CHAPTER 5 : FACE THE MUSIC

807 149 77
                                    




Seulgi menyalakan kompor dan meletakkan wajan diatas api. Setelah menuangkan sedikit minyak dan memutar wajan agar minyak merata, ia menuangkan adonan dan meratakannya. Adonan mulai berdesis di atas wajan, Seulgi menambahkan minyak sehingga adonan tadi sedikit terendam minyak. Alisnya mengerut penuh konsentrasi ketika melakukan itu.


"Mantan terindah katanya?" Gumam Seulgi, menepuk nepuk spatula pada adonan Pajeonnya.


Si mantan terindah keluar dari kamar mandi. Uap panas menguar dari tubuhnya yang hanya memakai celana pendek dan kaus tipis. Rambutnya setengah basah dan handuk kecil mengalung di lehernya.

Jimin melangkah menuju kulkas dan mengambil sekaleng bir, membukanya, meneguk setengah isinya dan bersendawa.


"AHAHAHAHAHAHAHAHHAHAHAA."


Jimin terlonjak, "kamchagiya!" Serunya kaget,  "Dasar sinting! Bikin kaget saja!"

Seulgi menghentikan tawanya, menyeka air mata di sudut matanya, lalu menatap Jimin dari ujung kaki ke ujung kepala.

Jimin menyilangkan tangan ke bahu dan pahanya, "kenapa menatap begitu??" Ia mundur sedikit, memberi jarak. Takut takut Seulgi tiba tiba menerkam.

Seulgi mendenguskan tawa mengejek, "mantan terindah pantatmu!" Gerutunya pelan, kembali menekuri pajeonnya yang mulai matang.

"Apa? Bilang apa? Kalau ngomong yang jelas dong! Jangan kumur kumur begitu!"

"Tidak ada. Sana duduk. Makanan sebentar lagi siap."



"Enam koma delapan. Masih dibawah garis kemiskinan tapi lumayan dibanding kemarin."

Seulgi memutar bola matanya malas. Mau makanannya di hina hina seperti apapun juga tetap saja Jimin menghabiskannya. Dia menatap Jimin yang makan dengan lahap. Membayangkan kalau cowok sialan ini bersanding dengan Kim Yeri. Gadis yang cantik, lucu, supel dan baik.

Dan Seulgi bergidik. Menyayangkan, kenapa malaikat seperti Yeri bisa berpacaran dengan penjelmaan iblis macam Park Jimin?


Dan apa katanya? Mantan terindah?


"Apasih bagusnya kau?"

Jimin mendongak, mengunyah dan menelan, "bagusnya aku? Wah, mau kujabarkan satu satu tapi butuh waktu semalaman untuk membicarakannya."

Seulgi mengrenyit jijik melihat mulut Jimin yang belepotan, "makan saja belum becus."

Jimin mengusap bibirnya, "tapi aku becus pada hal lain."

"Aku tidak ingin tau." Ucap Seulgi datar.

"Yakin? Menyesal nanti baru tau rasa." Jimin menyeringai, ia memperhatikan bahwa Seulgi tidak makan apa apa, "kau tidak makan?"

Seulgi menggeleng.

"Kenapa? Apa kau memasukkan sesuatu kesini untuk meracuniku jadi kau tidak makan?"

Seulgi melirik ke belakang. Pada wajan yang baru ia cuci. Pasti menyenangkan sekali jika ia mengambil wajan itu dan menghantamkannya pada kepala Park Jimin.

"Benar kan? Aku benar kan?"

"Benar." Sahut Seulgi, "nah, mau bikin surat wasiat? Rumah ini jadi milikku kalau kau tewas ya?"

DOUBLE TROUBLEWhere stories live. Discover now