102

1.3K 179 5
                                    

Keesokan harinya, dokter sudah mengijinkan Putri pulang. Nayla senang sekali, ia dengan antusias membantu membereskan barang-barang Putri.

"Than, mobil kamu udah siap 'kan?" Nayla bertanya kepada Nathan.

"Sudah, Ma. Tinggal jalan aja. Sini aku yang bawa tasnya, Ma." Nathan dengan sigap membawakan tas Nayla.

Nando melihat adegan itu dengan heran, ini yang suaminya Putri, dia atau Nathan, sih?

"Aku udah bersihkan rumah, Put. Nanti datang-datang kamu tinggal rebahan aja." Nando berusaha mengajak Putri bicara. Dari kemarin Putri mengabaikannya, bahkan untuk memandang wajah Nando saja ia enggan.

"Siapa bilang Putri mau pulang ke sana? Untuk sementara Putri tinggal sama Mama." Nayla berkata dengan tegas.

"Tapi, Ma ...." Nando berusaha membantah ucapan Nayla.

Nayla mengangkat telapak tangannya, sebagai isyarat tak mau dibantah, ia tak menerima penolakan.

"Mama khawatir kalau dia tinggal sama kamu. Nggak bagus untuk kandungan dia. Kata dokter, kandungan Putri agak lemah. Perlu penjagaan ekstra. Takutnya kalau tinggal sama kamu, nanti kamu sia-siakan dia. Mama nggak rela, ini cucu pertama Mama. Nggak boleh ada kesalahan."

"Ya Allah, Mama suudzon banget. Mana mungkin Nando begitu, Ma." Nando menyangkal ucapan mamanya. Walaupun ia malas dan kurang bertanggung jawab, tapi Nando sayang kepada Putri dan bayi dikandungnya.

"Putri sudah cerita semua. Kamu lebih membela pelakor daripada istri kamu. Dimana otak kamu, Do? Mama sebagai orang yang yang melahirkan kamu malu, malu, Do! Papa kamu aja nggak pernah menduakan Mama." Nada suara Nayla menjadi lebih tinggi, pertanda dirinya teramat kesal.

"Mama kecewa sama kamu. Sudah, mulai sekarang Putri dan anaknya adalah tanggung jawab Mama. Silakan kamu bersenang-senang dengan pelakor itu."

Bagai di sambar petir, Nando kaget mendengar kata-kata mamanya. "Ma, aku bisa jelasin ...."

"Ngomong sama pantat ayam!"

Nayla menggandeng Putri untuk meninggalkan ruangan itu. Ia sudah muak bicara dengan Nando.

"Ma, jangan bawa istri aku, Ma ...." Nando berusaha menghalangi.

"Minggir!"

"Ma, balikin istri Nando. Jangan culik dia ...." Nando merengek seperti anak kecil yang direbut mainannya.

"Tanya istri kamu sendiri, apa mau dia pulang sama kamu?" Nayla mengalihkan pandangannya ke arah Putri yang sejak tadi hanya menunduk.

"Put, kamu mau pulang sama aku 'kan? Aku janji nggak akan ngebentak kamu lagi. Aku ngaku salah, Put. Kemarin aku cuma emosi, karena kamu tiba-tiba datang ke kantor. Aku takut kamu bikin keributan, itu aja ...." Nando memandangi Putri dengan penuh harap. Ia berharap Putri mau pulang bersamanya.

Putri diam, ia memalingkan muka. Tak mau menatap wajah Nando.

"Kamu harus nurut sama suami, Put. Dosa kalau kamu melawan perintah aku."

Nayla kesal mendengar ucapan Nando, ia segera memukul punggung Nando dengan keras. "Dasar anak geblek! Berani-beraninya kamu mengancam menantu Mama. Mau mati kamu, hah?"

"Ma, ayo pergi."

Ucapan Putri sekaligus menjadi penolakan untuk Nando. Bahu Nando merosot. Ia sedih, karena Putri tak mau pulang bersamanya, dan memilih pulang ke rumah orang tuanya.

"Hih, minggir!" Nayla mendorong badan Nando ke samping.

Nando hanya bisa menatap kepergian istri dan mamanya dengan pandangan sedih. Tiba-tiba ia berteriak.

"Argh, tidaaaaak!"

Beberapa orang dari dalam ruangan sebelah keluar untuk melihat Nando.

"Mas, bisa tenang? Ayah saya sakit jantung, butuh istirahat. Ini bukan tempat karaoke loh, Mas!" kata seorang pemuda tanggung.

Nando hanya bisa menutup wajahnya sambil bersimpuh, nampak sangat lebay di mata Nathan.

"Udah dramanya, Do. Ayo bantu gue bawa barang ke mobil."

***

Hua ... pas 500 kata ....🤧

Cinta Modal DengkulWhere stories live. Discover now