chapter 11

107 20 2
                                    

10 menit yang lalu..

Mata biru laut Historia terfokus kepada sebuah rumah megah 3 tingkat dengan kolam kecil cantik juga taman mini indah dan halaman depan yang luas. Rumah itu dilengkapi sistem keamanan yang sangat ketat dan canggih, pastinya. Historia tahu itu, ia melihat sendiri bagaimana besi penghalang melindungi rumah sampai tak terdapat celah sedikitpun.

Historia lelah, ia butuh istrahat. Terlebih lagi lukanya semakin parah dan kakinya dipenuhi lecet karena sudah berjalan sejauh beberapa meter tanpa mengenakan alas kaki sama sekali.

Historia mendekat menuju rumah megah tersebut, namun sesampainya di halaman depan tiba-tiba ia menghentikan langkahnya.

Ia berdiri disana, tanpa melakukan apapun, seperti patung.

Ada apa? Itu karena Historia sedang mengamati keadaan sekitar. Juga untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain lagi selain dirinya. Ia takut, takut sewaktu-waktu orang gila bertopeng binatang itu datang kembali. Historia akhirnya sadar bahwa ada kamera CCTV yang di pasang tepat di depan pintu yang terhalang besi. Dan Historia yakin, siapapun pemilik rumah ini, mereka pasti sedang mengawasi dirinya dari dalam sana.

Keringat mengucur deras dari dahinya, jantungnya terasa berpacu tidak normal, dengan segenap keberanian yang ia milikki, Historia pun berlari dan mendekatkan wajahnya ke kamera CCTV yang ada di dekat pintu.

"Tolong.. Tolong aku!!" Historia mengepalkan tangannya untuk menggedor-gedor besi penghalang. Meski terlihat percuma, tapi Historia tidak akan cepat menyerah.

Tidak ada respon apapun, besinya sama sekali tak bergeming. "Tolong aku!! Kumohon buka pintunya!!" Historia menangis sambil meringis dikarenakan tangannya kini berdarah akibat dari permukaan kasar besi yang melukainya.

"Aku mohon... Tolong aku!! Pleaseee...."

~~~

"Levi, tolong biarkan saja orang itu masuk. Kau tidak lihat? Dia terluka!"

Kuchel tak henti-hentinya memohon kepada putranya. Akan tetapi Levi masih tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Bukannya tidak mau menuruti ucapan Kuchel, tapi Levi takut terjadi sesuatu kepada keluarganya. Apalagi Petra, selaku istrinya yang sedang hamil.

"Ibu--"

"Bagaimana jika itu dirimu? Kau pasti melakukan tindakan yang sama, mungkin kau akan tahu bagaimana rasanya meminta pertolongan tetapi malah diabaikan!"

"Ibu--"

"Apa? Kau menyuruhku tenang?! Ayolah.. Suara gedoran-nya juga semakin keras, apa kalian tidak terganggu?! Itu bisa memancing para penjahat!"

Levi mendengus pelan, lalu melihat ke arah Kenny, yang dilihat pun malah mendelik malas. Sepertinya Kenny juga tidak tahu harus berbuat apa.

"Levi, bawa saja dia masuk. Percayalah padaku, kita akan baik-baik saja" Petra akhirnya bersuara setelah beberapa menit merasa lelah menjadi pendengar bagi pertengkaran antara Kenny, Kuchel, dan Levi.

"Petra?"

"Apa yang dikatakan Ibu benar, suara gedoran-nya makin keras, itu akan mengganggu semua orang yang ada disini. Dan juga bisa memancing orang-orang jahat"

"Tapi--"

"Levi--"

"Dengarkan aku dulu, bagaimana kalau perkataan Kenny benar? Aku hanya khawatir pada kalian, terutama kau, Petra"

"Levi, kau lupa? Kita punya banyak senjata. Jika gadis itu adalah partisipan The Purge, kita tinggal membunuhnya. Kenapa kau takut kepada seorang gadis kecil seperti dia?"

𝗔𝗡𝗔𝗥𝗖𝗛𝗬 (Slow Up)Where stories live. Discover now