BERTEMU

121 97 199
                                    

kita adalah kelakar di sepertiga malam. sisa dari luka yang ditawakan pura-pura.
-Baskara

Dizcha Hazelica Elmira, nama yang sulit kata banyak orang, tak perlu kesulitan, cukup panggil dia dengan nama Dizka. Gadis cantik itu tengah mengamati sosok Baskara yang berada diatas panggung, ia sangat merindukannya sejak dahulu. Entahlah Baskara masih ingat padanya atau tidak. Dizka disini bekerja, karena memang cafe ini tempatnya bekerja. Dia harus mencari uang sendirian, orangtuanya entah dimana meninggalkannya sejak dulu. Dizka tinggal dengan pamannya, namun saat beranjak SMA, Dizka memutuskan untuk mencari kos-kosan dan hidup sendirian di kerasnya kota Jakarta. Matanya sayu menatap Baskara yang tengah menyanyi menyenandungkan musik dengan indah. Teringat akan masa lalu yang mendatanginya, waktu dimana dia dan Baskara masih bersama, hingga akhirnya Baskara pergi dan hilang dimakan waktu. Hingga waktu mempertemukan mereka kembali, setelah 4 tahun lamanya.

"Kamu tau Dizka apa yang paling berharga buat aku selain musik?" Tanya Baskara yang sedang tertidur di paha Dizka.

"Nggak tau, emangnya apa Kar?"

Baskara tersenyum jahil pada Dizka "Ya kamu lah nanya lagi."

Dizka tersenyum mendengar gombalan dari Baskara "Apasih kamu gombal terus."

"Ih, kok merah si pipinya Dizka??" Goda Baskara yang mendapat satu pukulan di lengannya.

"Diz, kadang aku tuh mikir, kita mungkin gak ya buat bersatu?" Tanya Baskara yang tidak mendapat balasan dari Dizka. Dizka masih sibuk memainkan rambut Baskara.

"Soalnya tuhan kita beda Diz, emang bisa ya?" Dizka hanya membalas dengan gelengan kecil.

"Lo ngapain liatin gue kayak gitu?" Tanya Baskara yang menyadarkan Dizka dari lamunannya. Kini sosok Baskara tengah berdiri di hadapan Dizka yang sedang membawa serbet bermotif kotak dengan warna merah.

Dizka menggeleng cepat "E-eenngak."

"Kok lo kayak gak asing gitu ya, pernah ketemu dimana sebelumnya?" Tanya Baskara yang mulai kepo.

"Salah orang kali." Dizka dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya dan melenggang pergi meninggalkan Baskara yang masih berkutik dengan pikirannya.

"Salah orang? Kayaknya enggak deh, bodoamat lah gak penting cewek dekil kaya gitu juga." Ucap Baskara bodoamat dan langsung menghampiri Agam memberesi alat musik.

Agam mengamati Baskara yang tadi menghampiri Dizka "Lo kenal cewek tadi Kar?" Tanya Agam memastikan, karena setahu Agam, Baskara kecelakaan 3 tahun silam dan itu membuat semua memori Baskara menghilang. Awalnya saja Baskara tak mengenal siapa Agam dan akhirnya dia mulai mengingat siapa Agam sebenarnya.

Baskara menggeleng "Nggak, emangnya kenapa, lo kenal sama cewek dekil tadi?"

Agam terkekeh mendengar sebutan yang diberikan Baskara "Nggak."

Baskara menarik ujung bibirnya kebawah, pikirannya kembali tertuju pada perempuan tadi, sialan siapa cewek itu sebenarnya??

🎸🎸🎸

Dizka berjalan dengan badan yang sakit semua, selalu seperti ini ketika pulang kerja, badannya merasa kesakitan terus menerus. Pikiranya kembali teringat pada pertemuannya dengan Baskara.

"Baskara udah lupa sama aku, haha." Gumam Dizka dengan tawa renyahnya dimalam hari.

"Emang aku se-nggak pantas itukah buat diingat-ingat? Sehina itu kah aku buat mereka." Ucap Dizka berbicara sendiri di jalanan, meratapi nasibnya yang selalu saja tidak memihak kepadanya, kenapa? Dizka memangnya pernah berbuat jahat sama orang? Tidak kan??

Dizka menggeleng dan tersenyum, senyum yang menyimpan banyak luka "No worry Dizka, itu pertanda baik, Baskara udah lupain kamu. So tugas aku sekarang buat Baskara jangan sampai ingat sama aku lagi, kasihan Baskara kalau tau." Semangat Dizka, ia berjalan menuju apotik terdekat dan membeli obat untuk mengobati sakitnya, tidak apa ini hanya sesaat kok.

🎸🎸🎸

Hari ini awal Baskara kembali kesekolah, siswa-siswi SMA Nerbous heboh dengan kedatangan Baskara, penampilan Baskara juga berubah, kini Baskara tampil dua kali lipat lebih tampan. Rasanya pengen jadiin Baskara pacar.

Baskara masuk kedalam kelasnya, ia melihat kursinya dipakai oleh perempuan dekil yang ia temui di cafe malam itu. Baskara menghampirinya dan melemparkan tasnya, tepat mengenai wajah Dizka.

"Ngapain lo duduk disini?" Tanya Baskara.

Dizka menghela nafasnya, ia yang paham dan malas berbasa-basi langsung membawa tas nya dan pindah duduk dikursi paling belakang. Sendirian, ingat ya Sendirian.
Baskara yang melihat Dizka membawa tasnya ke kursi belakang, dia ikut-ikutan membawa tasnya ke belakang dan meletakannya disamping kursi Dizka.

Dizka menghela nafasnya "Mau kamu tuh apa sih?"

Baskara menatap tajam pada Dizka "Gue mau gangguin lo, dan gue mau jadiin lo mainan gue, kayaknya seru."

Dizka hanya hening, malas menanggapi Baskara yang sangat unfaedah. Dizka kembali fokus pada buku matematika dihadapannya, walau jantungnya kini tak aman, kenapa Baskara harus duduk disebelahnya sih? Seperti tidak ada kursi yang lainnya saja.

Baskara melemparkan buku tulis Matematikanya dan mengenai pipi Dizka. Dizka memegangi pipinya yang terasa perih, pipinya lecet tergores ujung buku tulis milik Baskara yang tajam. Dizka melepas tangannya dari pipi dan berusaha terlihat baik-baik saja.

"Kerjain tugas matematika gue, gue mau makan dikantin. Selesai dari kantin belom selesai abis lo sama gue. Paham?!" Kecam Baskara. Dizka mengamati kepergian Baskara dari kursinya, Baskara sekarang kasar, Dizka gak suka! Tanpa disadari air mata Dizka turun.

Dizka membuka buku tulis Baskara dan mengerjakan tugas milik Baskara. Daripada nanti dia membuat Baskara marah, bahaya. Sekarang Baskara sukanya marah-marah gak jelas. Padahal 4 tahun yang lalu, Baskara masih menjadi Baskara yang baik, bukan seperti ini. Ini bukan Baskara, iya bukan.

🎸🎸🎸

Jam istirahat tiba, Baskara tentu tidak ada dikelas sejak tadi, dia bolos masuk kelas. Katanya jaman sekarang otak tidak dipakai, asalkan ada uang, masih bisa mendapatkan segalanya.

Jika ditanya Dizka memiliki teman atau tidak, jawabannya tidak. Itu dikarenakan Dizka sangat menutup diri, orang-orang menyebut Dizka sombong, dan sekarang mereka memampus-mampuskan Dizka yang dilupakan oleh Baskara. Ada satu orang yang selalu menemani Dizka. Raka-itu namanya. Raka menghampiri Dizka dikelas, berniat mengajak Dizka pergi kekantin bersama. Kadang orang-orang disekitar bertanya-tanya. Raka itu ganteng, kaya, kenapa maunya sama Dizka yang jelas-jelas kelas bawah.

Mata Raka menangkap goresan kecil pada pipi Dizka, darahnya sudah mengering di pipinya. "Pipi lo kenapa Diz? Kegores gitu?"

Dizka tersenyum dan menggeleng "Nggak, kegores meja tadi kurang hati-hati hehe."

"Dih, nanti infeksi gimana loh? Ayo ke Kantin, sekalian gue obatin itu lukanya." Raka menggandeng tangan Dizka dan menariknya paksa. Raka itu orangnya gak suka ditolak tapi Raka nggak pemaksa kok. Raka itu cowok baik, baik banget malah. Dizka beruntung punya sahabat baik kayak Raka. Karena hanya Raka yang menganggapnya ada.

🎸🎸🎸

BELUM USAI | NA JAEMIN [ENDING] ✓Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu