"Mel, si Putri nggak ikut nonton?" Nando celingukan sambil mencari Putri.
"Katanya capek." Dengan santainya Amel masuk ke kamar Ben. Sepertinya sudah biasa.
Tampak Ben yang sedang sibuk dengan laptopnya. Putri duduk di samping Ben sambil mengintip laptopnya.
"Masih kerja aja, Bang?"
Ben melirik Amel sekilas, sebelum kembali mengarahkan pandangan ke laptop. "Dikit lagi, Mel. Bentar lagi juga kelar."
"Mau nonton apa, nih?" Nando memilih kaset DVD koleksi Ben yang tersusun rapi di bawah meja.
"Nonton film biasa aja." Amel melirik ke arah Ben. Kontan Ben jadi terbatuk-batuk karena tersedak ludahnya sendiri.
"Kalian biasanya nonton film apa?" Nando mengangkat alis, curiga dengan gelagat Ben.
"Oh, itu ... Film Jurassic Park." Ben menjelaskan dengan terbata-bata.
Amel tertawa melihat tingkah Ben. "Biasa aja kali, Bang. Nggak usah jaim segala."
"Apaan, sih, Mel. Orang gue biasanya 'tuh nonton home alone, Baby's Day Out sama ... apa 'tuh ... ah, ya film mumi." Ben mengelak. Tentu saja Nando tak percaya begitu saja.
"Setelin fifty shades of Grey, Bang," perintah Amel kepada Nando.
"Amel!"
***
Nando bergerak gelisah dalam duduknya, ia tak tenang memikirkan Putri. Kira-kira gadis itu masih marah padanya atau tidak?
"Mel, si Putri sekarang lagi ngapain?"
Amel yang sedang fokus menonton film, melirik sebentar ke arah Nando, "Mungkin tidur."
"Oh."
Amel melirik Nando dengan curiga, jangan bilang Nando sedang resah memikirkan si Putri.
"Bang, lo ada apa sama si Putri?"
"Nggak ada apa-apa." Nando menjawab sambil gelagapan. Amel tak mau begitu saja percaya dengan Nando.
Pada akhirnya mereka bertiga nonton film Korea. Selama sesi menonton itu, tiga trio macan itu tak henti mengunyah sambil menggibah.
"Ganti filmnya, Mel." Nando tiba-tiba memerintah.
"Emang kenapa sih, Bang? Orang bagus gini." Amel protes keras.
"Iya, nih. Tanggung tau, bentar lagi bakal ketauan siapa ayah anak yang dikandung 'tuh cewek tukang bunga." Ben yang mulai menikmati jalan cerita gadis penjual bunga ikut protes.
"Abis gue kesel sama lakinya. Jadi cowok kok letoy amat. Kalau suka sama cewek ya ngomong lah. Mana minta comblangin sama temennya segala. Rasain noh, ditikung. Nggak ada gagah-gagahnya sebagai cowok. Gue dong, langsung nembak si Putri ...." Nando keceplosan bicara.
"Nah, kan ... akhirnya ngaku juga lo!" Amel berteriak histeris.
"Percobaan aja, Mel. Diterima syukur. Nggak diterima gue ngelamar di tempat lain. Paling ntar dia sendiri yang rugi." Nando berkata dengan pongah.
Ben menggeleng melihat tingkah Nando. Baru numpang sebentar di rumahnya, udah nembak cewek aja. "Putri itu cewek baik-baik, Do. Jangan lo mainin dia."
"Siapa yang mau mainin dia, sih? Emang dia bola bekel?" Nando terkekeh, baru berhenti ketika Ben menyikut perutnya.
Ben mengedikkan dagunya ke arah Amel. Tampak wajah Amel yang muram. "Jadi, selama ini gue salah. Gue kira lo sukanya tipe cewek bohay kayak gue, Bang. Ternyata ...."
"Jangan keburu patah hati, Mel. Gue orangnya fleksibel. Mau bohay apa nggak, tetep gue sikat." Nando berusaha menghibur Amel.
"Kambing dikasih bedak juga dia sikat, kok, Mel." Ben ikut menghibur Amel.
"Jadi, bukan karena gue kurang cantik, Bang?" Amel bertanya, memastikan. Rasa percaya dirinya sedang diujung tanduk.
"Lo bukannya kurang cantik, Mel. Cuma kurang waras aja." Nando terkekeh sambil kabur ke kamarnya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Modal Dengkul
RomanceNando adalah seorang pengangguran berbakat yang sebenarnya lulusan arsitek. Alih-alih bekerja meneruskan perusahaan ekspedisi milik sang papa, malah kerjanya cuma main game dan jadi beban keluarga. orang tuanya sudah lelah memberi pencerahan. Begitu...