18

2K 297 13
                                    

Setelah pulang dari rumah Mamanya, Nando bermaksud kembali ke apartemen Ben. Kebetulan ia melewati kantor Putri. Tampak gadis itu sedang berdiri di pinggir jalan.

Putri kaget, saat Nando menghentikan motor di depannya.

"Naik."

"Gue nggak minta dijemput."

Nando melepas helm full face miliknya, lama-lama gerah juga bicara seperti ini.

"Jangan ge er. Gue kebetulan aja lewat sini."

Putri mengamati penampilan Nando dari atas ke bawah. Lalu ia mengamati tas ransel besar yang ada di punggung Nando.

"Gue baru pulang, kangen sama mama gue." Nando menjelaskan keheranan Putri.

Nando melepaskan ranselnya dan memberikannya pada Putri, "Bawain ransel gue."

"Berat amat? Apaan isinya?"

"Bom. Gue anggota teroris."

Putri melotot mendengar candaan Nando yang seram. Walau begitu ia pakai juga tas ransel Nando.

"Lo nggak takut kalau itu isinya bom beneran? Kalau meledak bisa-bisa punggung lo bolong." Nando mencoba mengajak Putri bercanda.

"Terus gue mati jadi sundel bolong, hehe. Makasih. Candaan garing." Putri mencibir sebelum naik ke boncengan Nando.

"Pegangan, Put. Gue takut lo hanyut kena angin."

Putri memukul bahu Nando, "Nggak usah modus. Ransel lo aja berat gini. Nggak mungkin gue terbang."

Nando hanya terkekeh dan mulai melajukan motornya. Selama dalam perjalanan Nando berkali-kali melirik ke arah spion. Membuat Putri risih.

"Konsen aja liat jalan. Jangan jelalatan!"

Nando hanya terkekeh mendengar perkataan Putri yang ketus. Kemudian ia membelokkan motornya di depan sebuah kedai es oyen.

"Kok berhenti di sini?" Putri bertanya dengan curiga.

"Minum bentar. Gue haus." Nando meninggalkan Putri yang berjalan dengan susah payah dengan menggendong ransel di punggungnya.

"Es dua, Pak." Nando mulai memesan.

"Eh, gue enggak." Putri mengikut lengan Nando.

"Bukan buat lo, buat gue semua." Nando terkekeh melihat wajah Putri yang memerah karena menahan malu.

Gadis itu meninggalkan Nando untuk duduk di bangku paling pojok. Nando mengikuti di belakang. Ia mengambil tempat di depan Putri. Sekarang mereka duduk berhadapan.

"Ransel gue."

Nando meminta ranselnya kepada Putri. Gadis itu melepaskan ransel Nando dengan cemberut.

Nando mengambil kotak dari dalam ransel dan memberikan kepada Putri. Isinya ada ongol-ongol buatan Nayla.

"Cobain. Bikinan mertua lo."

Putri mendengus mendengar candaan Nando. Entah karena lapar atau apa, ia mencomot sepotong ongol-ongol dan memakannya.

"Enak 'kan? Papa gue paling suka kue itu. Makanya mama sering bikin."

Penjual es mengantarkan pesanan Nando. "Minum, Put. Biar nggak seret."

Putri mengerutkan dahi, "Katanya bukan buat gue?"

Nando tersenyum, memamerkan deretan giginya yang rapi, "Becanda, Put. Masa iya gue abisin semua. Serakah amat."

Putri menggeleng masa bodoh, ia mulai menyeruput es itu. Nando hanya memperhatikan gadis itu.

"Seger, Put?"

Putri hanya mengangguk kecil, ia terus saja fokus menikmati semangkok es di depannya.

"Kenapa nggak langsung pulang? Pakai ngajak gue ke sini segala."

"Sengaja."

Putri mendongak mendengar jawaban Nando. "Maksudnya?"

"Sengaja. Pingin ngobrol sama lo."

***

Ciye, si Nando mulai terang-terangan sama si Putri. Elah, Do. Kerja dulu ngapa. Biar bisa enak pacarannya. Entar kalau si Putri minta beliin aipon gimana? Masa mo nyolong burung tetangga?

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang