5: Makan Malam

1K 243 56
                                    

Demi bisa pulang.

Zoey mengepalkan tangannya kuat-kuat di depan pintu Ruang Makan. Agar bisa bicara baik-baik dengan Kaisar, dia harus bersikap ramah supaya tidak membuat suasana hatinya semakin buruk. Gadis itu menelan ludah, teringat pada bercak darah yang menodai jubah dan wajahnya. Nyali Zoey mendadak menciut. Dia ingin mengangkat dagu dan bisa melawan sang Kaisar. Dia ingin menjadi seberani wanita-wanita yang menjadi ikon feminisme di Greden. Di Perserikatan Negara, karakter utama perempuan dalam buku fiksi selalu berhasil membuat laki-laki arogan jatuh bertekuk lutut di hadapannya. Zoey bersumpah demi tuhan, dia juga ingin melakukan itu. Namun semangat feminisme yang selalu disandangnya bagai senjata itu tiba-tiba lenyap. Persetan membuat sang Kaisar takluk, dia bahkan tidak tahu apakah bisa keluar dari ruangan ini hidup-hidup.

"Pasti ada cara," gumam Zoey.

Masa bodoh dengan keberanian. Gadis itu akan mencari cara pengecut agar bisa keluar dari situasi ini.

Bicara dengan Kaisar bukan cara pengecut, Zoey menyanggah dirinya sendiri. Ingin menangis. Malah, dia berpikir para tokoh feminisme di Greden akan sangat bangga padanya karena berani mencari mati.

"Selir sudah tiba di Ruang Makan!" Prajurit yang berdiri di depan pintu mengumumkan kedatangannya. Kemudian, suara seorang wanita menyahut dari dalam, mengizinkannya masuk.

"Yang Mulia." Maia menahan pergelangan tangannya. Maia mencondongkan tubuh, berbisik sangat pelan di telinga Zoey. "Saya mengatakan ini karena saya berasumsi Anda kehilangan ingatan Anda. Tolong jangan melakukan hal yang bisa membuat raja marah lagi. Saya mendengar dari pelayan yang ikut pergi bersama raja, suasana hatinya sangat buruk hari ini. Yang Mulia Ellusiant ... Beliau mampu memanipulasi ilusi. Dulu, beliau pernah membuat orang yang menyinggung perasaannya menusuk dirinya sendiri dengan tongkat besi. Hanya dengan ilusi."

Zoey terperangah ngeri mendengar cerita Maia. Dia menoleh ke arah wanita itu dengan cemas. Maia memberikannya senyuman lembut seraya mengangguk. "Saya akan selalu berada di pihak Yang Mulia. Karena itu hati saya ikut sakit setiap kali orang-orang di istana ini merendahkan Anda, atau ketika Anda dihukum di penjara. Saya ... tidak mau itu terjadi lagi. Jadi saya menyarankan Anda untuk menahan diri daripada terlibat masalah lagi."

"Aku mengerti." Zoey mengangguk.

Oh, dia sangat mengerti. Hal terakhir yang diinginkannya adalah disihir oleh seorang raja gila untuk menusuk dirinya sendiri dengan besi.

"Itu ... Yang Mulia. Juga jangan mengungkit soal Perserikatan Negara." Mia menambahkan.

Ekspresi Zoey berubah muram. Padahal, itulah tujuan utamanya kini. Untuk bisa bicara dengan Kaisar agar bisa pulang ke Perserikatan Negara.

Zoey menoleh ke belakang lagi dengan wajah cemas, kedua dayangnya hanya mengangguk seraya mengacungkan jempol ke arahnya. Mereka tersenyum lebar.

"Semangat, Yang Mulia!"

"Jangan lupa memberi hormat, Yang Mulia."

Pintu dibuka.

Ruang makan itu bahkan lebih luas dari rumahnya sendiri di Greden. Dinding-dindingnya beraksen krem dan cokelat lembut. Lampu kristal menggantung tinggi di langit-langit. Meja makan yang terbentang di hadapannya terdiri dari 31 kursi. Lima belas di masing-masing sisi dan satu berada di ujung, dengan kursi yang memiliki sandaran paling tinggi dan bersepuh emas. Ellusiant ternyata masih belum hadir. Zoey berhenti di seberang Violetta yang duduk di sisi kiri meja makan. Wajahnya tidak lagi semenyebalkan tadi. Dia tersenyum pada Zoey.

"Duduklah, Claretta. Sudah lama kita tidak makan malam bersama, ya? Aku harap kali ini berakhir dengan baik."

Zoey tidak tahu apakah ini perasaannya pribadi, atau ini dipengaruhi oleh tubuh Claretta yang sedang digunakannya, namun dia paham mengapa Claretta dulu melempar gadis ini dengan pisau. Senyuman palsunya itu membuat matanya sakit.

The Dawn Within Heaven (Versi Revisi)Where stories live. Discover now