6. Adam dan Hawa

1.8K 375 49
                                    

"Bianca? Kamu pernah ke sini sama Bianca?" tanyaku tidak percaya. Rupanya, mereka pernah makan bersama di belakangku. Sudah sejauh mana? Apa lagi yang mereka lakukan di belakangku?

"Bu–bukan, eh, i–iya. Maksudku, bukan makan bersama seperti yang kamu pikirkan. Aku—"

Bianca sudah mendekat kepada kami dan mengobrol dengan santai. "Wah, ada acara apa, nih?"

"Ini anniversary aku sama Awan," jawabku penuh percaya diri, berharap Bianca menyadari posisinya.

"Wow, congrats for both of you. Selamat ya! Sudah berapa tahun? Maaf, aku lupa. Waktu itu juga aku nggak datang ke pernikahan kalian karena sudah di Aussie." Dia malah makin mengakrabkan diri.

Aku tidak menjawab dan hanya tersenyum. Sebaiknya aku segera mengusirnya. Bianca tidak pernah terang-terangan merayu Awan di depanku, tetapi rasanya risi dekat-dekat dengannya.

"Kamu ke sini sama siapa?" tanyaku. Pertanyaanku bertepatan dengan datangnya pesanan kami berdua. Aku sekalian mempersilakan pramusaji untuk menaruh menu di meja kami. Hidangan itu terlihat menggiurkan, tetapi selera makanku kian merosot gara-gara ada Bianca.

"Sama ...." Bianca celingukan seperti mencari seseorang. "Nah itu dia! Tadi dia ke toilet. Hey, aku di sini!" Bianca melambaikan tangannya kepada seorang pria yang baru muncul dari balik pintu.

"Adrian?" bisikku lirih.

Lelaki itu mendekat ke arah kami, tetapi dia tidak bisa melihatku karena terhalangi oleh Bianca yang berdiri.

"Sorry, masalah sedikit dengan baju ini. You know, aku nggak pernah nyaman pakai baju begini."

Meskipun saat ini dia mengenakan setelan jas formal, tetapi tentu saja aku masih mengenali wajahnya. Ya, dia Adrian, klienku.

"Hah? Mbak Avie? You and ... your husband?"

Lewat ekor mata, aku bisa melihat rahang Awan mengeras. Genggamannya pada garpu dan pisau mengencang, sampai gurat-gurat di punggung tangannya menonjol. Mungkin dia marah karena setelah tujuh tahun kami bersama, dia belum pernah bertemu atau mendengar tentang Adrian. Aku pun tidak pernah bilang siapa klienku. Mungkin juga dia terkejut karena ternyata klienku adalah seorang pria muda. Tetapi, mengapa itu memberatkannya?

"Y–ya, ini aku ... dan suamiku. Awan, kenalkan ini Adrian. Adrian, ini Awan."

Adrian mengulurkan tangannya dengan cengiran terplester di bibir. Sementara itu, aku melihat Awan mulai bisa menguasai dirinya. Tatapannya menghangat dan bahunya terlihat rileks.

"Awan."

"Adrian. Sorry ...." Kening Adrian mengerut dan kepalanya meneleng. Kemudian, dia melirik kepada Bianca tanpa melepaskan jabatannya pada tangan Awan. "So ... this is supposed to be ...."

"Yes, yes! Nggak usah diperjelas." Bianca buru-buru memotong ucapan Adrian. Lagipula, memang lelaki itu sengaja menggantung kalimatnya. "Anyway, sorry udah ganggu dinner kalian. Aku sama Adrian ke sana dulu ya. Kami ada pertemuan keluarga." Bianca menggeret Adrian pada lengannya.

Dalam hati aku bertanya-tanya, apa hubungan antara Bianca dan Adrian? Bianca bilang keluarga, maksudnya mereka satu keluarga, atau pertemuan antarkeluarga?

Namun, yang paling membuatku penasaran adalah, apa maksud Adrian? Bianca cerita apa tentang suamiku kepada Adrian?

Berbagai pertanyaan di kepalaku buyar karena Awan berdeham. Aku menoleh kepadanya dan melihat dia sudah sibuk kembali dengan steiknya.

"Jadi ...." Awan terlalu fokus memotong steik, seolah tangannya akan terpotong kalau lengah sedikit saja. Aku tahu, dia tidak ingin menatapku. "Siapa Adrian?"

Sorry, Thank You, and Fall In Love Again (Wattys Winner 2022)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang