Aku Pergi, Selesai Sampai Sini

57 12 8
                                    


Music Recommended:
Nadin Amizah - dan, selesai

Selamat jalan. Ku pergi duluan. Kau akan menyusulkan? Jangan lama-lama.

Bumiputra

PLAAK!

Itu sakit. Rasanya perih, menusuk-nusuk, dan terasa menyesakkan sekali. Mahija merasa tercekik, hidup tidak pernah baik padanya. kira-kira dipandangan Tuhan Mahija sekuat apa ? mengapa Mahija merasa dirinya seperti seorang bajingan? Yuda dinyatakan kritis. Kaki kanannya tidak bisa diselamatkan, kepalanya terjahit hingga 12 jahitan, tangannya patah, lehernya harus tersangga. Mama menangis, meraung-raung memanggil Yuda, pemandangan familiar untuk Mahija. Ibu dulu juga seperti itu.

"Ini semua salahmu Mahija!" mama terus memukul dada Mahija keras-keras. meremat baju Mahija hingga membentuk guratan lusuh. Mama masih menangis, masih melampiaskan amarah pada Mahija, menyalahkan semua pada Mahija. "Karenamu anakku jadi seperti itu!" seru mama.

Mahija salah apa mama? Mahija harus apa biar mama bahagia ? mama jangan menangis. Katakan, Mahija akan lakukan.

"Maaf ma.. ."

"DASAR ANAK PEMBAWA SIAL! SEHARUSNYA KAMU TIDAK PERNAH DILAHIRKAN! MEMBAWA AIB SAJA! "

Mahija terhenyak. Hatinya terasa teriris-iris, rasa-rasanya ada yang menekan kuat-kuat jantungnya hingga membuatnya semakin sesak. Apa benar ibu dulu menyesal telah melahirkan seorang Mahija? padahal raganya hanya rindu sebuah pelukan, kenapa begitu mustahil digapai? kenapa Mahija harus berkali-kali merasa panas dipipi? kenapa harus menjadi berbeda? Mahija itu apa? sekirannya lara terlalu betah menaung pada raganya. Mahija meringis, tertawa dalam diam, menertawakan eksistensinya sendiri. Mahija itu hanya fana yang tidak sengaja dihadirkan.

"Karenamu anakku cacat! Karenamu anakku bisa jadi seperti ini! karenamu anakku tebaring disana! kenapa tidak kamu saja Mahija!"

Kapalanya tertunduk, menatap lantai rumah sakit, mencoba menyembunyikan matanya yang berembun. Mahija ingin berteriak, meneriaki bahwa ini sama sekali bukan salahnya. Tapi lagi-lagi Mahija hanya menyuarakan, "Maaf ma.. ."

"Aku bukan mamamu! Jadi jangan pernah kamu sebut aku dari mulutmu itu! aku tidak sudi punya anak sepertimu!"

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada sebuah penolakan. Semesta layaknya seorang bocah, menjahilinya tanpa ampun, menamparnya keras-keras pada realita, bermain-main pada putaran rasa. Menanggalkan jauh-jauh asa pada angan yang terurai. Nyatanya sia-sia, Mahija tetap saja menjadi seorang buangan, tidak diharapkan, seharusnya tidak disini. Mahija itu semu, palsu, bayang hitam untuk Raga diawal kelahirannya. Raga, kenapa kamu tidak membiarkan aku yang pergi ? hidup berjalan seperti bajingan Raga.

Romo menarik mama dalam pelukan, menciptakan jarak, membawa jauh-jauh dari jangkauan Mahija. Wajah Romo semakin kaku, pandangannya semakin dingin menatap Mahija, amarah jelas tergambar pada dua mata tuanya. Sepertinya tidak cukup menyematkan kutukan disetiap langkahnya untuk Mahija, putranya ini. Romo, tempat Mahija dimana untukmu?

"CUKUP MAHIJA! Kamu itu hanya hasil dari kebrengsekan adikku! Kamu bukan putraku! Pergi dari hidupku! Aku tidak sudi bahkan melihat wajahmu itu!"

Kalimat itu menamparnya keras, menusuk hatinya semakin dalam. Selama dua puluh enam tahun Mahija menguatkan diri menjejak dibumi, Romo memberikannya kado serupa sembilu rasa menyesakkan hati. Perjuangannya dengan mudah terburai, akhir semua asa yang dibangun Mahija, karsanya telah sirna hangus terbakar pada lelah yang mulai merayapinya. Raga, semuanya sia-sia. Pada akhirnya Mahija-adikmu ini terusir juga. Dari awal rumah tempat Romo tinggal tidak akan pernah bisa menjadi rumah Mahija.

Bumi Putra [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang