Tapi siapa itu Mirna mu?

2.9K 768 148
                                    

Tapi siapa itu Mirna mu?

Baru saja jarum jam di ruang tamu menunjukkan  pukul stengah tujuh pagi saat sebuah scoppy merah keluaran dua tahun yang lalu itu berhenti tepat di depan rumah Siwi, ia sempat tidak mengenali Malik jika saja pemuda itu tidak membuka kaca helm dan menyengir lebar padanya.

"Pakai motor Harun, motor aku susah keluarnya kak, jadi pakai yang paling gampang keluar dari parkiran." Malik seolah sudah tahu pertanyaan apa yang akan keluar dari bibir Siwi yang tidak dihiasi pewarna apapun pagi itu.

Mungkin memang benar cantik alaminya seorang perempuan adalah pagi sesaat dia bangun. Malik yakin Siwi tidak memakai riasan apapun, jikapun cuci muka pasti hanya dengan air saja tanpa facial foam, Siwi terlalu natural dan bukannya makin jelek malah makin cantik. Meresahkan perasaan Malik saja.

"Yuk berangkat sekarang."

Siwi menerima helm dari Malik tanpa mengatakan apapun, selain ia bukan morning person, juga dinginnya pagi kadang tidak bersahabat dengannnya, untung saja dengan bebas Siwi bisa melingkarkan lengannya penuh pada pinggang sang joki yang senyumnya ikut mengembang senang, mencari sepotong hangat, sehangat elusan Malik di punggung tangannya.

"Pakai dua tangan bawa motornya."

"Aku mah ahli kak, satu bisa bawa motor satu bisa pegang tangan kamu."

Bagaimana bisa jantung Siwi selamat dari manisnya kalimat pemuda itu?

"Dingin banget ya?"

Lagi-lagi Siwi tidak menjawab, ia hanya mengangguk, membiarkan dagunya bergerak naik turun menabrak bahu Malik yang jadi tumpuannya.

Bahu itu lebar dan padat, kalau diberi kesempatan Siwi ingin mengigitnya sekali saja saking gemasnya.

"Malik mau beliin kopi hangat sekarang tapi takut asam lambung kak Siwi naik, jadi ya udah kita sarapan bubur aja dulu, nanti cari kopinya, aku tahu cofee shop deket sini yang buka pagi."

Laki-laki itu mencoba mencuri pandang dari spionnya dan lagi-lagi tertawa kecil dengan jemari yang tidak melepaskan tautan tangan Siwi pada perutnya.

***

Penjual bubur yang jadi tujuan Malik dan Siwi sebenarnya pedagang makanan yang menjajakan dagangannya di atas mobil dan nongkrong di depan sebuah kompleks perumahan sejak jam 6 sampai 9 pagi atau bisa lebih cepat jika dagangannya habis. Untung saja pagi itu pembelinya tidak terlalu banyak, mungkin karena cuaca mendung yang membuat para langganannya sedikit lambat dari biasanya.

"Bubur ayam dua mas, dua-duanya pakai sate ampela sama telur puyuh."

"Siap mas."

Bohong kalau Malik tidak merasa dingin, memang ia menggunakan hoodie abu-abu kesayangannya tapi sama saja bohong karena bawahan celana pendek yang mengekspos betisnya. Meskipun begitu ia tidak akan mengadu dan mengeluh pada Siwi, ia sudah terlewat dimanjakan, niatnya hari ini ingin memanjakan.

"Udududu masih muka bantal banget sih kak?"

Pipi Siwi selalu jadi objek untuk elusan sayang Malik (selain punggungnya).

"Padahal kak Siwi bisa pesan lewat gojek, tapi semalem ngoceh pengen banget makan di sini. Aku bisa apa? Selain menuruti kak Siwi?"

Bisa diam tidak Lik? Kalimat dan bahasa tubuh mu juga sukses membuat Siwi resah.

"Kamu makan buburnya diaduk apa gak diaduk, Lik? Aku harus tahu dulu sebelum melanjutkan hubungan ini."

Perkataan Siwi membuat Malik menarik kursi plastik dan mengambil tempat tepat di hadapan gadis itu seraya tertawa dan menopang pipinya sendiri dengan tangan kanan.

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang