14

2.3K 297 5
                                    

Setelah makan, Amel mengajak Nando nonton film di kamarnya. Semula Nando ingin menolak, tapi melihat ekspresi Putri yang merasa tidak nyaman berada di dekatnya, membuat Nando senang. Ia sengaja ingin membuat Putri kesal.

"Lo masuk aja dulu, Bang. Gue mau beli cemilan sebentar."

Amel mendorong badan Nando ke kamarnya. Sementara Putri melemparkan tatapan protes. Ia tak mau ditinggal berdua dengan Nando di dalam kamar. "Biar gue yang beli."

Amel menggeleng, menolak ide Putri, "Gue sekalian mau ambil duit di ATM."

Dengan cepat Amel meninggalkan mereka berdua. Putri segera masuk ke dalam kamar, sedang Nando masih mematung di depan pintu.

"Jadi masuk nggak? Kelamaan pintunya dibuka, nyamuknya ikutan masuk." Putri masih menunggu Nando.

Saat kaki Nando melangkah ke dalam, Putri segera menutup pintu kencang. Sengaja. Tampak sekali ia tak senang kepada Nando.

"Lo kenapa, sih?" tanya Nando heran.

"Apa?" Putri pura-pura tak mengerti arah pembicaraan Nando.

"Lo lagi habis baca novel yang peran utamanya antagonis?"

"Lo ngomong apa, sih?" Putri mengorek kupingnya.

Nando menggelengkan kepala, "Lo begini cuma sama gue, apa ke semua orang?"

"Ke lo aja." Putri menjawab ketus.

Nando mengerutkan dahi, "Gue ada salah sama lo?"

"Nggak ada."

"So?"

"Nggak suka aja, nggak tau kenapa. Liat muka lo itu mengingatkan gue sama muka cowok-cowok brengsek." Putri ingin pergi ke kamarnya tapi segera di halangi Nando.

"Brengsek gimana? Muka gue emang gini cetakannya dari lahir. Kata orang muka gue mirip papa, artinya lo ngatain muka bokap gue kayak orang brengsek juga?" Nando tak terima dengan ucapan Putri.

"Argh! Nggak tau! Pokoknya gue nggak suka aja sama lo. Gue nggak suka muka lo, suara lo, cara lo ngomong, cara lo ketawa." Putri berusaha membuka pintu yang ditahan oleh Nando.

"Oh, jadi lo diam-diam perhatiin gue?" Nando tersenyum miring.

"Ge er banget lo!"

"Heh, dengar! Kalau mau benci seseorang itu harus ada alasannya. Sikap lo ke gue ini lebih ke kayak orang caper, tau." Nando meninggalkan Putri, ia berjalan ke arah sofa. Putri hanya melirik punggungnya dengan sinis.

"Nama aja Putri, kelakuan kayak nenek sihir. Nggak ada manis-manisnya sama sekali." Nando mengomel seorang diri, masih bisa didengar oleh Putri.

Putri mencoba menghidupkan lampu kamarnya, mati. Sepertinya harus diganti. Ia segera mengambil tongkat untuk memasang lampu baru.

Maklum, plafon apartemen ini memang tinggi. Putri berjalan ke dapur untuk mengambil lampu persediaan. Sedang Nando hanya melihatnya yang mondar-mandir, tanpa ada niat membantu.

Setelah menjepit lampu di alat panjang itu, Putri bersiap memasang ke plafon. Susah, karena tingginya yang kurang.

Dari pintu kamar yang sedikit terbuka, Nando bisa melihat gadis itu melompat-lompat bagai anak kelinci.

"Ngerepotin aja." Walaupun mengeluh, lama-lama Nando tak tega juga. Ia masuk ke kamar Putri, tampak gadis itu kaget melihatnya masuk.

"Ngapain masuk-masuk?" Putri melotot ke arah Nando.

"Lo mau pasang lampu apa ngambil mangga, sih?" cibir Nando.

"Bukan urusan lo! Sana keluar!" Putri mendorong-dorong tubuh Nando agar keluar dari kamarnya.

"Biar gue aja." Nando menawarkan bantuan dengan tulus.

"Gue bisa sendiri."

Putri mengambil kursi kayu di dapur, Nando hanya menggeleng pelan melihat tingkah keras kepalanya.

"Nanti jatuh lho!"

Putri hanya melirik sengit ke arah Nando. Padahal Nando benar-benar mengkhawatirkan keadaannya.

Nando mengangkat bahu, ia kembali berjalan ke sofa. Hendak duduk saja di sana sambil bermain game online.

Btw ini si Amel belanja lama banget. Belanja di Kairo apa gimana?

Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh yang cukup keras, disertai suara cewek menangis.

"Mama!"

Nando memutar bola mata malas, "Tuh 'kan? Bandel, sih."

***

Cinta Modal DengkulDonde viven las historias. Descúbrelo ahora