0.2. Pilih kasih

2.8K 298 22
                                    

Luca menghela napas pelan, ia langsung merebahkan dirinya di sofa, sesaat sampai rumah. Ia tidak memiliki tenaga untuk naik ke atas kamar, jadi ia akan mengistirahatkan dirinya di sini terlebih dahulu.

Tangan kanannya ia gunakan untuk menutup mata, sedangkan kirinya ia jadikan bantal. Kepalanya masih terasa pening, nyeri yang melanda dadanya juga masih sedikit terasa. Biasanya jika sudah kambuh seperti ini, Luca demam malamnya.

Dulu Luca juga termasuk anggota pramuka seperti Lio, namun karena ia tumbang saat mengikuti kegiatan kemah tiga bulan yang lalu, karena itu pun Luca terpaksa harus mengundurkan diri dari sana, padahal ia sangat suka dengan kegiatan tersebut. Itu adalah terakhir dirinya kambuh sampai harus dirawat di rumah sakit selama seminggu

"Jadi, gini kelakuan lo tiap harinya? Berandal."

Suara tersebut membuat Luca menurunkan tangan kanannya yang menutupi mata, mencari asal suara dan menemukan sosok yang sudah lama tidak ia lihat. Sontak saja Luca langsung menegakkan tubuhnya, mengabaikan rasa pening yang kembali menjalar karena gerakan tiba-tiba.

"Lho Abang, kapan pulang?" Tanya Luca, tidak memedulikan suara sang kakak yang terdengar sarkas padanya tadi. Ayah dan ibunya tidak memberitahu jika Esa pulang hari ini, jika tahu seperti ini Luca akan pulang duluan tadi.

Pantas saja pintu rumah tidak dikunci tadi, karena biasanya jika ayah dan ibunya belum pulang dari warung, rumahnya masih terkunci. Ternyata sang kakak ada di rumah.

"Kenapa? Lo nggak suka liat gue pulang?" Esa, mahasiswa semester tua itu berdecih pelan ke arah sang adik. Ia yang tadinya ingin mengambilnya makan justru menemukan sosok sang adik yang berleha-leha di atas sofa.

"Bukan gitu, gue seneng_

"Nggak usah ngeles deh, bilang aja lo nggak suka gue di rumah." Esa langsung memotong ucapan Luca, dirinya tersenyum miring. "Gue kasian sama Ayah Bunda, pasti mereka kerepotan ngurus lo," lanjutnya seraya pergi dari sana.

Ucapan itu terdengar dengan jelas di rungu Luca, ia hanya bisa memandang punggung sang kakak menjauh dari matanya. Perkataan Esa menyakiti hatinya, namun ia tidak bisa membalas. Padahal Luca rindu, ia ingin berbicara banyak dengan Esa. Namun sayang, hubungan mereka tidak sedekat itu.

"Ngapain masih di situ? Mandi, terus sholat. Habis itu ke warung, disuruh Ayah."

Sibuk dengan lamunannya, Luca terkejut sampai tidak menyadari Esa sudah kembali dengan piring berisi lauk pauk di tangannya. Cowok itu mendudukkan diri di karpet empuk di bawah sofa, menghidupkan televisi tanpa memandang lagi padanya.

Tanpa Esa sadari, Luca tersenyum tipis. Ia menganggap ucapan sang kakak barusan adalah rasa peduli padanya. Luca yang tadi merasa lemas pun merasa semangat, dengan cepat bergegas pergi ke kamarnya. Ia harus cepat, agar Esa tak kelamaan menunggunya.

"Ck, bocah idiot," gumam Esa, mencibir kelakuan Luca yang menurutnya aneh itu.

***

Sebenarnya banyak pertanyaan yang ingin Luca tanyakan pada sang kakak, salah satunya mengapa Esa pulang ke rumah yang seharusnya kakaknya itu masih kuliah. Bukannya ini baru awal semester? Biasanya Esa hanya akan pulang saat liburan semester, karena Esa kuliah di luar kota.

Jadi, selama perjalanan ke warung kedua orang tuanya, baik Luca maupun Esa saling diam dan sibuk dengan ponselnya masing-masing. Mereka hanya perlu jalan kaki, karena warung ayah dan ibunya tidak jauh dari rumah mereka.

Sampainya sana, terlihat jika Dimas, ayah mereka terlihat tengah menghitung puluhan kilo karung beras yang baru saja diturunkan, sedangkan ibu mereka bertugas mencatat dan berbincang dengan sales.

Hi, Luca ✓Where stories live. Discover now