Nando dan Putri menghadiri acara resepsi Nathan yang diadakan di salah satu hotel mewah di kota ini. Tamu yang diundang lumayan banyak. Sebagian besar adalah teman kerja Reva dan Nathan. Sisanya adalah keluarga kedua mempelai.
Putri tampak serius memperhatikan dekorasi ruangan yang didominasi warna putih dan emas dengan dihiasi bunga-bunga hidup, diantaranya ada mawar dan lily. Kedua bunga itu kesukaan mempelai wanita, yaitu Reva. Dekor serta tema pesta ini pun adalah ide darinya. Sebagai calon suami, Nathan hanya berusaha mewujudkannya.
"Kamu nggak iri sama Reva?" tanya Nando sambil mengarahkan dagunya ke arah pelaminan. Tampak Reva dan Nathan yang sedang sibuk menyalami tamu undangan yang datang.
Putri mengikuti arah pandang Nando, ia tertawa sebelum menjawab. "Kenapa harus iri?"
"Reva menikah dengan orang yang tepat. Apa yang dia mau pasti terpenuhi. Mau pesta model apapun, pasti abangku kabulkan." Nando berkata dengan miris. Secara tidak langsung ia membandingkan dirinya dengan Nathan. "Sudah nasib kamu, dapat calon suami kayak aku."
"Memang kamu kenapa? Ganteng begini." Putri terkekeh, berusaha menghibur Nando.
"Tapi bokek." Nando ikut tertawa bersama Putri. Tiba-tiba ia berhenti tertawa. "Put, kita lagi ngetawain apa, sih?"
"Nggak tau. Yang penting kita masih bisa ketawa. Gratis ini." Putri mulai tertawa lagi.
"Udah, Put. Nanti kita dikira orang gila." Nando menepuk punggung Putri.
Nando mengamati penampilan Putri yang terlihat amat bersahaja. Jauh dari kesan menor, tapi tetap terlihat cantik dan elegan.
"Kenapa ngeliatin kayak gitu?" tanya Putri malu-malu.
"Nggak papa. Cuma terpesona aja. Hari ini kamu cantik banget." Nando memuji Putri dengan tulus.
"Hari ini doang? Kemarin-kemarin enggak?" Putri pura-pura cemberut.
"Kamu selalu cantik, Put. Kemarin, sekarang juga esok nanti." Nando mengeluarkan jurus gombalan mautnya.
"Halah, Perez! Btw kamu juga ganteng banget hari ini."
Putri memperhatikan penampilan Nando yang tampak gagah menggunakan setelah kemeja warna krem dan juga jas warna senada. Kemeja ngambil di lemari Nathan, jas punya papanya. Maklumlah baju main Nando sebagian besar berupa kaos. Ada kemeja kerja, tapi warnanya putih semua. Namanya juga masih magang.
"Kamu baru nyadar, Put? Padahal aku nunggu dipuji kamu dari tadi." Nando pura-pura manyun, ingin dibujuk ceritanya.
Putri hanya mengabaikan saja tingkah Nando. Ia malah meninggalkan pria itu, hendak pergi mengambil makanan.
Tak sengaja matanya melihat sosok yang selama ini selalu membuatnya resah. Sosok itu menatapnya tajam. Putri ragu, hendak menyapa atau pura-pura tak melihat saja.
Nando diam, ia mengikuti arah pandang Putri. "Kenapa dia ada di sini, Put?"
Putri menggeleng. "Nggak tau. Apa mungkin diundang bang Nathan?" Putri malah balik bertanya.
"Dia bukan teman Nathan. Mungkin Reva ...."
Putri malah menggandeng Nando untuk pergi mengambil makanan. "Nggak usah dipikirin, siapapun yang ngundang dia. Lebih baik sekarang kita ngambil makanan."
Nando menahan tangan Putri. "Yakin, nggak mau menyapa dia dulu?"
Putri tampak berpikir sebentar. "Kalau kamu mau temani, ayo. Kalau nggak, mending nggak usah. Nanti kamu cemburu liat aku ngobrol berdua sama dia?"
Tiba-tiba Nando menggandeng tangan Putri untuk mendatangi Vincent yang sedang menulis di buku tamu.
"Selamat malam, Pak." Putri menyapa terlebih dahulu.
"Selamat malam." Vincent menjawab dengan datar.
"Sendiri saja, Pak?" Putri bertanya, tanpa bermaksud meledek atau menyindir Vincent.
"Iya, saya sendiri. Memangnya harus ditemani siapa?" Vincent malah balik bertanya. Putri hanya diam, karena merasa telah salah bicara.
"Terimakasih, sudah menyempatkan waktu menghadiri acara resepsi abang saya." Nando berkata sambil memegang pinggang Putri. Berusaha memanasi Vincent. Tentu saja tangannya ditepis oleh Putri.
Putri merasa tingkah Nando ini sangat norak dan juga kekanak-kanakan.
"Nggak masalah. Reva adalah teman baik saya semasa kuliah. Tidak mungkin kalau saya tidak datang." Vincent sempat melirik tangan Nando yang masih betah berada di pinggang Putri, walau sudah ditepis.
"Jadi, di hari pernikahan kami nanti, Anda pasti akan datang 'kan? Putri 'kan karyawan Anda?" sindir Nando, sekaligus pamer, karena dia berhasil mempersunting Putri.
"Ya, tentu saja. Mana mungkin saya tidak datang. Dengan catatan, kalau pesta itu jadi terlaksana. Yah, takdir tuhan siapa yang tau." Vincent berkata dengan santainya. Membuat Nando jadi geram.
"Maksud Anda apa bicara begitu?"
Putri segera menarik tangan Nando. Ia berbisik di telinga pria itu. "Jangan bikin ribut. Nggak enak diliat orang banyak."
Vincent hanya bisa melihat adegan itu dengan cemburu. Karena melihat Nando dan Putri dalam posisi sedekat itu. Sekarang ia jadi menyesal, karena datang di pesta ini. Sudah hatinya terluka sebelum datang kemari, sekarang malah bertambah parah.
"Tapi dia yang mulai, Put."
Putri segera menarik Nando agar pergi menjauh dari Vincent. "Saya pamit dulu, Pak. Silakan dinikmati pestanya." Putri dan Nando segera berlalu dari hadapan Vincent.
Vincent hanya bisa menatap punggung Putri dari jauh. Ia bergumam sambil tersenyum miris. "Seperti itu, pria pilihan kamu, Put? Lemah."
***

YOU ARE READING
Cinta Modal Dengkul
RomanceNando adalah seorang pengangguran berbakat yang sebenarnya lulusan arsitek. Alih-alih bekerja meneruskan perusahaan ekspedisi milik sang papa, malah kerjanya cuma main game dan jadi beban keluarga. orang tuanya sudah lelah memberi pencerahan. Begitu...