Chill

3.6K 667 144
                                    

Chill

"Kita maskeran yuk, aku bawa masker di tas, aku selalu pengen maskeran sama pasangan aku."

Ajakan Siwi membuat Malik memberikan atensi, baru kali ini ia diajak melakukan perawatan tapi kenapa dibawa di tas? Siwi mau maskeran dimana?

"Boleh. Tapi dimana maskerannya?"

"Di kosan kamu gak apa-apa?"

Bukan sekali dua kali Siwi ke kosan Malik entah sekedar mampir mengantarkan makanan untuk menyemangatinya mengerjakan laporan atau menjemputnya untuk ke suatu tempat.

Tapi kenapa kali ini telinga dan wajah Malik jadi panas saat membayangkan gadis itu bersamanya di dalam kamar untuk waktu yang tidak sebentar?

Ah, padahal hanya mau maskeran.

"Gak..apa-apa sih kak, oh iya tadi Harun nitip tali senar gitar mampir dulu ya buat beliin?"

"Oke sekalian entar aku beli cemilan juga, buat nonton Netflix."

Ada hening sejenak diantara mereka sebelum Malik membalas,

"Chillnya enggak kak?" Itu Malik yang suara.

"Katanya masih perjaka." Goda Siwi teringat awal mereka pendekatan Malik pernah mengajaknya nonton Netflix tanpa chill karena ia masih perjaka.

Mengingat itu, Siwi tidak tahan untuk menertawai polosnya Malik.

Ah tapi siapa bilang pemuda itu polos? Bohong besar. Malik bahkan membuatnya kewalahan dalam perang bibir.

"Itu kak toko buat beli senarnya, yang samping alfamart."

"Oke. Kamu beli senar aja, aku yang belanja cemilan."

Saat Malik turun membeli senar gitar, Siwi juga bergegas membeli camilan dan minuman ringan di minimarket sebelahnya, tidak terlalu banyak, secukupnya saja karena ia dan Malik sesungguhnya adalah tipe manusia yang malas mengunyah, hanya saja terlalu hampa jika menonton film dengan mulut yang menganggur tanpa rasa.

Malik selesai terlebih dahulu, namun bukannya masuk ke dalam menghampiri sang kakak gula ia memilih menunggu Siwi di luar minimarket. Lagipula Malik tidak ingin membeli apapun, Siwi juga sudah mengantri di depan kasir.

Hanya saja, pemuda itu tidak tahu ketika sang kasir menghitung belanjaan Siwi dan bertanya, "Ada tambahan lain kak?"

Siwi sejenak berpikir dan teringat kalimat Malik tadi, "Chillnya enggak kak?"

"Kondomnya satu deh Mas."

Lima hari Wi? Tinggal lima hari! Ini cara yang kamu pakai agar Malik pergi atau Malik tinggal?

Siwi juga tidak paham pada dirinya sendiri yang pasti ia sudah keluar dengan kantong plastic penuh cemilan dan Malik yang menunggunya tanpa tahu apa-apa.

"Aku yang nyetir kak."

"Okay."

Baru saja Siwi naik ke kursi penumpang tapi Malik tiba-tiba menepuk keningnya sendiri dan berdecih.

"Kenapa ada yang ketinggalan?"

"Iya kak, mau beli token listrik sekalian, tadi pagi udah bunyi. Tunggu bentar ya?"

Malik berlari kecil masuk ke dalam minimarket, benar ia membeli token listrik namun lebih dari itu sebenarnya Malik—

"Mas, kondomnya sekalian."

Malik mencoba menahan rasa malunya.

Lagi pula kenapa? Membeli kondom bukan tindak kriminal, malah bagus untuk mencegah penyakit seks menular dan kelahiran yang tidak diinginkan.

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang