Bab 44 : Ujian

102 12 0
                                    

Kuil adalah tujuan terakhir Geinero, gadis dingin dan aneh itu kini duduk selesehan di lantai sambil membaca buku besar bersampul hijau dengan corak yg indah.
     
Gei begitu terfokus hingga dia tidak menjadi Gei yg terlihat konyol saat dia terus berbincang dengan patung Dewa
     
Tapi hari ini nampak nya Gei sangat tertarik dengan buku di hadapan nya.
     
Kuil juga nampak bersih, sebenarnya kuil ini hanya perlu di bersihkan satu kali seminggu, tapi Gei usahakan agar tidak terlalu ada barang yg berdebu banyak.   
    
"Bukan kah ini jurus yg di ajarkan oleh kakek, perpaduan antara elemen api dan air? lord of fireair, apa aku bisa melakukan nya sendiri? bukan kah aku punya keduanya?" gumam Gei pelan
    
"Oh iya, kau memiliki kedua elemen ini kan? apa kau pernah menggunakan jurus ini sendirian?" tanya Gei menunjukkan sebuah gambar semburan api dan air ke arah patung dewa. 
     
Satu kelopak bunga jatuh tepat di atas buku, buka hal terkejut lagi bagi Gei, malah dia manggut-manggut saja.
    
"Apa itu artinya aku juga bisa? itu akan sangat menakjubkan" Gei tersenyum tipis.
    
Dia kembali mulai melanjutkan bacaan nya.
     
Beberapa kali Gei merubah posisi untuk membaca, entah itu sambil berjalan kesana kemari, mengoceh dan bergumam tak jelas.
     
Duduk di anak tangga menuju altar dewa, juga duduk di jendela.
     
Hingga sampai Gei tiduran dengan posisi tengkurap, dan terus membolak balik tiap helai kertas.

    
"Astaga? kau sedang apa?" pekik seseorang yg baru masuk, nampak nya dia ingin berdoa sampai dia membawa persembahan banyak.
     
Gei menoleh ke belakang, dia tidak kenal dengan gadis itu, "Oh maaf aku akan keluar" ucap Gei segera bangkit.
     
Gadis itu hanya diam saja, dia mulai mengatupkan kedua tangan nya untuk berdoa dan memberikan persembahan.
     
Berbeda dengan Gei yg menunggu dengan duduk di luar, dia masih fokus dengan bacaan nya.
    
"Kenapa kau disini?" suara itu segera menggerakkan Gei untuk menengadah ke atas, seseorang sudah berdiri di hadapan nya. Mr. Carius dengan wajah datar nya.
    
"Ada yg sedang berdoa di dalam, jadi aku keluar"
    
"Kau harus ikut pelatihan khusus hari ini"
     
Gei terdiam, "Bukan nya hukuman ku masih belum selesai?"
    
"Kuil akan selalu bersih, kau hanya perlu membersihkan nya di akhir hukuman mu nanti"
    
"Baiklah lah kalau begitu" Gei segera berdiri, "Aku membereskan buku di dalam lebih dulu" seru Gei segera berjalan menuju ke arah pintu, mengintip sedikit apakah gadis itu sudah selesai.
     
Gei segera masuk karena gadis itu kini baru saja selesai meletakkan buah di atas meja persembahan.
    
"Ka..kau tidak menguping ku bukan?" ujar nya terkejut karena Gei tiba-tiba masuk.
     
Gei mendelik, "Di kuil ini sudah di berikan formasi, jadi jika aku diluar, aku tak akan mendengarkan apapun, kecuali aku mengintip di pintu" jawab Gei datar
    
"Sepertinya doa mu akan di kabulkan"
    
"Maksud mu?"

    
"Kau tidak ingin membawa kelopak bunga itu? aku pikir itu berkat yg dia berikan padamu" tunjuk Gei pada satu kelopak bunga yg tersangkut di rambut gadis itu, tepat di bagian bahu nya.
     
Gei meraih kitab-kitab dan segera menyimpan nya ke dalam rak.
     
Segera pergi usai tersenyum singkat pada patung dewa, dia tak mungkin melakukan tos, sementara Mr. Carius ada di depan, jika gadis ini mengadu, maka dia akan mendapatkan hadiah hukuman tambahan.   
     
Gei bersama Mr. Carius masuk ke ruangan pelatihan khusus ruangan ini sama besar nya dengan ruang pelatihan biasa yg semua murid pernah lihat, tapi hanya saja, ruangan ini sangat tertutup karena berada di dalam tanah, atau ruang di bawah tanah.
     
Ke lima pangeran yg melihat Gei cukup terkejut, tapi di selingi dengan senyuman senang.
    
"Apa kau mendapatkan keringanan hukuman?" tanya Laskar tersenyum kecil
   
"Mungkin?" jawab Gei meletakkan buku di atas meja milik nya, yah masing-masing mereka memiliki meja dan kursi yg berjejer di satu sisi ruangan, mereka juga punya lemari pribadi untuk menyimpan buku-buku mereka.
    
"Hari ini nampak nya kita akan berlatih ketenangan di dalam kesunyian" ucapan Mr. Carius membuat mereka ber enam terdiam
    
"Maksud Mr.?" Louis bingung
    
"Ya, silahkan duduk di tempat masing-masing"
     
Semuanya patuh dan segera mengambil posisi duduk di kursi, menghadap ke arah Mr. Carius dan mulai merubah sikap agar lebih serius.
    
"Aku akan melihat, seberapa tenang nya kalian di dalam kesunyian, jadi kalian bisa melakukan apapun tanpa mengeluarkan suara, tapi hanya bisa duduk saja, seperti membaca, menulis, berpikir, bahkan kalian juga bisa berangan-angan, asal kan jangan tertidur"
    
"Apa tujuan kami melakukan itu Mr.?" tanya Revan
    
"Seperti namanya, untuk melatih ketenangan kalian, agar kalian bisa tenang dalam situasi apapun, tepat nya mengendalikan emosi dan perasaan"
    
"Aku berikan waktu lima menit untuk memikirkan apa yg akan kalian lakukan, jika ingin membaca persiapkan buku, jika ingin hanya duduk diam saja, setidaknya cari posisi ternyaman"
    
"Dan bisa juga bermain dengan elemen mu, seperti menciptakan bola api dan mengajak nya mengobrol, lewat telepati atau dalam hati"
    
"Satu hal lagi, apapun yg terjadi, jangan beranjak sedikit pun dan jangan mengeluarkan suara, kecuali aku sendiri yg memberi perintah"  peringat Mr. Carius.
     
Gei langsung bisa memilih, dia akan membaca buku itu, selagi ini kesempatan dia bisa membaca dalam keheningan.
     
Gei segera membuka halaman terakhir yg dia baca, lalu duduk dengan tenang.
     
Revan mengeluarkan bola angin nya dan di letakkan di atas sebuah benda berbentuk lingkaran, hingga bola angin itu tidak bersentuhan dengan meja, lalu dia duduk sambil menyangga kepala dengan tangan nya
     
Xavier memilih untuk duduk menulis, sementara Louis dia ingin berandai-andai saja, sambil tersenyum tak jelas, berbeda dengan Laskar yg mengerjakan tugas dari Mr. Jo, dan yg terakhir, Caven kebetulan sekali dia bersebelahan dengan Gei, jadi dia hanya menatap Gei dengan tatapan rumit.  
    
"Baik, waktunya selama dua jam, dari sekarang"
     
Mr. Carius segera keluar dan menutup pintu. Meninggalkan mereka ber enam dengan penerangan yg sedikit samar, karena hanya ada lampu yg tidak terlalu terang, sengaja untuk tidak mengganggu.
    
"Apa yg di lakukan di Vampire itu?" umpat Revan dalam hati, dia juga duduk paling dekat dengan Gei, bisa dibilang Gei duduk di antara Revan dan Caven, jelas Revan bisa melihat Caven terus memandangi Gei.
     
Kadang dia tersenyum kecil, kadang juga terlihat sangat serius.
     
Revan tidak terlalu memusingkan, dia segera fokus pada bola angin ciptaan nya.
     
Gei tidak peduli, walau dia tau kalau dirinya tengah di perhatikan oleh Caven, dia masih fokus dengan bacaan nya.
     
