8. Work in Progress

110 16 7
                                    

"Pemilik lahannya setuju." ungkap Akira pada Thita dari seberang sana.

"Alhamdulillah." balas Thita.

Terdengar krasak krusuk sebentar. "Gue seneng banget Ta. Duh gue pengen peluk lo."

"Heh!"

"Becanda."

Thita terkekeh. "Ki? Apaan sih?!"

"Tapi kalau lo mau, gue ikhlas sih Ta."

"Ngga jelas, dasar."

"Loh, gue udah perjelas padahal."

"Ki, please."

"Hehehe. Btw Ta, gue mau minta pendapat lo tentang desain bangunannya."

"Boleh dong. Mau kapan?"

"Ngebet banget Ta?" celetuk Akira kembali bercanda.

"Gue matiin nih teleponnya."

"Galak amat sih Neng?" Akira tertawa. "Lo keberatan ngga kalau ngojek kesini nanti pas udah pulang?"

"Ngga papa. Di deket sekolah kita dulu kan?"

"He'em. Nanti lo turun di depan sekolah aja, ntar gue samperin."

"Okey."

"Yaudah, hati-hati nanti ya."

"Masih nanti bos." Thita memutar bola matanya, gemas.

"Tinggal bilang iya apa susahnya?"

"Iya, sayang." jawab Thita bercanda.

Terdengar suara tersedak dari seberang. Agaknya laki-laki jangkung tersebut mungkin sedang minum.

"Hahahaha." Itu bukan suara tawa Thita melainkan suara Jana. Thita lalu mematikan sambungan telepon.

Jana masih tertawa. Puas mendengar Akira tersedak. Gadis itu memang ikut mendengarkan, bukan, bukan Thita membunyikan loud speaker, tapi memang Jana yang menempelkan telinganya dengan sengaja.

"Lagian lo berdua aneh. Temenan aja sayang-sayangan." ucap Jana setelah menghentikan tawanya.

"Ya daripada yang baru kenal, ngga pernah ketemu, modal chat, tapi sayang-sayangan?"

Tawa Jana kembali mengudara.

"Btw pipi lo merah manggil sayang ke Akira tadi."

"Apaan ngga!" sangkal Thita.

"Tuh merah tuh."

"Ngga ya!" Thita lalu menutup wajahnya.

"Malu malu meow."

Jana lalu kembali tertawa puas.

****

Akira menatap Thita yang sedang mencorat-coret buku catatan. Kini keduanya duduk di taman yang tak jauh dari lahan yang rencananya akan di bangun coffee shop milik Akira. Sesekali kening gadis itu akan mengerut, terlihat bingung, lalu kembali menulis lagi.

Thita yang sadar di perhatikan lalu mendongakkan kepalanya.

"Apaan?" tanyanya pada Akira.

"Ngga. Cuman lihat angin yang lewat."

"Lo tuh lama-lama ngga jelas."

"Lah gue segede tiang gini kurang jelas apa coba?"

Tiba-tiba laki-laki itu mengacak rambut Thita.

F.R.I.E.N.D.SOù les histoires vivent. Découvrez maintenant