chapter 10

102 21 3
                                    

Pria kekar itu duduk di kursi kecil sambil mengamati keadaan halaman depan rumahnya melalui layar digital yang telah dipasangi kamera pengawas. Ia memeluk senjatanya erat kemudian menatap ke arah dua bocah pembuat onar, Falco dan Gabi.

"Jelas lebih dulu ayam, karena tidak akan ada telur kalau tidak ada ayam!" Gabi meninggikan nada suaranya, berbicara kepada lawan bicaranya, Falco.

Falco tak mau kalah, ia menampik pernyataan Gabi dengan teorinya "Kau salah! Yang lebih dulu itu telur. Telur sudah ada sejak ratusan juta tahun lalu sedangkan ayam baru ada sekitar 58 ribu tahun lalu"

"Pakailah logikamu! Siapa yang mengerami telur itu kalau tidak ada ayam!"

"Kalau secara logis, ayam bisa mengenal telur, tapi telur tidak bisa mengenal ayam. Makanya lebih dulu telur daripada ayam"

Pria kekar itu tertawa pelan melihat perdebatan kedua ponakannya. Tapi tetap saja ia menghembuskan nafas kasar setelahnya. Meski tinggal beberapa jam lagi tapi untuk saat ini The Purge masihlah belum berakhir. Itu artinya kejahatan masih bisa datang menyerang mereka. Sebagai anak paling tua diantara anak-anak disini, ia sangat bertanggung jawab atas keselamatan mereka, kepada seluruh anggota keluarga yang ada disini termasuk kedua bocah tadi. Mereka masih kecil, masih muda, masa depannya masih panjang, mereka tidak boleh mati. Reiner berjanji akan melindungi mereka apapun yang terjadi.

"Reiner..." suara berat seseorang membuyarkan lamunannya.

"Ayah..."

"Santailah sedikit, The Purge tinggal beberapa jam lagi. Jangan membebani diri sendiri, kita pasti selamat" tuturnya.

"Iya Ayah... Aku mengerti, tapi tetap saja aku takut. Takut jika aku gagal melindungi keluarga ini"

Pria paruh baya itu menepuk bahu Reiner, "I know, son. Tapi kau tahu kan kita itu kuat, sejauh ini belum ada yang bisa mengusik kita. Kau harus bersyukur karena kau dan kita semua bisa berlindung disini"

Reiner mendengus pelan.

"Kenapa? Masih takut? Reiner, bukalah matamu, lihatlah rumah ini dan lihatlah semua sistem keamanan ini, kita semua aman! Tidak ada yang bisa menyerang kita. Apa ini belum cukup untukmu?"

"Bukan itu maksudku, tapi kenapa Ayah kelihatan yakin sekali? Kita tidak pernah tahu kapan kejahatan itu datang dan menyerang kita"

Brak!

Pria itu sengaja menggebrak meja kemudian menatap tajam ke arah Reiner.

"Kau meremehkanku?" Tangannya mencengkeram kuat bahu Reiner. "Bersikap dewasa lah! Jangan mengeluh terus dan jangan takut dengan keadaan! Kau jadi tak jauh beda dengan seorang gadis kecil. Tunjukkan kepada semua orang jika kau adalah pria!"

"Ahhrr...." Reiner mengerang pelan, mencoba menjauhkan cengkraman ayahnya.

"Selain itu, aku juga sangat menikmati ini" lanjut pria itu, "Dengan adanya The Purge maka Negara ini akan murni kembali, yang lemah akan tersingkirkan dan yang kuatlah yang akan bertahan"

Samuel Braun, nama Ayah Reiner, pria itu dengan santainya menuangkan wine kedalam gelasnya lalu menaikkan kakinya ke atas meja.

"Memang itulah yang dibutuhkan Negara bukan?" lanjutnya lagi, "kita harus menyingkirkan yang lemah dan mempertahankan yang kuat. Orang-orang lemah hanya akan menjadi benalu, mereka adalah sampah tidak berguna. Bisa kau bayangkan sendiri jika dunia ini dihuni orang lemah, tidak akan bertahan lama dalam waktu sekejap pun pasti akan hancur"

Reiner menatap ayahnya geram. Samuel Braun memang dikenal sebagai sosok yang fanatik terhadap The Purge. Orang itu selalu mengagung-agungkan tradisi gila ini, bahkan lebih parahnya ia beranggapan bahwa The Purge merupakan suatu 'perintah' dari Tuhan. Alasannya adalah agar dunia ini kembali stabil. Ayahnya juga percaya jika orang-orang yang mati disaat The Purge maka akan dibawa langsung menuju Surga oleh Tuhan.

𝗔𝗡𝗔𝗥𝗖𝗛𝗬 (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang