106

1.4K 172 6
                                    

Pagi hari setelah sarapan, Gendis dan Putri mengobrol di teras. Nando dan Bisma sudah berangkat ke kantor ekspedisi. Sedang Nayla pergi ke pasar.

"Put, kamu dulu ketemu Nando di mana?" tanya Gendis penasaran.

"Oh, itu ... di apartemen, Tante. Waktu itu dia kabur dari rumah, terus nginep di tetangga depan unit saya." Putri bercerita dengan jujur.

"Nando itu dari kecil udah bandel. Tapi Tante sayang sama dia. Agak kasihan juga kalau abang selalu ngebandingin dia sama Nathan." Gendis berhenti bercerita sejenak, ia mengenang masa kecil Nando dan Nathan.

"Kalau Nathan itu dari kecil udah berprestasi, nurun dari bang Anta pinternya. Kalau si Nando, bangornya minta ampun. Nurun dari bang Bisma. Yah gitulah, beda bibit beda varietas juga. Nggak bisa disalahkan, sih."

"Masa dari kecil Nando nggak ada prestasinya sama sekali, Tan?" tanya Putri.

"Nggak ada kayaknya, lomba bayi sehat aja nggak pernah menang. Bisanya cuma jalan doang dia."

Gendis mengelus perut Putri. "Semoga anak kamu nanti jangan ngikut dia."

Putri terkekeh mendengar perkataan Gendis. Ia mengamati wajah Gendis diam-diam.

"Tante pasti dulunya cantik banget, ya?"

"Ow hiya dwong ...." Gendis membanggakan dirinya. "Kecantikan Tante ini diakui olah dunia internasional. Buktinya suami Tante bule."

Putri percaya saja ucapan Gendis. "Terus Tante ketemu suami dimana?"

"Di Borobudur. Waktu itu Tante dagang tissue sama Mijon." Gendis menjawab asal.

"Tante bisa aja, deh." Putri menepuk paha Gendis dengan akrab.

"Ya dari dating online lah."

"Pasti bahasa Inggris Tante jago banget, deh." Tebak Putri.

"Jago apaan? Tante pakai aplikasi translate tau. Makanya Tante lebih suka chat daripada telepon. Grammar Tante nggak bagus. Kalau diajak VC suami Tante, bisanya hah ho hah ho doang." Gendis bercerita dengan semangat.

"Em, Tante. Aku pamit mau masak sebentar, ya. Katanya suami aku mau makan siang di rumah." Putri bangkit dari duduknya.

Gendis memuji Putri. "Solehah banget, sih, kamu. Hamil gini pakai masak juga buat suami. Kan food delivery bisa?" 

"Biar hemat, Tante. Btw Tante nggak mau bantuin, gitu?"

"Em, Tante bantu doa aja, ya. Masalah masak gitu Tante nggak pandai. Tapi, kalau masalah dandan, bisa dibilang Tante ini beauty guru." Gendis membanggakan diri.

Seperti yang dikatakan oleh Putri. Saat jam makan siang Nando benar-benar pulang ke rumah.

"Makan! Makan! Kasih saya makan!" Nando memukul meja dengan ribut.

"Berisik. Kenapa sih pukul meja kayak gitu? Bikin banyak hutang aja." Putri ingat tentang mitos di kampungnya.

"Wah, cantik banget masakan kamu, Put. Pakai di plating begitu? Kayak makanan resto." Gendis  memuji masakan Putri.

"Buat nutupin ketidaksempurnaan rasa, Tante." Putri menjawab jujur.

"Kadang masakan dia keasinan, Tante. Mentang-mentang garam murah. Mungkin dia pingin aku cepat mati kena hipertensi. Biar bisa nikah lagi."

"Mulutmu!" Putri mencubit mulut Nando yang bicara sembarangan.

"Suami soleh itu makan apa aja masakan istri, Do. Jangan komplain terus. Udah kayak master chef kamu." Gendis malah membela Putri.

"Soleh darimana, Tante ... dia beraninya sholat jadi imam aku kalau dhuhur sama ashar doang." Putri membuka aib Nando.

"Sayang, suapin ...." Nando merengek dengan manja.

"Kunyahin sekalian, Put." Nayla kesal dengan tingkah Nando yang manja.

Dengan sabar Putri menyuapi Nando. Sesekali dia juga menyuapi dirinya sendiri. "Yang hamil siapa, yang manja siapa."

Tiba-tiba Nathan datang seorang diri. Ingin numpang makan siang sekalian.

"Lauknya udah habis." Nando berkata dengan gaya menyebalkan.

"Jangan diambil hati, Bang. Aku tadi masak banyak kok." Putri mencubit paha Nando.

"Ini semua 'kan kamu masak khusus buat aku, Put. Mana boleh dia ikut makan?" Nando ngambek karena Putri juga memberi makan Nathan.

"Boleh aja, orang aku masak banyak." Putri mengabaikan protes Nando.

"Bang, makan di rumah sendiri kenapa? Istri lo nggak masak? Enak aja lo minta makan ke istri gue. Makanya punya istri itu jangan dibolehin kerja. Suruh diam di rumah, ngurusin rumah tangga, ngurus suami, anak ...." Nando malah menasihati Nathan yang tampak mengabaikannya. Pria itu malah dengan santainya makan masakan Putri.

"Jangan-jangan lo naksir bini gue, ya?"

Tung!!! Aww ....

Tiba-tiba sebuah panci teflon mendarat di kepala Nando. Nayla pelakunya.

****

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang