5

68 13 35
                                    

Jin terduduk di kantin kampusnya, perkataan ayahnya semalem membuat dirinya tidak bisa tidur tenang. Bagaimana bisa ayahnya terpikir untuk menikah lagi? Disaat semua anak-anaknya telah dewasa.

Tidak! Mungkin hanya Jin yang sudah dewasa. Tapi Jin yakin jika adik-adiknya belum siap untuk menerima ibu baru.

Walau sudah lima tahun ibunya meninggal, Jin benar-benar belum bisa melupakan sosok yang selalu tersenyum hangat itu. Sosok penyabar yang selalu menjadi tempat Jin mencurahkan segala isi hatinya.

"Apa gue siap untuk menerima ibu baru?" Tanya Jin pada pohon di depannya.

"Tapi gue belom siap," kata Jin lagi. Matanya memerah karena mengingat sosok ibunya yang mungkin akan tergantikan.

Untuk pertanyaan ayahnya semalem, Jin hanya menanyakan alasan ayahnya kenapa ingin menikah lagi. Dirinya tidak menerima atau pun menolak keinginan ayahnya. Jin harap jika ayahnya bisa mempertimbangkan lagi keputusannya.

Tanpa Jin sadari ada Suga dibalik pohon yang ia ajak bicara tadi. Awalnya Suga heran kenapa Jin tidak menganggunya hari ini, maka dari itu Suga diam-diam mengikuti sahabatnya itu dan bersembunyi di balik pohon.

Di balik sikap dinginnya, Suga sebenernya sangat memperhatikan hal kecil di sekitarnya. Suga tau jika dibalik wajah ceria Jin tersimpan rasa sakit yang begitu dalam. Semenjak ibunya meninggal Jin menjadi lebih murung dan mudah sedih jika sendirian. Karena hal inilah Suga selau bersama Jin dan akan siap untuk selalu di ganggu oleh Jin.

Tanpa berniat menghampiri Jin, Suga dengan anteng diam dibalik pohon sambil mendengarkan curhatan dari sahabatnya itu.

-

Victoria berjalan cepat keluar dari kelasnya, hari ini dia merasa kurang enak badan. Dirinya juga mengalami kesulitan menelan dan kakinya selalu saja keram. Untung saja untuk kali ini Victoria baik-baik saja maka dari itu ia akan segera pergi ke rumah sakit untuk menanyakan tentang penyakitnya yang akhir-akhir ini selalu kambuh.

Brukkk...

"Awww," ringis Victoria sambil menahan nangisnya. Ia ingin sekali bisa hidup normal seperti teman-temannya. Namun tuhan tidak mengizinkan Victoria untuk seperti itu.

"Victoria," kata Nara menghampiri Victoria yang terjatuh. "Lo jatuh mulu akhir-akhir ini, kenapa sih?" Tanyanya penuh dengan rasa penasaran.

"Kaki gue sering keram dan sulit untuk mengatur keseimbangan tubuh, mungkin karena efek terlalu capek," jawab Victoria sambil berdiri dibantu oleh Nara.

"Tuh kan, lo sih ngambis mulu dari jamannya SMA sampe sekarang masih aja ambisius," omel Nara kepada Victoria yang hanya dibalas kekehan kecil.

"Lo bawa mobil?" Tanya Nara ketika mereka berjalan keluar gedung FK.

"Iya gue bawa mobil, tadinya mau bareng sama adek gue tapi dia lebih dulu berangkat sama temennya," jawab Victoria sedih.

Nara tau jika Victoria itu sering mendekatkan diri dengan adiknya, tapi adiknya terlalu menjaga jarak. Nara heran kenapa adiknya seperti itu? Padahal Victoria sayang banget sama adiknya. Bahkan Victoria rela mengantri makanan kesukaan adiknya padahal udah malem.

"Jangan sedih, suatu saat nanti adek lo pasti mau barengan sama lo." Nara ikut sedih jika Victoria sedih.

Anara Seliasa, teman sefakultas Victoria yang membedakan adalah Anara itu kakak tingkat Victoria. Pertemanan mereka dimulai semenjak Nara itu mengambil kelas bawah untuk perbaikan nilai. Pada semester lima kemarin, nara mengambil salah satu mata kuliah di semester 3 dan tidak sengaja mereka disatukan dalam kelompok kecil yang berjumlah dua orang. Lama-lama persahabatan mereka mulai tumbuh hingga hampir satu tahun ini.

TETANGGA Donde viven las historias. Descúbrelo ahora