21a: Di Tempat Ini Tak Ada Pahlawan. Hanya Tuan, Anjing, Dan Orang-Orang Mati

344 70 10
                                    


Empat hari sebelum melarikan diri.

Cuaca hari itu sangat terik, sampai-sampai susu dalam wadah-wadah plastik jadi menggumpal karenanya. Walau mengundang decakan dan sumpah serapah dari para pemerah sapi karena harga susunya menjadi turun, cuaca hari itu juga sempurna untuk menjemur ikan dan kulit sapi.

Sempurna untuk membunuh.

Farell menyaru dengan mudah dalam keramaian pasar di kerajaan Croasia. Tubuh jangkungnya tidak diperhatikan di tengah gerutuan dan bau amis ikan dan bangkai darah ayam. Dia membaca kembali dua lembar kertas yang telah kusut di tangannya. Matanya berpindah cepat pada lembar kedua. Profil orang yang hendak dibunuhnya hari ini terpampang jelas di sana. Seorang ayah yang memiliki anak perempuan tanpa istri. Pekerja keras, jujur, bertanggung jawab, rela mengerjakan apa pun selama tidak ilegal demi bisa menghidupi putrinya yang masih kecil. Kesalahannya hanya satu: membeli koran beberapa hari lalu tanpa sengaja saat mengunjungi Kerajaan Artemist. Sialnya, koran itu memuat kebenaran yang mematikan. Baru dua hari terbit dan ditarik dari peredaran kemarin, ada tiga ratus orang lebih yang sudah dihabisi Bythesea secara diam-diam. Lima persennya mati di tangan Farell. Orang ini mungkin bukan yang terakhir.

Farell tersenyum kecut. Nyawa manusia bagi Bythesea senilai dengan bangkai tikus. Atau bahkan lebih rendah dari itu.

Farell berhenti saat yakin sudah sampai di daerah tempat tinggal orang yang hendak dibunuhnya. Dia menutup setengah wajahnya dengan kain hitam, lalu menghampiri pria yang duduk di tanah seraya menjahit sepatu-sepatu rusak.

"Aku mencari seseorang bernama Kalif, tinggal di sekitar sini," kata Farell.

Pria itu mendongak dan menunjuk dengan dagunya. "Di situ ada tangga batu menurun. Tempat tinggalnya di bawah sana."

Farell menoleh ke arah yang dimaksud. Ada gang sempit di belakang meja-meja pedagang karpet tenun.

"Ah, terima kasih."

"Ada perlu apa?" tanyanya.

"Ada yang ingin kubicarakan dengannya."

Sebelum orang itu membuka muiut dan bertanya lagi, Farell membalikkan badan dan meninggalkannya.

Orang-orang di Kerajaan Croasia memang seperti itu. Mereka selalu ingin tahu apa yang dilakukan orang lain. Hampir semuanya memiliki watak yang senada, seolah mereka diciptakan dari satu not yang sama ketika dewa-dewi bernyanyi dalam masa penciptaan. Termasuk Farell. Bahkan ciri tubuh mereka juga hampir serupa: tinggi, kulit kuning kecoklatan, hidung mancung, mata besar, dan rambut gelap. Nama-nama mereka juga sedikit berbeda dengan penduduk kerajaan lain di Dinding Surga yang sudah cenderung modern. Kalif, Abu, Khalidh, Nour, Fattah, nama-nama yang berakar dari bahasa Saidh kuno. Farell bukan nama populer di Croasia, ibunya dulu mengambil namanya dari bahasa Eirisk yang berarti heroik. Sayangnya Farell juga memiliki arti dalam bahasa Saidh kuno. Anjing liar. Arah hidupnya, sialnya, justru mengikuti arti nama tersebut.

"KARPET TENUN! KARPET TENUN! DIBUAT DARI SUTRA TERBAIK DI DINDING SURGA!"

"HANYA LIMA PULUH PRAZKEL!"

"DI TOKO KAMI ANDA BISA MENDAPATKAN KARPET TENUN KUALITAS TINGGI SEHARGA 45 PRAZKEL SAJA!"

"DI TOKO SAYA HANYA TIGA PULUH PRAZKEL!"

Tak-Tak-Tak. Suara mereka tumpang tindih dengan bunyi pisau yang sedang memotong-motong ayam di atas talenan kayu. Farell memejamkan matanya, pusing.

The Dawn Within Heaven (Versi Revisi)Where stories live. Discover now