5. Memories Kept Us Alive

107 24 4
                                    

Warning!
Part ini bakal diisi dengan banyak narasi.


Selamat membaca.

Thitara Kenanga lahir dari seorang perempuan bernama Dahlia Nariani.

Dahlia bertemu dengan Danuar kala berusia dua puluh tahun dan Danu yang berumur dua puluh lima. Keduanya memutuskan untuk menikah setelah saling mengenal selama hampir satu tahun. Dahlia dari keluarga berada, sementara Danu ialah seorang pria yang sederhana.

Kedua orangtua Danu meninggal dalam sebuah kecelakaan ketika Danu lulus sekolah menengah.

Danu berjuang bertahan hidup sendiri tanpa sanak saudara. Dunianya hanya diisi dengan bekerja dan bekerja. Kerasnya jalan hidup yang Danu jalani, menjadikan ia seorang yang dingin. Lebih memilih untuk hidup menyendiri selamanya, ketimbang harus menyerahkan hatinya untuk seorang wanita.

Tapi, kehadiran Dahlia merubah segalanya. Dahlia yang lembut, perhatian, dan penuh kasih sayang nyatanya mampu merubah prinsip hidup yang Danu pegang.

Perjalanan cinta mereka tentu tak semulus yang di ceritakan dalam novel-novel romansa. Danu dituntut untuk membuktikan bahwa ia mampu membuat Dahlia bahagia sebagaimana kedua orang tua wanita tersebut lakukan. Danu menyanggupi, restupun di kantongi.

Danu dan Dahlia akhirnya menikah. Tak melulu bahagia memang, tapi keduanya berusaha untuk selalu belajar dalam banyak hal agar rumah tangga bertahan. Lebih lengkap kebahagiaan ketika Thitara Kenanga lahir ke dunia.

Semua berjalan dengan semestinya. Bahu-membahu mengasuh Thita, menyaksikan segala perkembangan bocah menggemaskan itu, sampai hari naas itu terjadi.

Kala itu, Thita kecil pulang sekolah. Melihat sang ibu melambaikan tangan di jalan seberang, gadis cilik itupun tersenyum. Thita dan beberapa temannya menyeberang bersama dengan arahan dari satpam sekolah.

Langkah kaki-kaki kecil itupun mendekat. Thita berada di paling ujung. Dahlia tersenyum menanti sang anak. Tiba-tiba saja sebuah mobil melaju kencang. Thita kecil panik, sadar ia berada di posisi bahaya. Dahlia tak tinggal diam, ia segera berlari menghampiri sang anak. Dipeluknya si kecil Thita, berniat segera berlari ke pinggir. Tapi, Tuhan berkehendak lain.

Teriakan terdengar ketika ibu dan anak itupun terpental. Thita kecil melihat sang ibu tergeletak di jalan, bersimbah darah. Gadis kecil itu merintih, menangis, memanggil nama sang ibu. Lama-kelamaan tangisannya mulai tak terdengar, disusul dengan kedua pasang mata yang meredup.

Netra yang tertutup itu perlahan terbuka. Ia melihat sekililing. Lalu, ingatannya kembali pada sang ibunda yang tergeletak tak berdaya.

"BUNDA!!!" teriaknya diiringi suara tangis.

Danu yang tertidur di sofa kaget mendengar teriakan sang anak. Dihampirinya Thita lalu ia peluk erat sambil mengucap syukur anaknya telah membuka mata.

"Thita, nak. Ayah disini." gumamnya sambil mengelus rambut gadis kecilnya.

Thita masih sesenggukan. "Bunda mana Ayah?" tanyanya pada sang ayah.

"Bunda, Bunda sedang istirahat. Thita haus? Mau minum? Atau ada yang sakit?" Danu mencoba mengalihkan pembicaraan.

Gadis cilik itu menggeleng. "Ngga ada yang sakit Ayah."

Brak!

Pintu kamar inap Thita di buka dengan keras.

"Kamu!" seorang wanita paruh baya menunjukkan wajah bengis sambil menunjuk pada Thita.

Thita terlonjak. Dipandangnya wajah sang nenek dengan takut bercampur bingung. Nenek yang biasanya memeluknya erat penuh kasih, kini terlihat marah.

F.R.I.E.N.D.SWhere stories live. Discover now