Hening, benar-benar hening, bahkan saat Gei membolak balik tiap helai kertas, tidak menimbulkan suara apapun,
     
Tidak ada yg membuka suara disini, mereka diam tidak memgubris apa yg di lakukan oleh orang lain, termasuk Caven, dia hanya menatap wajah Gei, bukan melihat apa kegiatan Gei.   
    
"Gei kau dimana?" suara itu cukup membuat Gei terkejut, tapi tanpa berpikir lama Gei langsung tau, ujian pertama akan di mulai, dan itu untuk nya.
    
"Syukurlah kau disini, Gei ayo keluar aku ingin menunjukkan sesuatu padamu" ucap Mira tersenyum
     
Gei tak menggubris, ekspresi nya datar, dan mulai membalikkan kertas lalu kembali membaca.
    
"Hey..ayo, Gei" teriak Mira tak sabar.
    
"Gei kau dengar tidak, di depan ada seseorang yg menunggu mu, kau mau tau siapa?"
    
"Ibu mu ada di luar, dia membawakan makanan"
   
"Gei kau dengar tidak?"
    
"Kau punya telinga atau kau tuli?" gertak Mira menggebrak meja, setenang air yg mengalir, Gei masih memasang ekspresi santai bak tidak terjadi apapun.

     
Di sisi lain, Caven tengah beradu cek cok dengan Calvin, yah tepat nya hanya Calvin yg mengoceh, sedangkan Caven masih fokus pada wajah Gei.
    
"Sudah aku katakan dia milik ku, dia pernah menyukai ku, sementara kau tida sama sekali"
    
"Kau tau, aku paham dengan sikap nya, aku tau apa makanan kesukaan nya, warna favorit dan juga apa yg tidak di inginkan"
    
"Jadi aku mau, kau berhenti mengejar nya, karena aku sudah lebih dulu berjuang untuk mendekati nya"
    
"Kau juga tidak bisa menjaga nya"
    
"Kau lupa, kau sudah menghisap darah nya"
    
"Aku tau derajat mu lebih tinggi dari ku, tapi apa kau yakin, karena setauku Gei menyukai seseorang bukan hanya dari tampilan dan derajat, tapi dari hatinya, memang nya kau punya hati yg bagaimana, bukan kah kau adalah pria yg sangat dingin dan cuek"

    

"Bagaimana pun, kau harus menerima nya sebagai adik mu, kau tak perlu tau dia dari mana, siapa ayah dan ibunya, tapi yg terpenting kau harus menjaga nya baik-baik, karena dia anak yg baik"
    
"Laskar, dengarkan ayahanda" tergur pria tinggi yg kini berdiri dengan tatapan tajam.
    
"Kau tak perlu takut kalau dia akan mengacau, memang apa alasan mu sampai sekarang belum menerima nya?"
    
"Lihat Alve, dia bahkan sudah berteman baik dengan Elga"
    
"Kau juga harus seperti dia"
    
"Apa mungkin kau takut, kalau Alve menyaingi mu?"

     
    
"Jangan dekat-dekat dengan gadis itu, dia berbahaya"
    
"Kau dengarkan ibunda mu, nenek juga tau apa yg baik untuk mu" kedua wanita berbeda usia itu sibuk mengoceh dan memarahi Xavier, siapa lagi kalau bukan ibunda dan nenek nya.
    
"Lagian dia tidak pantas untuk dekat dengan mu, apalagi kalau kau sampai menyukai nya"
    
"Tidak mungkin, jangan sampai pangeran, kalau tidak ibunda akan bertindak tegas padamu, jangan pernah dekat dengan gadis dari klan rendahan"

   
     
Revan seketika pening mendengarkan celotehan dari Gei, entah mengapa gadis itu begitu cerewet hari ini, dia juga tak sadar kalau di hadapan nya ini benar-benar Gei atau bukan?
     
Sementara pangeran Louis tenang-tenang saja, karena dia tengah mendengarkan alunan seruling yg di bawakan oleh seseorang yg dia kenali.
    
"Apa kau suka?" tanya nya dengan senyuman lembut
     
Louis hanya tersenyum tipis, sambil berangan-angan seandainya dia bisa mendengar suara itu lebih lama.

QUEEN IMMORTAL WORLDWhere stories live. Discover now