertempuran yang sangat mengerikan.
Begitu mengerikannya pertarungan nyai Mutik dan Sumirah, sampai-sampai penghuni Rawa Ireng yang tadi menonton lari tunggang- langgang karena takut terkena imbas dari serangan mereka berdua.

"Aaah, indahnya.! Sssssst.... Sssssst....Sssssst.... "

Ratu Lintang Pethak menjulurkan lidah bercabang nya karena begitu bersemangat menyaksikan Sumirah dan nyai Mutik yang saling menyerang, saling melilit, saling menggigit bahkan berusaha saling membunuh tanpa ragu.

Dduuuuaaar....
Gedebuugh.......

Ular welang jelmaan nyai Mutik terpental lalu kembali ke wujud manusianya dalam posisi terduduk sambil memegangi dadanya.

" Ohooook....! "

Nyai Mutik memuntahkan darah. Sumirah yang berubah kembali menjadi manusia turun perlahan dari udara, menginjakkan kakinya di atas tanah dengan Anggun.

"Matilah! "

Sumirah berkata dengan wajah datar, hatinya benar-benar telah menjadi iblis.
Nyai mutik yang sudah tak berdaya tersenyum, kemudian tertawa keras.

"Hahahahaha, jadi ini akhir dari hidupku. Akhirnya aku akan menyusulmu, kangmas Parman! "

Sumirah sudah berdiri tepat di hadapan wanita cantik berusia ratusan tahun yang terduduk lemas di atas tanah tersebut. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi, bersiap menancapkan ujung runcing tusuk konde hijau miliknya.

Nyai Mutik menutup matanya.

Jleebb.....

Sekali gerakan Sumirah menancapkan ujung tusuk konde yang dia pegang tepat di ubun-ubun nyai Mutik. Air mata Sumirah leleh, menetes deras turun ke pipinya. Baginya nyai Mutik adalah kakak perempuan yang begitu perhatian kepadanya. Dirinya tak mungkin menghentikan pertempuran ini, karena ini perintah langsung dari ratu junjungan mereka. Nyai Mutik sendiri paham akan hal itu. Perintah sang ratu tak bisa ditolak. Salah satu dari mereka harus mati. Jika tidak mau bertarung maka mereka berdua lah yang mati.

Wuuuush....

Tubuh nyai Mutik berubah menjadi abu. Seluruh penghuni Rawa Ireng yang menyaksikan pertempuran dua anak manusia ini menundukkan kepala mereka. Memberikan penghormatan terakhir kepada perempuan cantik yang telah berusia lebih dari 200 tahun itu.

Siiiiiiiiiiiiing......

Tiba-tiba muncul sebuah mutiara berwarna emas bersinar dari tumpukan abu jasad nyai Mutik dan terbang ke arah genggaman sang ratu. Saat sang ratu menyentuhnya, mutiara itu berubah menjadi setangkai bunga teratai putih lengkap dengan daun lebarnya.

Tap.... Tap... Tap....

Ratu Lintang petak berjalan perlahan ke arah danau, lalu perlahan duduk dan melarung bunga teratai putih dari sukma nyai Mutik.

"Tugasmu sudah selesai Mutik, waktunya kau beristirahat. Tunggu aku di neraka! "
*****

Cerita Lengkap di KARYAKARSA. TERIMA KASIH🙏💕

SUSUK TERATAI PUTIH ( Tersedia Bentuk Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang