85

1.2K 162 0
                                    

Malam harinya, Putri segera di telpon oleh mamanya. Rupanya ancaman Akbar bukan isapan jempol semata. Pria itu benar-benar mengadukan Putri kepada mamanya.

"Mama nggak nyangka, ternyata gaya pacaran kamu seperti itu, Put."

"Ma, aku bisa jelasin."

"Jaman Mama dulu, kalau pria udah berani gandeng tangan kita, minimal dia harus berstatus tunangan. Apalagi kalau sampai berani cium pipi, fix dia harus menikahi Mama."

Putri diam, percuma saja melawan ucapan mamanya. Dari pengalaman sebelumnya, Putri tau, ia tak akan pernah didengar.

"Kasih tau pacar kamu. Agar keluarganya menyiapkan tanggal yang baik untuk kalian. Nggak usah pakai resepsi mewah, sederhana saja yang penting sah. Enak saja, Mama nggak terima, anak Mama diapa-apakan seenaknya."

"Tapi, Ma ...."

"Kalau bisa bulan depan, Put. Mama nggak mau tau. Kalau enggak, akan Mama laporkan pacar kamu ke polisi." Ancam mama Putri.

"Ma? Mama!" Putri panik karena mamanya memutuskan panggilan begitu saja, sedangkan mereka belum ada kata sepakat.

***

"Kayaknya perlu dioperasi plastik, Do. Memangnya kamu nyungsep di mana, sih? Kok bisa sampai ancur kayak gini?" Nayla mengomel tanpa henti, sambil terus mengoleskan salep di luka Nando.

"Tadi ada kucing nyeberang sembarangan, Ma. Mau heran, tapi ini kucing. Ya sudahlah, Ma. Yang penting kucing itu selamat." Nando berbohong perihal ia jatuh karena kucing di jalan.

"Tapi muka kamu jadi hancur gini, Do!" Nayla masih geram mendengar cerita Nando.

"Nggak papa, Ma. Kasihan kalau kucingnya yang tertabrak, dia 'kan nggak punya BPJS hehe ...." Nando berusaha melawak, untuk menghilangkan kepanikan mamanya.

"Nggak lucu, Do!" Nayla malah refleks memukul bahu Nando.

"Sakit, Ma." Nando mengelus pundaknya yang bekas dipukul Nayla.

Ponsel Nando berdering, panggilan dari kekasihnya, Putri. Dengan senang ia segera menjawab panggilan itu.

"Kenapa, Sayang?" Nando melirik ke arah Nayla. Sementara Nayla hanya mencibirnya.

"Gawat! Mama sudah tau masalah tadi pagi." Putri berkata langsung pada intinya, nampak tidak terpengaruh dengan gombalan usang dari Nando.

"Hm, terus?" Nando berusaha tampak tenang.

"Kita ... disuruh menikah, secepatnya. Paling lambat bulan depan."

"Alhamdulillah."

"Aku serius, Bang." Putri kesal, karena Nando menanggapi keluhannya dengan candaan.

"Aku juga serius, dari kemarin malah. Kamu aja yang aku seriusin nggak mau." Nando memutar balikkan ucapan Putri.

"Kayaknya kita harus bicara serius. Aku kesana sekarang."

"Oke. Perlu dijemput? Bang Nathan sebentar lagi pulang, mungkin lagi di jalan. Aku suruh nyamperin kamu, ya?"

"Nggak usah, aku naik ojol aja."

"Tapi ...."

Clek! Putri memutus panggilan dari Nando begitu saja.

***

"Kalian kenapa tiba-tiba buru-buru nikah?" tanya Nathan, baru saja ia pulang kerja, kemudian ikut nimbrung bersama Nando, Nayla dan Putri di ruang tengah.

"Emang kenapa? Nggak boleh? Takut kalah saing?" Nando menjawab dengan ketus.

"Suudzon banget lo, Do. Ngapain gue takut kalah saing? Tanggal pernikahan udah ditetapkan sejak lama, ya? Elo, tuh yang ikut-ikutan." Nathan mengacak kasar rambut Nando. Tentu saja Nando marah, ia tak suka diperlakukan seperti anak kecil.

"Biarin, Than. Biar Mama sekalian lega. Kalau anak Mama udah sold out semua." Nayla membela Nando.

"Jangan-jangan kalian udah ngapa-ngapain, nih?" Nathan memandang Nando dan Putri bergantian. Nando memasang wajah kesal, sedang Putri wajahnya sudah semerah tomat.

"Lo umur berapa, sih?" Nando kesal dengan pertanyaan Nathan.

"Kalau jawabannya kayak gini, kayaknya mereka udah ngapa-ngapain deh, Ma." Nathan berbicara kepada Nayla.

"Masalah lo apa, sih? Kalau kami nikah?" Nando bertanya kepada Nathan dengan raut wajah kesal. Ia kesal karena ucapan Nathan membuat kekasihnya merasa tak nyaman.

"Kasian tetangga kita, Do. Masa dalam beberapa bulan, kondangan ke rumah kita dua kali."

"Udah, fokus ke rencana nikahan gue, nih." Nando berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Punya tabungan berapa, Do?" Nathan bertanya serius.

"Kenapa? Mau bantu?" tantang Nando.

"Tapi nggak bisa banyak. Nggak papa 'kan? Yang penting gue iklhas. Gue cuma bisa bantu buat sewa MC. Ada kok temen gue. Nanti gue minta harga temen sama dia."

"Nggak usah pakai MC segala, Bang. Kita nikahannya sederhana aja." Putri menanggapi ucapan Nathan. Keputusannya sudah bulat, kalaupun jadi menikah dalam waktu dekat ini, ia tak ingin menyusahkan keluarga Nando maupun keluarganya.

Nathan mengerutkan dahi mendengar ucapan Putri. "Kenapa? Bukannya papa usah setuju jadi penyandang dana untuk nikahan kalian?"

"Nggak, Bang. Seadanya saja, yang penting sah. Nggak papa kan, Ma?" Putri meminta dukungan kepada Nayla. Walaupun merasa sedikit keberatan dengan keputusan calon menantunya, pada akhirnya ia hanya bisa setuju.

"Iya, Mama terserah kalian saja."

***




Cinta Modal DengkulOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz