90% of 100%

3.1K 733 52
                                    

— 90% of 100%

Hampir 90% naskah itu selesai, sisanya tinggal akhir yang sudah direncanakan tidak bahagia oleh sang penulis yang kini malah menatap nanar revisian dari editornya penuh gamang, ia berkedip sejenak sebelum menyandarkan punggungnya ke kursi kerja yang belum ia tinggalkan sejak dua jam lalu.

Siwi selalu konsisten perihal naskah, ia tipe penulis arsitek yang sudah menentukan ending, masalah, plot, dan tokoh sebelum memulai menulis.

Jadi Siwi tidak pernah mengalami kegalauan dalam menentukan akhir naskahnya namun kali ini ia terjebak... baru kali ini jemarinya tidak bisa mengetikkan akhir tidak bahagia.

Apalagi kala teringat percakapannya dengan Saras sang editor disambungan telepon tadi...

"Lo beneran jatuh cinta sama Malik brondong lo?"

"Kok lo bisa menarik kesimpulan kayak begitu anjir?"

"Ya karena gue temen lo sekaligus editor naskah ini, gue baca naskahnya dan gue tahu kemana arahnya Siwi. Lo gak pernah bisa nulis kalau gak pakai feeling yang asli, lo gak bisa nulis kalau gak lagi jatuh cinta atau patah hati. Bahkan saking pengennya nyelesaiin naskah, elo sampai sewa Malik buat afeksi, buat membangun feeling and you got that sis, elo jatuh cinta fiks."

Bibir Siwi kelu, sesekali gadis itu mengigitnya namun malah mengingat gigitan lain tempo hari di sana hingga ia menggeleng cepat mencari sepotong waras.

"Tapi endingnya udah lo pikirin? Masih ada seminggu loh, ending yang lo rencanakan masih sangat memungkinkan untuk lo ubah."

Siwi tersenyum simpul.

"Gue bakal tetep pakai ending yang gue kasi di mind maping itu, Ras."

"Artinya... elo bakal ninggalin Malik dong?"

Anggukan kepala Siwi pelan tapi pasti, meski tidak ada orang yang melihatnya.

"Kontrak kita emang cuma sampai situ. Lagian, gue gak punya alasan lain buat tinggal."

Gadis itu tidak memungkiri ia cocok dengan Malik, Malik bisa membahagiakannya, membuat jantungnya berdebar bak remaja yang baru pertama kali jatuh cinta, Malik juga bisa membuatnya tertawa, khawatir, marah dan cemburu hingga Siwi merasa hidup dari tahun-tahun mati yang ia jalani.

Malik membuatnya menulis kisah menarik bukan naskah klasik dengan trope yang sudah terlalu banyak dipakai, dan Malik pula yang membuatnya tidak berani menuliskan dua bab perpisahan di naskahnya yang hampir final.

Entah apa Malik juga mampu membuatnya merubah akhir yang sudah ia rencanakan?

***

13 Panggilan tidak terjawab dari Ayahnya tidak sekalipun membuat Siwi merasa bersalah, tidak juga ia mau menelepon balik dan bertanya ada apa? Karena tentu Siwi sudah tahu maksud dan tujuan Ayahnya itu gencar ingin berbicara.

Siwi bukan tipe anak yang gemar melawan, ia lebih suka lari ataupun diam karena itu setelah jenuh mendengar getaran ponselnya sendiri, Siwi mematikannya. Perkara satu lagi pria lain yang akan mencarinya, Siwi tidak menaruh khawatir sebab kini ia dalam perjalanan menemuinya.

"Kak!"

Senyum dan lambaian tangan yang kuat itu langsung mengisinya sanubarinya yang tadi terasa kosong.

Aduh, tinggal beberapa hari lagi ya ia bisa melihat ekspresi bahagia laki-laki yang lebih muda empat tahun darinya itu? Meski belum saatnya berpisah sekarang, Siwi akan bilang kalau ia pasti merindukan Malik nantinya.

"Bang Malik, itu pacar lo ya?" Tanya salah seorang junior perempuan yang berjalan bersamanya ke gerbang kampus, tentu tidak berdua melainkan dengan beberapa orang lain tapi saat melihat Siwi bisa Malik lihat mata juniornya itu berbinar hebat.

"Iya, kenapa?"

"Siwi Widia? Penulis buku itukan? Anjir bang! Gue ngefans banget, gue boleh minta tanda tangan sama foto bareng gak yah?"

Bangganya Malik pada Siwi tidak dapat diungkapkan dengan kata kala ia menyambut ramah jabatan tangan pembacanya, memberi tanda tangan sembari mengobrol singkat tentang karakter novelnya, dan Malik sama sekali tidak keberatan saat harus jadi fotografer acara temu fans dadakan Siwi itu.

"Makasih kak Siwi, semangat cerita selanjutnya! Oh iya, yang langgeng sama bang Malik! Saya balik dulu... makasih banyak!"

Ia meninggalkan Malik dan Siwi yang sama-sama saling menatap dan tersenyum canggung atas harapan langgeng yang diutarakan.

Hhhhh hanya tinggal lima hari.

Di awal bahkan Siwi pernah bilang pada Malik, meskipun nanti kontraknya berjalan, di akhir mau kita renggang atau bahagia kamu harus meninggalkan saya, putuskan saya atau menghilang saja seolah tidak pernah ada, saya mau disakiti untuk akhir buku saya.

Dan sosok cantik itu tidak bisa membuat Malik semudah itu pergi ataupun hilang, apalagi menyakitinya. Apa tidak bisa akhir buku itu bahagia agar Malik tetap ada di sana?

-To be continued-

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

SUGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang