4

67 15 43
                                    

"Makasih yah Jim, buat hari ini," kata Valerie dengan kedua tangannya menenteng sepatu yang dibelikan oleh Jimin.

"Sama-sama," ujar Jimin sambil tersenyum manis. "Yuk masuk." Jimin menarik tangan Valerie kedalam rumah milik Valerie.

"Kebalik kayanya Jim?" Ucap Valerie.

"Gak sih, gue emang mau bilang ke bapak lo kalo yang bawa anak perawannya keluyuran sampe jam sembilan malem itu gue."

"Lah? Kan gue bisa bilang sendiri, gak usah sana pergi," usir Valerie.

Tanpa mereka sadari pintu rumah terbuka, menampakan wajah ayah Valerie yang sepertinya kesal. Jimin langsung merasa tegang sekaligus bersalah karena mengajak Valerie jalan-jalan terlalu lama. Sebenernya jika tidak macet jam setengah tujuh pun mereka sampai ke rumah tapi karena ada perbaikan jalan di beberapa titik membuat mereka beberapa kali terjebak macet.

"Maaf Om, Jimin bawa Valerie main terlalu lama. Tapi serius deh Om, tadi kita kejebak macet," kata Jimin memberikan alasan.

"Saya tahu, Victoria sudah memberitahu saya jika Valerie pergi bersama kamu," ucap Ayah Valerie.

"Tapi wajah Om tampak kesel, saya jadi merasa bersalah." Jimin jujur dengan ucapannya, melihat wajah Ayahnya Valerie yang seperti marah.

"Tidak, saya hanya kesal dengan urusan pekerjaan. Sebaiknya kamu segera pergi dan Valerie kamu harus istirahat besok kamu ada kuliah pagi kan?"

"Iyah Pah, besok Vale kuliah pagi," jawab Valerie sedikit lemah. Ada rasa takut di hatinya ketika meihat wajah ayahnya yang seperti marah. "Jim, gue masuk dulu yah."

Valerie masuk kedalam rumahnya, tersisa Jimin dan Ayahnya Valerie yang berada di luar.

"Terimakasih telah mengembalikan mood anak saya, seharian ini khawatir takut Valerie kabur. Sekali lagi terimakasih," ujar ayahnya Valerie sambil tersenyum.

Jimin yang awalnya gugup langsung merasa tenang. "Sama-sama Om, besok-besok Jimin bakal bilang ke Om kalo mau bawa Valerie jalan-jalan."

"Iya Jimin."

"Kalo gitu Jimin izin pulang yah," pamit Jimin lalu berjalan mendekati mobilnya. Ia masuk lagi kedalam mobilnya, menyalakan klakson mobil untuk pamit.

Erik, ayah dari Valerie itu tmasih berdiam diri di depan rumah. Tak lama Devira datang dan memeluk suaminya itu dari belakang.

"Jimin sepertinya menyukai Valerie," kata Devira.

"Sepertinya, dapat dilihat dari perlakuan dia ke Valerie tetapi bukan kah selama ini Valerie lebih dekat dengan Jevan?"

"Saya juga tidak mengerti, tapi sepertinya mereka tak memiliki perasaan lebih dari seorang teman."

"Besok saya akan pergi mencari Nesya, tolong jaga anak-anak," ujar Erik tiba-tiba.

"Pastinya. Melihat Valerie yang seharian ini murung membuat aku sakit hati, Setidaknya Nesya bisa kembali demi Valerie."

Devira itu tipe ibu tiri yang baik, dirinya tidak pernah membedakan kasih sayang antara Victoria maupun Valerie. Sedangkan Nesya, dia juga  baik hanya saja selalu merasa kurang perhatian dari suaminya. Maka tak jarang jika Erik dan Nesya sering bertengkar yang berujung Nesya kabur, mogok makan dan terkadang mempengaruhi Valerie untuk tidak menyukai Erik, Devira dan juga Victoria.

Jevan menutup gorden kamarnya, ia duduk di  kursi gamingnya dan mencoba untuk memikirkan hal lain selain Jimin dan Valerie.

"Mereka ada hubungan apa yah? Kenapa mereka begitu deket? Apa yang gak gue tau tentang Valerie?"

TETANGGA Where stories live. Discover now