chapter 21

119 14 24
                                    

"Isabel?!"

Levi terperangah melihat adik angkat perempuannya merintih kesakitan. Bukan tanpa alasan, telinga Isabel sudah benar-benar hancur. Pelipisnya pun terkoyak habis. Warna maroon dari rambutnya berubah menjadi hitam gelap karena darah.

"Aku tidak bisa mendengar.." lirih gadis itu pilu. Hange yang melihatnya pun menjadi tidak tega.

"Diamlah sebentar. Aku akan mengelapnya" Hange menggunakan selimut tebal yang dibawa Isabel tadi untuk membersihkan darahnya sedikit demi sedikit.

"Ini akan terasa sakit, tapi tahanlah" kata Hange. Isabel mengangguk.

Disaat yang bersamaan, Levi duduk di hadapan Isabel mensejajarkan tubuhnya dengan Isabel lalu memegang kedua bahu perempuan itu.

"Masih tidak bisa mendengar?"

"Hmm.. Hanya telinga kiriku saja"

Levi menghembuskan nafas kasar, perasaan dalam hatinya begitu campur aduk.

"Oke, sekarang jawab pertanyaanku dengan jujur. Katakan siapa pelakunya" Levi bertanya dengan tatapan serius. Isabel langsung paham jika kakaknya sedang tidak main-main.

Perempuan itu menjawab disela-sela isakannya, "Farlan. Pelakunya adalah Farlan!"

Kedua bola mata Levi membulat. Jantungnya terasa mencelos keluar.

"a-apa?! Apa katamu?"

"Dia penghianat! Si pirang gila itu telah berkhianat kepada kita!" Isabel meninggikan suaranya. Hange yang mendengar jawaban itu juga sama terkejutnya, tak di duga sama sekali bahwa orang yang telah Levi anggap sebagai saudara sendiri ternyata adalah pengkhianat.

"Kau yakin?" tanya Hange penasaran.

"Bagaimana bisa aku tidak yakin? Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Dia lah yang membuka semua palang besi ini"

"Aku memberikan remote control nya padamu.." kata Levi datar tanpa ekspresi.

"Iya, aku tahu" Isabel menunduk. Merasakan rasa bersalah atas apa yang sudah terjadi. "Maafkan aku.. Aku tidak punya pilihan lain, dia mengancam akan membunuh ibu dan Petra jika aku tidak memberikannya"

"Tidak ada waktu untuk minta maaf" tegas Levi, "aku ingin kau menjelaskan kejadiannya secara rinci"

Isabel mengusap air matanya, "awalnya Farlan memaksaku untuk memberikan remote control-nya, tapi aku menolak. Lalu mengancam akan membunuh semua orang yang ada disini. Aku pun berlari menaikki sambil berteriak memanggil kalian tapi Farlan berhasil menarik rambutku lalu melempar tubuhku ke lantai. Remote control-nya diambil dan si gila itu langsung membuka semua palang besi serta sistem keamanan dirumah ini. Aku masih ingat ketika si gila itu melambaikan tangan ke arah kami lalu pergi begitu saja"

Levi dan Hange tidak berucap. Masih menunggu kelanjutan cerita Isabel tanpa ada niat sedikitpun tuk menyela.

"Tapi aku tidak tahu siapa yang melemparkan granat" Isabel menambahkan.

"Granat?"

Isabel mengangguk lemah. "Setelah Farlan pergi muncul asap misterius memenuhi ruangan ini, awalnya aku kira itu Farlan tapi ternyata bukan.. Si gila itu sudah pergi entah kemana.."

"Dan?"

"Granat meledak sebelum kami pergi menyelamatkan diri, salah satu granat meledak tak jauh dariku dan langsung menghancurkan telinga kiriku" Isabel kembali merintih kesakitan. Tubuh gadis itu seperti kehilangan semangat hidup.

Levi kembali berdiri. Iris kelabu itu memandang keadaan sekitar dengan ekspresi yang sulit dibaca. Seorang Levi selalu pintar menyembunyikan perasaan terutama ekspresi, dari luar terlihat datar tapi dalam hatinya ia merasakan semuanya secara campur aduk. Marah, kesal, gusar, geram, juga bertanya-tanya. Pandangannya ia alihkan kepada Petra, istrinya yang tengah mengandung darah dagingnya lalu ibunya yang sudah renta.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 13, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝗔𝗡𝗔𝗥𝗖𝗛𝗬 (Slow Up)Where stories live. Discover now