Anak teman Ayah

2.4K 662 41
                                    

Anak teman Ayah

Perjodohan di jaman yang sudah disebut millennial ini agaknya mendapat banyak menuai penolakan apalagi untuk Siwi yang sudah memandang segalanya dari sisi modern, menurutnya orang tua sudah tidak punya hak untuk turut campur diurusan percintaan anaknya apalagi ini sudah menyangkut masa depan.

Memangnya yang mau hidup dengan suaminya kelak itu siapa? Siwi atau Ayahnya yang ngotot ingin mengenalkan Siwi pada anak rekannya?

Ya bagus kalau hanya untuk sekedar kenal tidak apa-apa, tapi tentu Siwi tidak bodoh menebak arah perkenalan itu kemana nantinya.

Ini hanya perjodohan yang terselubung.

"Apa Ayah?"

Mood yang berantakan membuat Siwi menjawab panggilan telepon sang Ayah dengan nada jengkel tak tertahankan.

"Ayah udah kasi nomor kamu ke anaknya Keswara. Dia udah hubungi kamu belum?"

"Belum Yah."

"Beneran?"

"Iya ih, lagian Ayah tuh harusnya tanya Siwi dulu boleh atau enggak nomornya dikasi ke anak temennya Ayah? Ini tuh privasi Yah."

Ayahnya mana peduli tentang privasinya segala? Yang penting acara perjodohannya sukses dan koneksinya bertambah luas, senang atau tidaknya Siwi itu urusan belakangan.

"Terus gimana caranya kalian kenalan kalau Ayah gak kasih kontak kamu ke dia?"

Tidak ada jawaban dari Siwi, bagaimanapun ia ingin mengucap protes pasti Ayahnya selalu punya alasan menyudutkan yang akhirnya membuat Siwi tidak bisa membalas, jadi ia memilih pasrah.

"Kalau anaknya Keswara belum hubungi kamu, kamu saja yang hubungi dia duluan Wi, nanti Ayah kasi kamu kontaknya. Jaman sekarang perempuan, gak apa-apa perempuan yang menghubungi terlebih dahulu."

Dan jaman sekarang perempuan itu sudah tidak boleh dipaksa untuk dijodohkan dengan laki-laki yang bukan dia mau, itu pelanggaran hak asasi.

"Tuh Ayah udah kirim nomornya."

Siwi menyimpan kontak pria asing itu dengan nama anak temen Ayah.

"Anaknya Keswara itu baik, ganteng dan sopan Wi. Coba kenalan dulu, kalau cocok kita bisa bicarakan tahap selanjutnya, ya sudah Ayah tutup dulu."

Sambungan yang terputus itu membuat Siwi mendesah pasrah, ingin sekali ia membanting ponselnya jika tidak mengingat ia baru membeli perangkat keluaran terbaru itu tiga hari lalu.

Kepalanya kusut, namun ada secerca harap juga di sana, setidaknya perjodohan bisa jadi alasan agar Malik tidak tetap tinggal.

Baru saja Siwi ingin mengetikkan beberapa kata di kolom chat anak kenalan Ayahnya itu, namun ia cukup dikagetkan karena mendapatkan pesan terlebih dahulu.

Anak temen Ayah

Hai Siwi,
Saya dikasi nomor kamu sama Papa.

I don't know how to explain. Ini udah modern dan kita diminta kenalan, siapa tahu cocok katanya.

What do you thing?

Oh iya saya lupa memperkenalkan diri, nama saya Djani Ahza Lakeswara.

Panggil Jani aja.

Widia Pramodya

Hai, Ayah udah bilang kalau kamu dikasi nomor saya buat 'kenalan' sama kamu.

Saya Widia Pramodya, panggil Siwi aja.

Sebelumnya maaf Jani, saya harus bilang kalau sebenarnya saya belum tertarik buat sebuah pernikahan dan agak keberatan jika dijodohkan seperti ini.

Lagi pula saya child free, kalau kamu sepakat dengan misi saya itu saya rasa untuk saran Ayah saya dan Papa kamu untuk kenalan tidak akan jadi masalah.

Kita harus ketemuankan buat bukti ke Papa kamu dan Ayah saya? Kamu yang ke Jakarta atau saya yang ke Bandung?

Anak temen Ayah

Waw, pantes Papa ngotot saya harus kenalan sama kamu.

Jujur aja kamu bukan perempuan yang pertama buat dikenalan ke saya, tapi semuanya berakhir karena kita berbeda visi ke depan.

Dan kamu... wah Siwi. Saya sepakat dengan child free, saya juga beranggapan demikian. Gak etiskan ya punya anak di dunia yang sekarang? Kasian.

Saya rasa kita akan cocok.

Saya yang ke Jakarta, besok kita makan siang aja gimana?

Widia Pramodya

Boleh, Jani.

Anak temen Ayah

Tapi Siwi, saya ingin bertanya telebih dulu
Apa tidak ada yang keberatan kalau kita berkenalan begini?

Maksud saya, kamu tidak punya pacarkan?

Widia Pramodya

Ada, sebenarnya (delete)

Saya punya laki-laki yang saya suka (delete)

Enggak, enggak punya (delete)

Widia Pramodya

Enggak punya.
See you tomorrow I guess.
Read

            Siwi meyakinkan dirinya untuk mencoba, ia belum tahu bagaimana rupa anak teman Ayahnya itu?

Dari kolom chat setidaknya ia tipe laki-laki yang berpemikiran terbuka, sopan dan dewasa.

Gadis itu rasa Jani akan jadi pembimbing yang baik, meski dalam hatinya Siwi malah merindukan rengekan kekanakan Malik, manja dan juga canda pemuda itu.

Akankah bisa Jani menggantikan sang Gula?

-To be continued-

Djani Ahza Lakeswara, 1995, 26 tahun, pengusaha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Djani Ahza Lakeswara, 1995, 26 tahun, pengusaha.

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang