Kencan pertama

3.5K 1K 243
                                    

—    Kencan pertama

Malik menimbang-nimbang harus menyapa bagaimana dan dengan nada apa ia harus menyapa Siwi di ujung telepon nanti jika berani Malik sudah cukup menekan tombol dial? Ceria? Sok cuek dan manly? Atau bagaimana?

Ia sempat bertanya pada Harun, bagaimana ia harus memulai percakapan pertama kali pada lawan jenis dan mengajaknya kencan?

Tentu hal pertama yang dilakukan Harun adalah meledeknya. Katanya, akhirnya ada juga yang khilaf menyukai Malik.

Meski pada akhirnya Harun menyarankan untuk tetap jadi Malik yang ramah dan sopan seperti biasanya.

"Cukup bilang halo, malam. Kamu lagi apa? Aku ganggu ga? Basa basi nanya besok kamu ada waktu? Mau jalan ke sini ga? Udah! Segampang itu, lagian gak mungkin elo tiba-tiba nelepon dan teriak SALAM DARI BINJAI!"

Ya memang tidak mungkin sih. Tapi selain ingin terdengar sopan, Malik juga ingin menentukan batas, walaupun ia dibayar, Malik pikir tidak perlu ada rasa yang terlibat dalam transaksi ini. Ia yakin Siwi juga akan paham.

Oh iya sedikit informasi yang Malik tahu kalau nama pacar untuk sebulan kedepan itu Siwi, pekerjaannya penulis.

Pemuda itu tidak mau mencari identitasnya meski sekali mengklik nama lengkap Siwi di mesin pencarian, nama itu akan muncul mengingat kata Lukman, kakak sepupunya itu penulis yang cukup tersohor. Naskahnya banyak dijadikan film ataupun serial.

Ah, Malik mana tahu perkembangan hiburan tanah air? Ia kalau tidak kuliah, nongkrong di warkop ya pasti menghabiskan waktu main DOTA di kamarnya, ia tidak tertarik dengan novel romansa yang seperangkat dengan film dan serialnya, apalagi penulisnya.

"Halo."

Terdengar suara lembut yang mengangkan panggilan Malik, pemuda itu seketika kelagapan sendiri, setelah menjauhkan ponselnya sejenak untuk berdehem membersihkan tenggorokannya, akhirnya Malik membalas sapa itu.

"Halo, malam kak, ini Malik... temennya Luke."

"Ah, Malik. Iya, tadi Luke udah ngasih kontak lo, tapi belum sempat gue save. Lo udah tahu nama guekan? Gue Siwi, sepupunya Lukman." Balasan Siwi, lugas, tertata, tanpa gugup sama sekali, berbanding dengan Malik yang telapak tangannya sudah dingin.

"Iya kak Siwi. Hehe."

"Jadi gimana Lik, soal tawaran gue buat sebulan kedepan? Lo sepakat? Atau masih ada yang gak jelas dan perlu ditanyakan? Tanya aja, gak apa-apa."

Mungkin Siwi akan tertawa jika bisa melihat ekspresi Malik sekarang, ia tegang, canggung dan sesekali menggaruk pipinya. Bukan karena tidak terbiasa dengan perempuan, hey Malik juga punya mantan tapi ini posisinya berbeda, ia berpacaran bukan karena sayang melainkan uang.

"Saya tertarik sih kak, tapi untuk afeksi... kita sejauh mana ya kak?"

"Terserah, gue fine-fine aja dengan semua bentuk afeksi."

"Ma...maksudnya gini loh kak, gak ada paksaankan kita harus kissing atau making love?"

Malik gugup, terlebih Siwi juga bungkam.

"Saya masih perjaka soalnya kak."

Dan tawa Siwi sukses meledak, bukan menertawai keperjakaan Malik, tapi bagaimana bisa ia bertanya demikian dan memberikan too much information? Lucu sekali, pikirnya.

"Hahahah Malik, enggaklah! Yang kayak gitukan harus saling consent Lik. Ya gue gak tahu kita kedepannya gimana, siapa tahu lo dapet consent gue dan gue dapet consent lo. Tapi untuk sekarang ya natural aja kayak cowok sama cewek PDKT pada umumnya, jangan sungkan btw, gue orangnya gampang bergaul kok."

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang