Bintang kejora

3.3K 984 132
                                    

Bintang kejora

Rumah Siwi di kawasan perumahan yang yah bisa dikategorikan menengah premium, pastilah mahal punya hunian di Jakarta, hanya orang-orang berkantong tebal yang cukup mampu punya property di ibu kota negara itu.

Dan Malik sudah di sana, di rumah nomor AF 01, pemuda itu celingak-celingung menegok gerbang yang tidak kunjung terbuka.

"Hum, kak... aku udah di depan."

"Tunggu bentar, gue baru pakai sepatu."

"Oke, gak usah buru-buru kak. Aku bisa nunggu kok."

Tidak perlu lama menunggu, hanya beberapa detik setelah sambungan telepon mereka terputus gerbang itu kini terbuka perlahan menampilkan perempuan yang tingginya sekitar 160cm, kulitnya putih bersih, memakai rok polkadot hitam putih yang panjangnya sampai bawah lutut dengan atasan kaos putih polos, penampilannya nampak sederhana sampai Malik melihat tas bermerek yang dijinjingnya.

Pasti tas designer itu lebih mahal dari biaya kuliahnya selama empat tahun.

Apa yang harus Malik lakukan sekarang? Mengajaknya salaman? Halo, saya Malik. Begitu? Ah, terlalu kaku.

Tapi tunggu, sejak tadi Malik terpaku, bagaimana bisa kakak gulanya itu masuk definisi indah? wajahnya manis dan rambutnya dibiarkan terurai ditiup angin November.

Cantik.

Berkali-kali Malik mengumamkan pujian itu dalam hati.

"Malik kamu bisa nyetir?"

"Bisa kak." Malik disadarkan dari pikiran melalangnya.

"Motor kamu masukin garasi ya? Kita naik mobil aja, panas soalnya."

"Siap kak Siwi."

Siwi sedari tadi hanya melemparkan senyum, menyadari Malik berkali-kali mencuri pandang. Harus Siwi akui ia juga tertarik, fisik Malik begitu gagah, ia tinggi juga tegap menjulang, wajahnya jangan ditanya lagi, ia persis seperti foto yang dikirimkan Lukman, ia tampan.

Sepanjang perjalanan menuju mall, sebenarnya mereka masih agak canggung apalagi Malik cenderung diam jika tidak ditanya, pemuda itu lebih banyak menatap seolah Siwi akan hilang jika ia berkedip sebentar.

Malik memuja lewat mata, lain dengan Siwi yang memuji lewat bibir.

"Badan lo 'jadi' banget. Lo rajin olahraga ya?"

Ah berarti sedari tadi Siwi memperhatikan bandannya? Untung saja Malik percaya diri, ia memang suka olahraga dari sepak bola hingga renang, wajar saja lengan, perut dan juga kakinya terbentuk.

"Ya gitulah kak, hehe." Jawaban Malik lalu dibalas tatap lamat oleh Siwi, perempuan itu menopang pipi dan mengabdikan diri balik memuja Malik di tengah macetnya Jakarta hingga yang menjadi objek salah tingkah hingga telinganya memerah.

"Malik?"

"Iya kak."

"Lo ganteng, wangi lagi, gue suka."

Setelah berucap demikian, Siwi kembali memfokuskan tatapannya pada ramainya jalan, meninggalkan Malik dengan debaran bertalu di dadanya.

Mungkin Siwi tidak tahu, laki-laki jika dipuji sedikit saja, ia akan terus ingat. Bahkan Malik sendiri tidak pernah lupa pujian gadis teman sekelasnya saat SMP yang mengatakan wajahnya lebih cerah setelah libur semester dan membuatnya makin ganteng saja.

Lalu bagaimana Malik bisa tidur malam ini? Pasti pujian soal badannya yang bagus dan wajahnya tampan dan baunya yang wangi akan membayangi.

***

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang