8

36 10 90
                                    

Saat pagi hari laki-laki itu tetap telanjang bulat, ia masih tertidur di kasurnya yang berantakan. Ia terlihat sangat pulas.

Beberapa saat kemudian alarm di atas nakas berdering kencang yang membuat laki-laki itu terbangun. Tangannya menggapai-gapai alarm untuk menekan tombol agar benda itu berhenti, tapi matanya masih saja enggan terbuka. Setelah ditekan keras, bising benda kotak itu berhenti, barulah Alex duduk sejenak, membuka mata perlahan, meregangkan tubuhnya.

Alex memandangi tubuhnya sendiri, ia lihat tubuhnya kini menjadi manusia seutuhnya. Matanya membulat senang.

"Aaaaa ...! Bener kan ini semua cuma mimpi! Aku manusia, bukan kucing. Haha!" ujarnya dengan sangat gembira.

"Waktunya kencan dengan, Fany!" kata Alex lalu ia menyadari keadaanya yang bugil. "Anjirt, bajuku mana? Mungkin tadi malem gerah dan nggak sadar lepas baju. It's oke, nggak apa-apa."

Ia kemudian mengambil baju di lemari, lalu menuju dapur untuk mengambil roti yang ada di dalam meja makan. Maklum perutnya kini sangat lapar.

Saat menikmati sarapanya, samar ia dengar suara ponselnya berdering. Suara itu datang dari kamar yang pintunya tidak tertutup.

"Siapa, sih. Nggak sopan lagi makan juga," ujarnya menggerutu. Lalu dengan membawa rotinya ia berjalan mendekat. Ia melirik nama yang tertera sebelum mengangkat panggilan tersebut. Farhan meneleponnya.

"Iya halo, Han?"

"Halo. Kau di mana saja? Kau mau bolos kerja, hah?" tanya Farhan.

"Sekarangkan masih Minggu. Ngapain kerja."

"Gila kau! Ini Senin!"

Masih mengunyah rotinya Alex membuka kalender dalam ponselnya. Matanya membelalak saat ia dapati hari sudah berganti Senin.

"Perasaan kemarin masih Sabtu, kenapa sekarang sudah Senin?"

"Perasaan mamak kau! Ini Senin bukan minggu. Kau saja yang tidur terus kayak orang mati."

"Sialan. Ya sudah, aku berangkat sekarang!"

"Sudah ter--"

Belum selesai Farhan bicara telepon ditutup oleh Alex. Ia segera bergegas untuk berangkat kerja.

Jika sudah terburu-buru seperti ini, Alex cukup membutuhkan waktu tak sampai lima menit untuk persiapan. Ia harus merelakan mandi. Jadi untuk mempersingkat waktu yang ia lakukan hanya cuci muka dan ganti baju, setelah itu ia langsung bergegas melaju dengan motornya.


🐈

Pukul sembilan pagi sinar matahari mulai terasa menyengat di kulit. Sinarnya akan sangat terasa jika berada di tengah-tengah jalanan kota yang penuh polusi. Kemana semua orang itu akan pergi, Alex tidak mengerti. Yang ia tahu semakin padat kendaraan semakin macet pula jalanan. Padahal kendaraan yang dikendarainya juga turut andil pada kemacetan ini. Memang manusia hanya bisa menyalahkan dan mau menang sendiri.

Alex sudah telat hampir satu jam. Di tambah keadaan jalanan yang padat merayap seperti sekarang. Semua keadaan sukses membuat Alex mengumpat sepanjang jalan.

Saat sampai di kantor, Alex bertemu dengan Farhan di lobi.

"Kau di tunggu Pak Gatot di ruangannya," kata Farhan.

Tanpa menjawab Alex langsung bergegas menuju ruangan Pak Gatot.

Entah kenapa ruangan itu memiliki aura mencekam saat Alex pertama membuka pintu. Seperti akan terjadi hal yang abstrak sedang menanti Alex. Ia harus bersiap dengan apapun yang akan dikatakan oleh pak tua itu meski terkadang sangat menjengkelkan.

"Duduk," ujar Pak Gatot. Ia terlihat sangat menunggu kedatangan Alex.

Dengan anggukan kecil, Alex menuruti perkataan Pak Gatot. Ia duduk di kursi hitam tepat di depan meja atasannya.

Alex hanya duduk menunduk menunggu perkataan dari Pak Gatot. Ia menerka-nerka apa yang akan dibicarakan oleh atasannya itu dan tidak ada alasan bagi Alex untuk membela diri.

"Kenapa kamu terlambat?" tanya orang itu dingin. Pertanyaan yang sudah diperkirakan oleh Alex.

"Saya ketiduran, Pak. Badan saya terasa sakit semua entah karena apa," jawab Alex kikuk.

"Saya tidak mau mendengar alasamu. Yang jelas kau terlambat datang kerja. Gara-gara kamu jadwal presentasi untuk klien kita tertunda."

"Maaf, Pak. Saya juga benar-benar lupa jika hari ini saya presentasi."

"Kau lupa? Saya paling tidak suka dengan orang yang tidak bertanggung jawab dan saya tidak butuh permintaan maaf kamu. Kamu harus bertanggung jawab atas ini. Jadwal meeting diundur hingga selesai makan siang. Saya mau kamu presentasi dengan klien siang nanti. Semoga kamu tidak mengecewakan saya."

"Baik, Pak. Saya akan berusaha semaksimal mungkin."

Ini adalah kesempatan baik untuk Alex. Jika berhasil akan membuka kesempatan untuknya bisa naik jabatan. Optimis dengan hasil sebelumnya, Alex percaya diri untuk presentasi siang nanti."

🐈

Presentasi dimulai tepat setelah jam makan siang. Sebagai penyaji Alex telah latihan agar membawakan presentasi dengan sebaik mungkin pada calon kliennya. Dengan percaya diri semua rencana pemasarannya ia paparkan dengan mantap.

Klien hanya mengangguk mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Alex sampai selesai. Hanya sedikit pertanyaan yang terlempar dari audies. Itu membuat Alex begitu puas dengan apa yang dilakukannya.

Hingga akhirnya presentasi itu berujung dengan jabat tangan kesepakatan.

"Alex bisa ke ruangan saya sebentar?" ujar Pak Gatot usai presentasi dilaksanakan.

"Baik, Pak."

Alex membuntut langkah Pak Gatot menuju ke ruangannya.

"Silakan duduk, Lex."

Alex duduk di tempat yang sama saat pagi tadi. Namun, kini dengan suasana yang sangat berbeda. Kini ruangan itu tidak semencekam tadi, sekarang atmosfer di sana sangat bersahabat.

"Saya cukup puas dengan hasil dari presentasi kamu. Dari awal kamu memaparkan bahan presentasi, saya sudah melihat ada yang berbeda dan unik dalam gayamu menyampaikan. Makanya saya menyuruh kamu dan bukan yang lain untuk ini. Dan sekarang lihat hasilnya, cukup memuaskan bukan," kata Pak Gatot memuji apa yang telah Alex lakukan.

"Terima kasih banyak, Pak. Tidak usah seperti itu, saya jadi malu, Pak. Toh ini juga tanggung jawab saya sebagai karyawan di sini," tanggap Alex, "ini juga berkat teman-teman satu tim yang sudah suport dan membimbing saya sampai seperti ini."

"Iya, jelas. Kamu dan timmu sudah bekerja keras untuk ini, dan sekarang tinggal menjalankan semua yang sudah direncanakan sesuai tanggal. Bagaimana untuk merayakan proyek ini, nanti malam kau dan timmu saya traktir makan di restoran depan kantor."

"Wah ... serius, Pak? Saya mewakili tim mengucap terima kasih."

"Tolong sampaikan pada timmu agar nanti datang."

"Baik, Pak. Kalau begitu saya undur diri."

"Silakan."

Ini diluar dugaan Alex. Ia tak menyangka bahwa hasil yang ia capai sampai seperti ini. Semua teman-teman satu timnya pasti akan senang mendengar kabar mereka akan ditraktir oleh Pak Gatot.

🐈

Hati Alex begitu bahagia saat ini. Ia bangga terhadap dirinya sendiri telah menyelesaikan tantangan ini. Namun, ia belum tahu apa yang terjadi beberapa jam ke depan. Ia belum mengerti bahwa hal yang ia alami kamarin bukanlah mimpi melainkan hal nyata. Sesuatu dalam dirinya mulai bergejolak.

Akan kah rencana laki-laki itu untuk makan malam dengan bangga dapat terlaksana? Atau ia malah tertimpa sial dengan hal yang belum pernah terbayang sebelumnya?

Waktu bergulir dengan penuh misteri. Hal yang sudah direncanakan kadang tak sesuai keinginan begitu juga sebaliknya.

🐈


Do You Wanna Be A Cat?Where stories live. Discover now