9. Eyes Never Lies

107 16 1
                                    

Selamat membaca.

Minggu pagi, Akira sudah duduk manis mengawasi pembangunan kedai kopi miliknya. Laki-laki dua puluh satu tahun itu memperhatikan para tukang yang lalu lalang. Kalau tak ada aral melintang, rencana akan selesai paling lambat enam bulan, termasuk untuk mencari karyawan dan mempersiapkan menu kopi dan kue. Cuaca sedang tidak menentu akhir-akhir ini, kadang hujan kadang panas. Akira mengambil handphone di saku celana, mengetik pesan untuk Thita. Gadis itu sedang ke Bandung, untuk ikut kegiatan Hijau Bumi bersama Jana, dan teman-teman satu fakultas mereka.

Sampai mana Ta? Pulang jam berapa?

Centang dua abu-abu. Akira menatap layar berharap mungkin saja abu-abu akan berubah menjadi biru, tapi nihil. Ia menghela nafas. Baru juga ditinggal ke Bandung udah kangen.

Akira lalu melanjutkan membuat catatan tentang menu yang akan di sajikan di coffee shop nanti. Tadi malam, ia berdiskusi dengan Thita. Hasilnya sudah di simpulkan. Tinggal mencari karyawan. Thita bilang, lima orang karyawan agaknya cukup. Nanti, bisa ditambah lagi jika memang membutuhkan.

"Assalamualaikum Aki, Oh Aki."

Suara Janu muncul, diikuti dengan Marvel dan Haris di belakang mereka.

"Waalaikumsalam, nak ape ke?" jawab Akira menanggapi candaan Janu.

"Cocok banget jadi kakeknya upin ipin lo Ki." kata Marvel lalu duduk berselonjor di kursi panjang berbahan bambu yang ada di bawah pohon tak jauh dari Akira duduk. Janu yang melihatnya tentu saja mengikuti Marvel, lalu ikut duduk.

"Kau geser sedikit." titahnya sambil menirukan suara anak kecil yang kerap ia dengar ketika membuka sosial media.

"Kau saja yang geser. Aku sempit, ini sempit." balas Marvel menggunakan logat bataknya.

"Heh kalian berisik. Ganggu konsentrasi Pak Tukang aja." Haris memperingatkan mereka agar diam.

"Sendhika dawuh Ndoro," ucap Janu setengah membungkuk.

Haris geleng-geleng kepala. "Thita sama Jana ngga disini?" tanyanya pada Akira yang di jawab gelengan.

"Lagi ikut Hijau Bumi sama teman satu fakultas mereka."

"Fakultas Bahasa dan Sastra tuh sering ngadain acara kayak gitu ya? Fakultas kita diem-diem bae." kata Janu.

"Fakultas kalian. Fakultas gue mah ngga kali." ucap Marvel menimpali.

"Fakultas Teknik ada kegiatan peduli lingkungan kayak gitu Vel? Kok lo ngga pernah ikut?" Haris tak pernah melihat Marvel ikut, atau ia yang melewatkan?

"Gue pernah ikut, tapi bukan yang tanam menanam kayak Thita sama Jana gitu, lebih ke bersih-bersih sampah di tempat wisata, kayak pantai gitu. Lagipula itu bukan kegiatan resmi sih, inisiatif dari anak-anak sendiri." jelas Marvel.

Haris manggut-manggut mengerti. "Semisal dari fakultas lain ikut, boleh?"

Marvel mengangguk."Amat sangat boleh."

"Nanti kalau ada jadwal ke Jogja, ajak gue Vel." ucap Haris.

"Bah, mau ikut karena peduli lingkungan atau mau liburan?"

F.R.I.E.N.D.SWhere stories live. Discover now