Jadilah punya ku

2.6K 779 45
                                    

Jadilah punya ku

Unit gawat darurat salah satu rumah sakit swasta dibilangan Jakarta itu ramai, ada kecelakan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum hingga beberapa petugas sibuk menangani mereka yang berdarah-darah.

Sedangkan Malik yang sudah di sana 30 menit lalu terbaring lemas, sama-samar suara ribut di sekitar ditangkap pendengarannya, kepalanya masih pening, perutnya teracak-acak, bisa ia rasakan tangannya kebas dan laki-laki itu cukup terkejut karena di sana sudah terpasang cairan infus.

"Sus, ini pasiennya kapan dipindahkan ke kamar perawatan yah?"

"Tunggu dokternya sebentar ya mba, mungkin 30 menit lagi."

Akhirnya Siwi mendesah pasrah, sejujurnya ia juga merasa tidak nyaman dengan suasana ruang gawat darurat yang seramai sekarang namun ia tidak bisa apa-apa kecuali menghalau seluruh bangsal Malik dengan hordeng agar tidak ada distraksi dari luar.

"Kak."

Malik dengan suara yang masih lemah meraih kelingking Siwi hingga gadis itu seketika tersentak, baru saja ia ingin memanggil kembali perawat namun Malik menggeleng seolah memintanya untuk tetap ditempat.

"Aduh, Malik!" Siwi mengacak rambutnya kesal, ia kesal Malik yang biasanya sehat, ceria dan kuat kini harus terbaring lemah seolah separuh hidupnya telah dicabut.

Jika saja di ruangan itu hanya ada mereka berdua, sudah sejak tadi Siwi meninggikan suara mengomel panjang kali lebar.

"Anak jaman sekarang tuh punya motto apapun masalahnya mabok solusinya ya? Gila kalian bertiga, elo, Harun sama Lukman tuh bener-bener."

Kurang ajar, si adik gula itu bukannya menyesal malah terkekeh senang. Jujur saja Malik bahagia Siwi ada lagi di sisinya meski harus dengan jalan yang demikian menderitanya.

"Udah berapa lama lo minum-minum gini? Hah?"

"Baru tiga harian kak."

"Alah, anak baru blagu."

Malik tidak bisa melawan saat Siwi mencubit kecil lengannya dengan kuku, tapi meski perih, ia pasrah toh Siwi sedang khawatir.

Iya benar, Widia Pramodya mengkhawatirkannya.

"Nomor hp nyokap lo, lo hapal? Sebutin gih biar gue kabarin keadaan anaknya."

Buru-buru Malik menggeleng keras, bukannya tidak hafal nomor ibunya tapi jika informasi ia keracunan alcohol sampai di telinga perempuan itu, Malik pasti akan digorok di tempat dan tewas seketika. Ia akan mati ditangan ibunya bukan karena alcohol.

Siwi tidak tahu betapa takutnya Malik pada Ibunya sendiri, bahkan membayangkan Ibunya tahu keadaannya sekarang membuat Malik bergidik ngeri. Tidak, tidak, tidak, Ibunya tidak boleh tahu.

"Kak, jangan kasih tahu ibu." Ia mencoba memasang tampang memelas minta untuk setetes kasihan pada Siwi yang alisnya masih menaut bingung mencerna penolakan Malik.

"Nanti Ibu aku khawatir, kasian dia kak. Lagian jauh kalau Ibu ke sini, mana dia mabok darat gak bisa perjalanan jauh.  Jantungnya juga lemah, aku takut Ibu shock kalau dikabarin aku masuk rumah sakit."

Oke, Malik mungkin harus banting stir jadi actor. Lihat ekspresi Siwi yang akhirnya melunak karena kalimat-kalimat disertai ekspresi penuh kasihan Malik.

"Ya udah. Tapi ini katanya tadi elo harus dirawat beberapa hari, terus siapa yang bakalan jagain lo?"

"Kak Siwi." Malik menyambar cepat, ia menunggu respon Siwi atas jawaban yang baru saja dikeluarkannya.

Pasti Siwi maukan di sampingnya? Pasti Siwi maukan menjaganya? Setidaknya sampai Malik bisa bangkit dan sehat lagi.

Sesingkat apapun setidaknya Siwi akan di sebelahnyakan?

SUGARWhere stories live. Discover now