Hey, Para Putra Bumi

50 12 5
                                    


Music Recommended :
Charlie Burg - I don't wanna be okay without you

"Tidak perlu dikejar, kalo sudah takdir bakal cari jalannya sendiri ke kamu, sayang..."

Bumiputra

"Senang sekali bisa berjumpa denganmu lagi, Jaemin," Haechan menerbitkan senyumnya, rautnya seriang matahari diluar kedai kopi disudut Garosu-gil. Jaemin jadi bertanya-tanya sekiranya mendung datang, apakah Haechan akan meredup seperti Matahari? Haechan itu manusia terpandai menampilkan raut bahagia. Si terlalu ahli menutup luka. Sebarapa kuat Haechan itu? "Sayang sekali aku tidak bisa mengantarmu saat itu,"

"Jangan membuatku merasa bersalah seperti itu Haechan-sshi."

Haechan berdecak tidak suka. Rupanya masih membeci keformalan seperti sebuah phobia. "Kamu masih saja formal padaku. Aku sudah bilang aku tidak pantas diberlakukan seperti itu." ujarnya, tangannya meraih ice americano dengan menggebu. Siapa yang bisa sangka Jaemin akan berjumpa secara tidak sengaja dengan Haechan di pusat Garosu-gil bersama deretan pohon ginkgo. Dan siapa juga yang bisa sangka Jaemin akan sesibuk ini diluar bilik labnya hanya untuk menyanggupi beban tanggung jawab yang ditangguhkan padanya.

Jaemin menerbitkan kekehan ringan menanggapi pembawaan Haechan. Mengiyakan dengan gelengan kepala tidak habis pikir. Memangnya mengapa Haechan sebenci itu dengan keformalan? mengapa selalu berdalih tidak cocok? bukannya semua manusia pantas dihormati? Haechan selalu jadi Haechan. Pemuda berperangai unik. Ada beberapa hal yang hanya Haechan bisa mengerti. Tidak untuk Na Jaemin yang merupakan orang asing.

"Tak kusangka bisa mendapatimu di Korea Haechan. Mark memaksamu kesini?" Jaemin melontarkan tanya perihal kehadiran sosok itu dinegeri yang telah lama membuangnya.

Dulu Jaemin sempat mengira, mungkin Haechan tidak akan pernah ingin menjejak tanah kelahirannya yang sungguh. Sudah terlalu membenci sebab terbuang hingga negeri atap dunia. Tentunya mungkin saja Haechan menganggap Negeri Ginseng tidak menerima sosoknya. Memang harus diakui Haechan sekuat itu. Kepercayaannnya seperti berlapis-lapis, pemuda berwajah tebal, melupa sebentar akan luka harga dirinya. Mungkin Mark adalah orang yang membangun kepercayaan diri itu.

"Dia memang seorang pemaksa. Kamu tahu betul itu, Jaemin. anggap saja aku tenngah menembus kesalahku waktu itu. aku tidak suka memiliki hutang,"

"Mark baik-baik saja?"

Senyum Haechan serupa air pasang yang tidak pernah surut. Tapi sorot pandangnya sejernih air itu sendiri. Haechan benar-benar merasa terpaksa, dia tidak berbohong. Tentu saja, siapa yang mau kembali ketika sudah dibuang jauh-jauh? kenapa juga harus mempermalukan diri hingga seperti itu? Jaemin bisa menebak, Haechan lebih mencintai tanah atap dunia tempat pemuda besar ketimbang tanah kelahirannya ini.

"Lebih dari baik. Kamu bisa melihat sendiri kepalaku masih ada ditempatnya," Jawab Haechan, timbul ringisan dibibirnya, sorotnya terganti membayangkan kekonyolan yang Jaemin rasa tidak mungkin. Tuan Lee tidak sampai seperti itu.

"Baguslah. Korea menurutmu gimana? bagaimana rasanya pulang ke kampung halaman?"

"Tidak lebih bagus. Kamu tahu Korea membenciku. Dekat-dekat ini aku bahkan bertemu ibu kandungku. Tidak sengaja," Haechan tetaplah Haechan. Perkataannya selalu berbanding terbalik dengan apa yang terjadi dengannya. "Dia tidak mengenalku. Sayang sekali. dia seorang wanita malam. Mungkin ayahku salah satu dari penyewa jasanya. HAHAHA ..." Tawanya terdengar memaksa. Siapa yang Haechan tertawakan? dirinya berasal atau semesta yang menghadirkannya?

Bumi Putra [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang