"Apa Bapak sengaja mau menjauhkan saya dengan pacar saya?" Putri memicingkan matanya, siap menerima kemarahan dari Vincent.
Tapi pria itu malah menatapnya sambil tersenyum. "Kalau iya, kenapa?"
Wajah Putri memerah menahan marah. "Kok Bapak gitu, sih?"
"Nggak salah dong, kalau saya menggunakan privilese saya sebagai atasan kamu."
"Itu namanya nggak profesional."
"Yah, terserah kamu mau menganggap apa. Dibilang menyalahgunakan kekuasaan boleh, dibilang licik juga boleh." Vincent berkata dengan nada menyebalkan.
"Saya nggak nyangka Bapak orangnya kayak gitu."
"Saya akan batalkan mutasi kamu, asal kamu mau menerima saya." Vincent berkata dengan serius. Tak apalah menjadi perebut pacar orang, kalau sudah berhasil mendapatkan Putri ia akan segera bertobat.
"Gimana bisa? Bapak 'kan tau saya udah ada pasangan." Putri berkata dengan geramnya.
"Itu nggak masalah buat saya."
"Lama-lama Bapak makin ngaco."
Vincent terkekeh, kemudian ia melajukan mobilnya lagi. Putri heran karena jalan yang mereka lewati bukan jalan pulang ke apartemennya.
"Pak, ini saya mau dibawa kemana lagi?"
"Ngopi bentar, ada yang perlu kita bahas." Vincent mengehntikan mobilnya di depan sebuah kafe yang sedang hits di Instagram.
"Saya nggak bisa lama-lama lho, Pak."
"Iya, sebentar aja." Vincent menarik kursi untuk Putri. Kemudian ia memesan dua cangkir kopi untuk mereka berdua.
"Bapak mau bahas apa, sih?"
"Sabar, Put. Tunggu kopinya datang."
Putri mencebik kesal. Ia meraih ponsel, hendak menghubungi Nando. Tapi tiba-tiba Vincent merebut ponselnya dan memasukkan ponsel itu ke saku kemejanya.
"Kalau lagi sama saya, jangan sibuk sendiri dengan ponsel. Saya nggak suka."
"Tapi saya mau nelpon pacar saya, Pak!" Putri protes keras.
"Sebentar aja, fokus sama saya dulu."
"Bapak lama-lama ngeselin lho."
Putri mencebik sambil mengaduk kopi dengan kesal, tentu saja ia mendapat pelototan dari barista, karena motif hati yang dibuat dengan susah payah malah dirusak dengan bengis.
"Put, beneran kamu nggak ada perasaan apa-apa sama saya?"
Putri menggeleng pelan. "Cuma hormat aja, Pak. Sama segan."
"Nggak ada yang lain apa?"
Putri tampak berpikir. "Em, takut?"
"Beneran kamu takut sama saya?" Vincent bertanya tak percaya.
"Soalnya kadang Bapak suka maksa." Putri menjawab jujur.
"Bisa nggak kalau di luar jam kantor gini, kamu manggil saya nama aja. Jangan pakai embel-embel 'bapak'? Saya jadi ngerasa tua."
Putri menggeleng cepat. "Tapi nggak sopan, Pak, sama yang lebih tua."
"Cuma beda lima tahun aja."
"Tetep aja, lebih tua. Nanti jatuhnya malah nggak sopan."
"Ya udah panggil Uda, kebetulan saya orang Padang." Vincent ini memang keturunan Padang-Cina.
"Ih, nggak mau." Putri menggeleng cepat, membuat Vincent merasa gemas sekaligus kesal.
"Panggil Uda aja, oke?"
"Tuh 'kan maksa?"
***
Nando menunggu Putri di depan pintu lobby, sampai badannya bentol-bentol karena digigit nyamuk nakal.
Matanya berbinar ketika melihat Putri turun dari mobil Vincent. Tampak pria itu sedang membuka pintu mobil untuk Putri.
"Makasih udah nemenin saya ke pesta."
"Ini yang terakhir lho, Pak," pesan Putri.
"Wah, nggak tau juga 'tuh." Vincent terkekeh sambil menghidupkan mobilnya.
"Bapak jadi orang nyebelin banget, sih?"
"Udah, sana masuk. Itu pacar kamu mukanya udah asem banget."
Putri menoleh, tampak Nando yang sedang berdiri di depan pintu lobby.
Putri segera menghampiri Nando. "Kok di luar?"
"Sengaja. Nungguin kamu." Nando cemberut, tampak wajahnya yang masam.
"Kenapa marah? Aku ada salah?" tanya Putri dengan wajah polosnya.
"Masih nanya lagi. Udah selingkuh depan mata juga." Nando mengarahkan bola mata ke atas.
"Waduh, bahaya juga." Putri malah sengaja menggoda Nando.
"Pokoknya aku marah." Nando meninggalkan Putri berjalan menuju lift dengan kesal.
Makin kesal, karena bukannya mengejar. Putri malah asyik mengobrol dengan resepsionis.
"Orang marah bukannya dibujuk kek, dirayu kek, eh malah dicuekin."
Nando sengaja menunggu Putri di ruang tamu apartemen Ben, pintunya sengaja dibuka sedikit. Sengaja, supaya ia bisa melihat kalau Putri lewat.
"Tutup pintunya, Do. Itu nyamuknya ikutan masuk!" protes Ben.
Karena tak sabar menunggu Putri naik ke atas, Nando memutuskan untuk turun lagi. Ia melihat Putri masih mengobrol dengan resepsionis yang tadi.
"Ngobrol apa, sih? Lama banget?"
Dengan tak sabar Nando menghampiri Putri. Melihat wajah Nando yang cemberut, Putri mengakhiri obrolannya dengan Olive, si resepsionis.
"Liv, ngobrolnya lanjut besok, ya. Gue mau ke minimarket bentar, ini anak gue ngambek, minta kinderjoy." Putri melirik ke arah Nando.
***
Putri dan Nando memutuskan untuk membicarakan masalah mereka di kafe bawah.
"Kok kamu ikutan marah? Seharusnya yang marah 'tuh aku. Kamu yang selingkuh, kamu yang marah, aneh!" Nando merajuk karena sejak tadi Putri diam saja. Tak ada bujukan, permintaan maaf, atau sebagainya.
Putri masih diam, sengaja menunggu Nando selesai bicara.
"Udah, marahnya? Kalau kamu ngambekan gini, mending kita putus deh."
Nando kaget mendengar keputusan Putri yang semena-mena.
"Hah? Putus?"
***

STAI LEGGENDO
Cinta Modal Dengkul
Storie d'amoreNando adalah seorang pengangguran berbakat yang sebenarnya lulusan arsitek. Alih-alih bekerja meneruskan perusahaan ekspedisi milik sang papa, malah kerjanya cuma main game dan jadi beban keluarga. orang tuanya sudah lelah memberi pencerahan. Begitu...