95

1.2K 155 8
                                    

"Kamu disini, Put?"

Putri terkejut mendapatkan sapaan dari Vincent. Ia bingung harus menjawab apa. Setelah beberapa kali berdehem untuk membersihkan tenggorokannya, Putri mencoba untuk berbicara.

"Iya, Pak. Kebetulan diundang oleh teman saya."

Vincent mengangguk paham. "Semoga suka dengan suasana di kafe baru saya." Vincent tersenyum dengan tulus, bukan seperti senyum seorang owner ke customer, tapi semacam senyum yang Putri sendiri tak tau apa jenisnya. Yang pasti senyum itu terlihat sangat tulus.

Putri merasa Vincent lebih tampan ketika memakai kemeja santai dan appron seperti ini,  daripada memakai kemeja formal dan dasi.

"Selamat atas pembukaan kafenya, Pak. Semoga sukses dan bisa berkembang sesuai harapan." Putri berbicara dengan tulus, mendoakan kebaikan untuk Vincent dari lubuk hati yang paling dalam.

"Makasih doanya, Put." Sebenarnya banyak yang ingin dikatakan oleh Vincent. Tapi sebaiknya kata-kata itu ia simpan baik-baik di dalam hati saja. Tak ada gunanya juga jika dikatakan.

Mereka berdua terdiam cukup lama, Putri merasa canggung, ia ingin secepatnya undur diri dari hadapan Vincent.

"Maaf, Pak. Saya mau kembali ke meja saya ...." Putri merasa ragu untuk meneruskan kata-katanya. "Dan juga ... terimakasih atas kadonya."

Vincent hanya mengangguk singkat, ia memiringkan tubuh, memberi jalan untuk Putri. Ia tidak berani membalikkan tubuhnya untuk beberapa saat. Tidak sanggup melihat punggung Putri yang pergi menjauh darinya.

***

"Kok lama?" Nando segera menyambut kedatangan Putri dengan pertanyaan.

"Antri." Putri hanya menjawab singkat. Ia pura-pura memeriksa ponselnya untuk menghindari tatapan penuh selidik dari Nando.

"Loh, bang Ben udah balik?" Putri bertanya kepada Nando. Ia baru sadar kalau hanya mereka berdua yang ada di meja ini.

"Udah, barusan." Nando menjawab dengan nada yang teramat datar.

Putri menyentuh lengan Nando. "Ada apa? Aku bikin salah lagi?"

Nando menatap Putri dengan tajam. Ia tak berkata apapun, tapi dari tatapan matanya, Putri yakin kalau suasana hati Nando sedang tak baik-baik saja.

"Kamu ketemuan sama mantan bos kamu itu 'kan?"

Putri hanya terdiam mendengar perkataan Nando. Ia yakin Nando telah mengikuti dirinya saat di kamar mandi.

"Segitu nggak percaya kamu sama aku. Sampai ke kamar mandi kamu ngikutin aku?" Putri tersenyum sinis.

"Aku nggak akan begitu kalau kamu jujur, Put. Apa salahnya kamu bicara jujur, aku tadi lama di kamar mandi karena ngobrol sama mantan bos aku. Begitu aja cukup kok." Nando berusaha menekan suaranya.

"Yakin cukup? Aku yakin kamu bakal nanya lagi, apa yang kalian bicarakan. Aku kenal kamu." Putri menjawab sambil membuang muka.

"Aku hanya minta kejujuran dari kamu. Aku nggak suka rahasia. Kita ini udah suami istri, Put."

"Aku cuma mau menghindari kesalahpahaman aja, nggak lebih. Nggak ada gunanya juga kalau aku ceritakan, nggak penting."

"Yang bagi kamu nggak penting bagi kamu, belum tentu nggak penting bagi aku. Mau penting atau enggak, aku mau kamu ceritakan, semuanya. Urusan aku mau salah paham atau enggak, itu urusan aku sama diri aku sendiri. Tugas kamu cuma cerita, itu aja!"

"Nggak usah nge-gas juga. Kita lagi di tempat orang."

"Kalau gitu ayo kita pulang." Nando segera menarik tangan Putri hingga berdiri. Ketika Nando hendak menyeretnya, Putri menghempaskan tangannya.

"Tas aku!" Putri mengambil tasnya di atas meja. Ketika Nando hendak menarik tangannya lagi, Putri segera menolak. "Aku bisa jalan sendiri."

Dalam perjalanan pulang, kedua orang itu lebih banyak diam. Nando sesekali melirik wajah Putri dari kaca spion.

Ketika melewati daerah pujasera, Nando melambatkan laju motornya. "Nggak mau beli makanan? Kamu tadi makan cuma sedikit loh?"

"Nggak usah, aku udah nggak lapar. Pingin buru-buru sampai rumah. Mau pingin cepat-cepat dengar omelan kamu." Putri sengaja menyindir Nando.

"Nggak gitu ...."

"Bukannya kamu pingin cepat sampai rumah, karena udah nggak sabar pingin marahin aku?" Putri kembali menyindir Nando.

Nando hanya diam, beberapa detik yang lalu ia yang marah, tapi kenapa kali ini keadaan berbalik? Justru Putri yang terlihat marah. Perempuan memang hebat. Pintar saja mereka merubah keadaan.

"Playing victim!"

Dengan kesal Nando mempercepat laju motornya. Hingga membuat Putri ketakutan. Sungguh canggung rasanya kalau bertengkar di atas motor begini, mau pegangan juga gengsi.

***

Sampai di rumah, Putri segera masuk kamar. Sedang Nando duduk di depan televisi. Malas berganti baju. Remote televisi menjadi sasaran kemarahannya. Ia memencet tombolnya dengan brutal.

Kemarahannya sirna ketika melihat Putri keluar dari kamar mandi, dengan menggunakan baju tidur motif macan. Baju itu dihadiahkan oleh Delia saat hari pernikahannya.

"Ke-ken-kenapa tiba-tiba pakai baju itu?" Nando bertanya dengan tergagap. Kaget mendapati surprise dari Putri.

"Biasa aja kali. Orang aku tadi asal ngambil. Aku pikir daster. Ini juga aku mau ganti." Putri berjalan dengan santai menuju lemari.

Dengan tergesa Nando berjalan menghampiri Putri. "Nggak usah." Nando menahan pintu lemari. Putri mengerutkan dahi melihat tingkah Nando.

"Nggak usah repot-repot ganti baju. Nanti kamu capek."

Putri menyingkirkan tangan Nando dari pintu lemari. "Minggir. Aku keburu kedinginan pakai baju kayak gini." Putri merasa risih memakai baju kurang bahan itu. Tadi saking kesalnya ia asal saja mengambil baju di lemari.

"Dibilang nggak usah ganti baju. Sekali-kali nurut sama suami kenapa, sih?" Nando bersikeras menahan pintu lemari.

"Eh, tapi 'kan ... kita lagi marahan." Putri kembali mencoba membuka pintu lemari.

Nando menyangkal ucapan Putri. "Siapa yang marah? Aku udah nggak marah."

"Beneran?" Putri memandangi Nando dengan pandangan penuh selidik. Ia heran, cepat sekali berubah.

"Jangan ganti baju, please. Aku suka liat kamu pakai baju ini. Kelihatan solehah. Sering-sering kayak gini, ya. Nanti aku belikan baju kayak gini yang banyak." Nando menggiring Putri untuk duduk di tepi ranjang.

Putri jadi tau, apa yang menyebabkan Nando tiba-tiba sembuh. Sekarang Putri tau kelemahan pria itu. Lain kali kalau Nando marah, ia akan memakai cara ini. Pakai baju haram.

"Beneran mau beli?" tanya Putri seraya menahan tawanya.

"Iya, nggak papa. Mau berapapun juga, bakal aku belikan." Nando berkata dengan yakin. Tak apa keluar uang banyak, anggap saja investasi, toh nanti yang senang dia sendiri hehe ....

"Masa?"

"Kamu minta apa aja akan aku kabulkan. Bukannya tujuan kamu menikahi aku karena ingin menguasai harta aku?" Nando berkata dengan absurd. Membuat ia mendapat hadiah jeweran dari Putri.

"Ngehalu aja kerjanya. Harta mana yang mau aku kuasai, hah?" Putri berjalan kembali ke arah lemari. Nando segera menarik tangannya, hingga Putri terduduk di pangkuannya.

Putri masih berusaha berontak, Nando menipiskan bibirnya karena kesal. Wanita yang dinikahinya ini sungguh keras kepala.

"Duduk. Jangan berani-berani ganti baju. Apa perlu aku bakar lemarinya?"

***





Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang