21b: Di Tempat Ini Tak Ada Pahlawan. Hanya Tuan, Anjing, Dan Orang-Orang Mati

341 68 9
                                    


Dua hari sebelum melarikan diri.

"Lepas. Aku tidak mau sarapan di ruang makan," rengek Zoey. Dia baru saja bangun, itu pun Maia langsung mengguncang tubuhnya dengan panik seolah ada bencana yang melanda mereka dan semacamnya.

"Ini sudah jam sebelas siang, Yang Mulia!" Maia merapikan selimut dengan tergesa-gesa. Sementara Mia berlari dari ruang pakaian dengan sepasang sepatu kulit.

"Yang Mulia, ayo kita ke bawah sekarang." Mia juga terlihat sama paniknya.

Zoey menguap. Dengan mata setengah terpejam, dia turun dari tempat tidurnya dan membiarkan Maia menyisir rambutnya yang masih acak-acakan.

"Aku tidak perlu mandi?" Zoey bertanya malas. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya ketika kantuk masih berusaha merenggut kesadarannya. "Aku merasa seperti siluman jeli."

"Tidak ada waktu. Anda harus ke bawah sekarang."

Setelah merapikan keliman gaunnya, Maia mengangguk puas, walau masih ada kerutan di dahinya. Mereka bertiga terdiam sejenak. Zoey yang masih setengah sadar, Maia yang menilai penampilannya, juga Mia yang membuka pintu dan melongokkan kepalanya keluar.

"Saya rasa Anda sudah siap," kata Maia.

Mia kembali masuk lagi dan turut menilai Zoey, sebelum kemudian dia terkesiap dan memekik, "Penyegar mulut!"

Zoey menguap lagi. Masih dengan mata setengah tertutup dia bergumam, "Kenapa tidak mandikan saja aku?"

"Tidak ada waktu!" ujar kedua dayangnya bersamaan.

Maia meminta Zoey membuka mulutnya, lalu dia menyemprotkan cairan yang terasa dingin sampai gadis itu mengernyit dan tersentak sekaligus. Sebelum Zoey sempat memprotes, kedua dayang itu langsung menarik tangan Zoey dengan langkah terburu-buru. Dalam situasi normal, Zoey pasti sudah mengomeli mereka berdua. Namun dia masih terlalu lelah untuk membuka suara. Sudah dua hari berturut-turut dia menangis di kamarnya, meratapi nasibnya yang begitu absurd dan sial dan mengenaskan. Tetapi bukan hanya itu. Ada sesuatu yang juga turut melukai hatinya.

"Sebentar. Biar saya lihat lagi." Maia mengusap-ngusap gaun Zoey yang kusut, berharap itu bisa meluruskan kerutan-kerutan pada kainnya. Sementara Mia menyisiri rambut gadis itu sekali lagi.

"Selesai." Maia mengembuskan napas panjang. Kemudian dia mengangguk. "Silakan masuk, Yang Mulia."

Zoey mengerutkan kening. Masih tidak mengerti dengan sikap mereka berdua. Pelayan yang berdiri di depan pintu ruang makan membungkuk kepadanya dan membukakan pintu.

"Selamat pagi, Claretta."

Zoey hampir tergelincir dari posisi berdirinya ketika melihat Ellusiant sudah duduk di ruang makan Istana Timur. Pria itu menanggalkan jubah kerajaan beratnya. Sebagai gantinya, dia mengenakan jaket hitam dengan kancing-kancing emas dan pin-pin yang tersemat di kedua pundaknya. Hampir mirip dengan jaket militer milik Panglima Asher, kecuali pada pin mahkota yang terpasang di atas saku sebelah kirinya. Zoey menelan rasa panas yang menggelegak di dadanya. Dia masih marah pada pria itu. Zoey bahkan sudah menghindarinya sejak dia pulang ke istana kemarin. Zoey juga tidak hadir pada penyambutan Kaisar di Ruang Utama dengan alasan tidak enak badan sampai mengundang gunjingan di antara para menteri dan seluruh penghuni istana. Persetan. Aku tidak mau berurusan dengannya lagi. Aku harap aku tidak pernah melihat wajah tampan sialan itu selamanya!

Sekarang orang yang menjadi sumber luka Zoey malah duduk tenang di hadapannya. Berbanding terbalik dengan amarah yang membara dari sekujur tubuh gadis itu, Ellusiant justru tersenyum lebar dan mempersilakannya duduk.

The Dawn Within Heaven (Versi Revisi)Where stories live. Discover now