Bab 51 : Menyebalkan

98 16 0
                                    

Kedua pangeran ini sedari tadi sibuk mengekor Gei membuat semua pasang mata menatap mereka dengan tatapan bingung, aneh, iri, kesal dan marah.
     
Heran saja, mengapa mereka mengikuti Gei dari tadi
       
"Kau belum menjawab pertanyaan ku Gei, sebenarnya apa hubungan kalian?" tanya Revan penasaran
     
Gei tak menggubris, dia masih memilih beberapa lauk di atas nampan untuk segera membawa nya ke kamar.
    
"Setidaknya jawab ya atau tidak" terka Caven
    
"Brak...!" Gei meletakkan nampan dengan kasar, membuat semua pengunjung menoleh ke arah mereka.
     
Revan sangat was-was kalau mereka akan menjadi bahan tontonan massa di sini.
    
"Berhenti mengikuti ku, nanti di saat yg tepat kalian juga pasti tau, tapi sekarang jangan mengikut campuri urusan ku" ucap Gei dengan nada rendah.
     
Gei berlalu pergi membawa nampan itu keluar dari ruang makan.
    
"Mau kemana dia?" heran Louis
    
"Yg bisa kita tanyakan hanyalan, kenapa kedua anak itu selalu mengikuti Gei dari tadi" seru Laskar menatap Caven dan Revan yg masih berdiri mematung di tempat yg sama.
     
Ketiga pangeran itu sudah memperhatikan dari tadi, bahkan mereka merasa curiga kenapa dengan mereka berdua.    
     
Di meja lain, Fara dan Hely juga Mira ikut bingung apalagi setelah kejadian semalam yg mengharuskan Caven dan Revan menginap di cafe milik ibunya Gei.
    
                             ***
 

   
Elga sudah selesai makan, mereka beberapa kali bercerita tentang bagaimana kisah mereka hidup dengan sosok ayah dan bunda.
    
"Jadi aku harus memanggil ibu dengan bunda" ucap Elga tersenyum
     
Gei mengangguk, "Apa jika nanti aku bertemu dengan ayah mu aku boleh memanggil nya ayah juga?" tanya Gej dengan senyuman tipis.
    
"Tentu saja, ayah orang nya sangat baik dan juga jujur"
    
"Aku sering mendengar itu dari bunda"
     
Keduanya tertawa kecil, sambil terus melanjutkan obrolan mereka yg semakin lama semakin akrab.
     
Gei menyempatkan untuk mengikuti kelas ketiga, tapi tidak dengan Elga yg sudah kembali dan beristirahat di kamar nya.     
    
"Tadi kemana saja, bolos?" tanya Disyi
    
"Baru pulang dari rumah ibu" balas Gei seadanya.
    
"Kau menginap yah"
     
Gei mengangguk sebagai jawaban, beberapa sibuk hanya berbincang karena ini waktunya istirahat.
   
"Lama-lama kau jadi terbiasa bolos yah, kau pikir sekolah di sini bisa sesuka hati?" sindir Meera
     
Gadis yg satu itu memang selalu menyindir, tak tau tempat.
    
"Aku heran, kau ini sebenarnya mencari sensasi apa? sok sokan tidak peduli kepada pangeran, kau ini tidak sadar kalau kau itu hanya berasal dari klan rendahan, bahkan keluarga mu hanya tinggal di sebuah cafe kecil? heii.. sadar diri"
     
Gei menatap Meera sekilas, dia tidak ada mood untuk meladeni orang seperti ini.
     
Dia mengerti satu hal dari pelatihan khusus terakhir, belajar untuk tenang.
    
"Kau mendengar ku tidak, kau begitu sombong, masih punya harga diri tinggi setelah semua orang mengetahui kau hanya tinggal di tempat kecil" Meera memeragakan kecil dengan jari telunjuk dan jempol nya, yg menyisakan jarak sedikit.
    
"Brak...!" Meera menggebrak meja di hadapan Gei,
    
"Ehkmmm...!" seseorang berdeham membuat semuanya menoleh ke arah sumber suara, tepat di pintu yg terbuka, seseorang tengah bersandar dengan ekspresi dingin.   
     
Semuanya terlonjak kaget, beberapa yg histeris karena untuk pertama kalinya, seorang pangeran mau datang ke kelas biasa seperti ini?
     
Jujur saja, untuk sejenak Gei tiba-tiba gugup, apalagi kejadian memalukan itu masih belum lepas dari pikiran nya, yah dia adalah Caven.
    
"Sudah selesai?" tanya Caven menatap Meera tajam
     
Meera menelan salivanya dengan kasar, "Pa...pa..pangeran!" ungkap nya tergagap
     
Caven manggut-manggut, "Hiburan yg bagus, tapi kalau di pikir-pikir suasana di cafe sangat menyenangkan dari pada berada di rumah yg terbuat dari hasil penarikan pajak yg terlalu berlebihan dan secara paksa" ketus Caven mulai mendekat.
    
"Ma..maksud pangeran?"
     
Caven terdiam sejenak, dia sudah berdiri berhadapan dengan sosok gadis ber rambut pirang di hadapan nya.
    
"Kau menyedihkan" ucap Caven datar
     
Wajah Meera memerah, dia benar-benar sangat malu kali ini, bahkan sosok Disyiu terang-terangan tertawa di depan nya.
    
"Karma, rasakan itu akibat nya karna kau selalu saja menyombongkan diri di hadapan Gei" ledek Disyi tertawa gelak
     
Gei masih diam dengan ekspresi datar nya.
    
"Apa yg kau lakukan kemari?" tanya Gei lewat telepati.
     
Caven menatap Gei lekat, "Tadinya aku hanya ingin melihat mu saja, tapi melihat ada hiburan kecil, jadi aku bertahan lama di sana" jawab Caven
    
"Ohh ya sudah kau boleh pergi"
     
Caven tersendak, ekspresi nya berubah menjadi pucat, "Kau masih marah soal kemarin, aku sudah minta maaf, lagi...lagi..pula aku..aku.."
     
Gei beranjak dari tempat duduk nya, berjalan perlahan dan berhenti di pintu, melakukan hal yg sama seperti yg di lakukan oleh Caven, yaitu bersandar di pintu.
    
"Silahkan pangeran, pintu nya ada disini" terang Gei menunjuk ke arah pintu dengan gerakan sopan.
     
Ekspresi datar Gei tentu membuat Caven tambah lemas, meski begitu dia masih menurut untuk segera pergi.
    
"Manis" ucap Caven saat berhenti di hadapan Gei
    
"Apanya?" heran Gei bingung
    
"Ciuman itu" kini jawaban di lontarkan lewat telepati, Gei terbelalak, wajah nya tiba-tiba memerah malu.
     
Caven tersenyum geli, "Tidak sakit lagi kan?" Caven beralih melirik leher Gei. Gei yg masih kesal mengumpat dalam hati, cepat-cepat dia kembali ke kursi nya
     
Sekarang dia tau, selain menyeramkan, dingin, tidak punya hati, kasar dan penghisap darah, ternyata pria Vampire ini juga mesum.
     
Kali ini tidak bisa di gugat lagi, Caven sudah mendapatkan gelar pertama dari Gei, dua kata yg menggambar sosok Caven, dia adalah MAYAT HIDUP.
   
Entah siapa lagi yg akan mendapatkan gelar dari Gei, sebelum nya Revan sudah berubah menjadi EMBER karena terlalu cerewet, Xavier sudah nyatakan menjadi KULKAS BERJALAN, Laskar yg kadang baik kadang tak jelas di nobatkan menjadi ES BATU bisa cair dan bisa keras seperti kepala nya, dan sekarang Caven si  MAYAT HIDUP? pantas saja menjadi mayat hidup, dia saja adalah Vampire.   
    
"Menyebalkan" desis Gei memilih untuk membaca buku saja, daripada harus memikirkan Mayat hidup yg tak ada gunanya.
   
     
Hari ini seperti nya yg di hukum bukan hanya satu, bahkan ada enam orang, tepat nya tidak di hukum, tapi nampak nya mereka kini di suruh untuk membersihkan kuil yg benar-benar kacau.
     
Mr. Carius saja bingung, dari mana datang nya angin yg kuat, setidaknya hanya angin kuat yg bisa memorak-porandakan tempat ini.
     
Ke lima pangeran sibuk bekerja di bagian lantai, menyusun barang ke tempat semula, sementara Gei dia malah sibuk membersihkan kaca yg sama sekali tidak kotor!!
    
"Nona Geinero Aurora, sepertinya kaca itu nampak bersih, kenapa kau hanya membersihkan itu, apalagi sudah dua jam, kau hanya membersihkan jendela itu?" seru Mr. Carius
    
"Ini masih kotor" jawab Gei datar
    
"Aku rasa cermin itu juga sudah bisa di jilat karena sudah sangat bersih" sinis Revan.
    
"Memang nya apa yg kotor disana?" seru Mr. Carius lagi
     
Gei berdecak kesal, "Sudah bersih" umpat nya segera turun dan berjalan ke jendela lain.
    
"Aku rasa kalian bisa bertukar tempat dengan pangeran Louis, kau sangat lamban"
    
Gei dengan pasrah hanya mengikuti, Louis membersihkan jendela sementara Gei beralih untuk menyapu.
    
"Hehh menyapu yg benar, itu masih ada debu, bagaimana aku bisa mengepel kalau kau tidak menyapu dengan benar" protes Laskar
    
"Sudah aku sapu, memang nya debu dari mana lagi?"
    
"Kau menggunakan sepatu"
    
"Harusnya kau lepas" celoteh Laskar.
     
Gei merenggut, dengan cepat dia melepas sepatu nya dan melempar ke arah tong sampah.
     
Revan menahan tawa, dia ingin tergelak melihat ekspresi kesal dari Gei.
    
"Dasar gadis aneh"
    
"Dari pada kau, ES BATU"
   
"Hehh sejak kapan kau memberikan nya nama panggilan itu?" sela Revan
    
"Dari dulu, sejak dia lahir, dia sama saja seperti ES BATU, dingin, kadang meleleh kadang keras kepala, tidak memiliki kedudukan yg jelas"
    
"Ka.kau..enak sekali mengganti namaku sembarangan"
    
"Sudah kalian jangan bertengkar"
    
"Kau sama saja" bentak Gei menatap Xavier dengan tajam
   
"Salah aku apa?"
    
"Kalian berdua sama, dia ES BATU, dan kau KULKAS BERJALAN, sangat dingin, cuek, tidak pedulian, bicara hanya, oh, ya, oke, baik, tidak, nanti, besok, baiklah, terserah" Gei meniru-niru gaya Xavier berbicara sambil bersidekap dada.
     
Wajah Xavier tiba-tiba memanas dan kesal.
   
"Beruntung aku hanya dapat nama rubah, setidak nya itu lebih baik"
    
"EMBER"
    
"Ehhh, kau bilang apa barusan?" protes Revan langsung terpancing emosi.
    
"Yah kau EMBER, terlalu cerewet dan banyak bicara, berisik, selalu mengusik saja kerjaan nya"
    
"Ini keterlaluan, kau dengan mudah nya mengganti nama mereka-"
    
"Siapa bilang hanya mereka, kau juga sama, dasar MAYAT HIDUP, sudah mati, masih berjalan-jalan pulak, penghisap darah, menyebalkan, tak punya hati, kasar, menjengkelkan, tidak bisa diatur, selalu saja berkeliaran, ishhh kau paling menyebalkan dari semua orang" geram Gei mencengkram sapu dengan kuat-kuat sambil menghentakkan kedua kakinya.
    
Xavier, Revan, Laskar, Louis bahkan Mr. Carius tertawa gelak, semuanya menertawakan nasib Caven
    
"Aku harap aku tidak sama seperti mereka" lemas Louis
   
"Yah setidaknya kau lebih baik, dan tidak menyebalkan seperti dia" balas Gei menatap Caven lama.
    
"Entah kenapa aku merasa, bahkan sebelum lahir kita sudah punya dendam pribadi" lemas Caven
    
"Intinya kau menyebalkan, kau menyebalkan, kau sangat sangat sangat sangat menyebalkan, MENYEBALKAN"
     
Semuanya hening, mereka juga merasakan hal berbeda dari Gei, yah dia berbicara banyak, dan nampak nya dia sangat kesal dengan sosok Caven.

QUEEN IMMORTAL WORLDWhere stories live. Discover now