percobaan

6 4 0
                                    

"Tuh muka kusut amat bwang, modelan baju belom di setrika," ya dia adalah Andi cowo yang selalu kepo sama gosip di kampus. Dia tidak pernah absen, sampai kucing yang selalu berkeliaran disana pun dia penasaran kapan melahirkannya.

Adit dan Bima mendelik tak minat. Mereka terjaga tadi malam, takut insiden Dhara di racuni terulang.

"Oiya Bim tadi gue papasan sama anak hukum, dia nanyain lo,"

"Nanya apaan, huuuuaaaammmm?"

"Katanya lo lagi sibuk apaan, sampe chatt dari dia gak di bales?"

"Ohhh," Bima menjawab tak minat, karena kantuk yang menguasai. Kemudian memilih menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan.

"Oh doang anjir," tidak merubah posisi, Bima mengangkat tangan mengibas-ngibaskannya, menyuruh Andi pergi.

~

Hari ini bagian Mala dan Indira menjaga Gwen Dhara. Mala menatap ruangan yang semuanya bernuansa putih. Indira lagi kebelet, Dhara dan Gwen enak menutup mata tidur efek obat.

Mala masih memikirkan isi pesan dari unknown number. Otaknya mulai menebak-nebak antara kedua temannya yang lagi berbaring diatas brankar. Menatap mereka bergantian. Lalu berjalan menuju brankar Dhara.

Entah kenapa Mala mulai berpikir negatif tentang gadis itu. Bagaimana jika Dhara merebut Bima darinya, melihat tingkah Dhara yang seperti memiliki perasaan pada kekasihnya nya, membuat Mala kesal.

Tangan Mala terangkat bergerak mendekati leher Dhara ragu. Jika melakukannya, dia akan menjadi seorang pembunuh. Digelengkan kepalanya, dia kembali mengingat isi pesan teks. Membuat keyakinannya semakin mantap.

"Mau ngapain lo Mal?" tepat ketika jari Mala akan melingkar pada leher Dhara. Indira masuk, kayaknya dia udah menyelesaikan panggilan alam.

Mala gelagepan, buru-buru menarik tangannya kembali.

"O-oh, itu gue mau ngecek suhu tubuh Dhara doang," Indira cuma manggut-manggut.lalu berjalan mendekati sofa.

Indira menghembuskan nafas kasar,

"Mal," gadis itu menatap Indira

"Apaan?"

"Kayaknya abis kejadian itu, hari-hari kita jadi gak enak banget ya. Dapet pesan teror, mau dibunuh pula,"

Mala memalingkan wajah, menatap lurus menerawang kejadian-kejadian yang udah mereka alami beberapa hari terakhir.

"Menurut lo, kalo Danisa gak meninggal, kita-kita bakal ngalamin kejadian kayak gini gak sih?"

"Ra, Danisa meninggal tuh bukan salah kita!" sangkal Mala dengan nada sedikit keras, entahlah rasanya dia mulai sensitif membahas Danisa.

"Tetep aja Mal, kalo kita gak-"

"GAK APA?" Mala menatap lawan bicaranya sewot. "Denger ya Ra, Danisa meninggal itu salah dia sendiri. Dia aja yang baperan,"

"Tapi coba lo pikir Mal! Kenapa si psycho itu selalu nyangkut pautin aksinya sama hal yang berhubungan sama Danisa? Bahkan lo juga denger suara Danisa pas Gwen sama Dhara di culik."

Mala diam dan memilih pergi, meninggalkan Indira. Mala menutup pintu dengan perasaan kesal. Tanpa disadari sejak tadi Dhara mendengar percakapan mereka berdua, memilih berpura-pura masih tidur.

"Danisa, mau hidup mau mati. Lo tuh tetep menyebalkan, ck."

Mala berjalan menyusuri koridor, dia butuh menenangkan pikiran. Baru kali ini dia mulai muak dengan nama Danisa. Mala sibuk dengan pikirannya sampai tidak memperhatikan jalan, dan-

"Arrrrggghhhh," gadis itu memengangi lengan kirinya yang terasa perih, melihat ternyata darah segar mengalir dari balik bajunya.

Mala menatap kebelakang, terlihat orang berpakaian hitam mengenakan topi berjalan membelakanginya,

"ANJIR, WOI BANGSAT," orang itu mempercepat langkahnya, Mala mengejar dengan sedikit kesusahan karena menahan rasa perih. Pada akhirnya berhenti persetanan rasa perih pada tangannya tidak bisa dia tahan.

Dia memilih masuk kembali ke ruang rawat Dhara dan Gwen,

"Lengan lo kenapa Mal?" Indira langsung mendekati Mala, membantu. "Bentar gue panggil dokter dulu,"

~

"Lo kalo kesel gak usah ngelukain diri sendiri juga kali," Indira berkata menasehati,

"Kurang kerjaan banget gue. Tadi ada orang pake pakaian serba item, papasan sama gue. Pas gue sadar mau ngejar dia, gak kuat sialan sakit banget nih lengan." Tuturnya panjang,

Indira menatap Mala merinding, "gila tuh psycho kok bisa pas gitu sih ketemu sama lo?" Mala mengangkat bahu tak tahu.

"Lo liat muka?"

"Boro-boro mau liat. Kan tadi gue bilang ngejar aja gue gak sempet. Lagian kenapa lo bisa yakin kalo orang itu si psycho?"

"Ck, yang tau gerak-gerik kita siapa lagi kalo bukan si psycho coba, Dhara aja mau di ranunin kok," Mala mengangguk membenarkan.

"Sialan, kenapa idup kita jadi gak tenang gini sih Ra?" Mala frustasi. Yang diajak bicara cuma diam, Indira pun bingung, semua rangkaian kejadian yang meraka alami benar-benar diluar ekspetasi.

~

Happy reading gaes,

Aaahhhh partnya pendek banget, sorry.

Tapi yang penting update yekan, hehehe.

So jangan lupa vote, komen & share

Thanks <3

you know I see youWhere stories live. Discover now