Plus one duty

3.1K 878 164
                                    

— Plus one duty

Siwi menyipitkan matanya, alis serta keningnya ikut mengerut begitu melihat undangan pernikahan yang diberikan Saras editornya, "Siwi dan cintanya?" begitu undangan itu ditujukan hingga membuat Siwi memijat pangkal hidungnya.

"Harus bawa plus one gue?"

"Bagusnya sih gitu, bawa aja brondong lo tuh biar ga makan gaji buta."

Tanpa dibilangpun Siwi memang akan membawanya.

Tapi bagaimana cara membuat Malik yang sangat terlihat mahasiswa jadi lebih berwibawa? Tidak main-main, pernikahan ini bukan pernikahan sembarangan, bahkan ada yang bilang ini pernikahan bisnis, bayangkan saja pemilik dua saluran TV Swasta terbesar jadi besan?

Yap, acaranya sebesar dan semewah itu. Tidak mungkin Siwi membiarkan Malik memakai batik ke sana bukan?

"Kenapa gue diundang sih? Guekan gak begitu kenal sama mempelainya?"

"Ngawur! Itu bridenya temen SMA lo, satu geng lo."

"Ck, kok dia masih inget gue sih ah? Gue aja udah lupa."

Siwi tidak begitu suka acara formal, terkadang high heels menyakitinya seperti pandangan orang-orang padanya.

Kalau memang di dunia ini ada kelas, Siwi rasa ia ada di tengah, tidak bisa ke bawah karena orang bawah menganggapnya berada, tidak bisa pula naik ke atas karena orang atas menganggapnya bukan apa-apa dan nyatanya berada di tengah-tengah tidak begitu menyenangkan, berada di tengah-tengah itu sepi saat kita tidak bisa kemana-mana.

"Gue cabut deh, gue usahain minggu ini udah 50% naskahnya."

"Buset—"

"Apa? Lo kalau gue males protes, rajin juga protes, tau ah!"

"Eh! Inget dateng ke acaranya, gue juga dateng sama suami gue."

Nyenyenyenye.... Suami gue. Akh!

"Iya, gue bawain lo brondong gue. Adu laki kita, gimana?"

"Yeee lo kata suami gue ayam!"

Tawa Siwi memenuhi ruang redaksi sebelum keluar, ia menatap jam di pergelangan tangannya, biasanya Malik sudah pulang jam segini. Mungkin pemuda itu tidak akan keberatan jika diajak Siwi shopping sebentar.

"Halo kak? Sorry, Malik masih di kampus." Belum sempat Siwi mengucapkan satu katapun, Malik sudah penuh penjelasan di ujung sana.

"Kok belum pulang? Biasanya jam segini udah di kos."

Malik mengambil jeda, terdengar dari speaker ponsel Siwi pemuda itu berdehem dan sepertinya berjalan menajuh dari kerumunan yang Siwi dengar diawal percakapan.

"Lagi ada kegiatan kak. Kak Siwi ada perlu? Butuh bantuan Malik?"

"Enggak sih, cuma mau ngajakin shopping. Lo ada jas ga?"

"Jas? Jas yang kayak buat sidang proposal gitu?"

Siwi menepuk jidatnya sendiri.

"Ck! Bukan. Ya udah, lo chat gue aja, elo biasanya pakai ukuran apa. Nanti gue beliin."

"Tapi kita mau kemana kak? Kok pakai jas?"

"Temenin gue kondangan besok."

Ketika Siwi menutup panggilannya, Malik terpaku dan mengedip tidak percaya. Oke... adik gula memang harus siap jadi teman kondangan alias plus one.

Tapi mengingat usia Siwi— ya empat tahun memang tidak terlalu jauh sih jaraknya— tapi tetap saja, apa Malik tidak akan seperti anak hilang di tengah-tengah sana?

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang